Travel

Merekam Momen Berakhirnya Setahun Masa Berkabung Rakyat Thailand

Thailand akhirnya bisa menggelar prosesi pemakaman besar-besaran kepada jenazah Raja Rama IX, Bhumibol Adulyadey, akhir pekan lalu. Upacara berlangsung lima hari berturut-turut, melibatkan ratusan ribu rakyat Thailand yang tumpah ruah ke jalanan dalam suasana berkabung skala nasional.

Raja Bhumibol, sebelum meninggalnya memegang rekor sebagai pemimpin monarki terlama sepanjang sejarah. Bagi kebanyakan rakyat Thailand, hanya dia sosok raja yang mereka kenal. Tak banyak rakyat Thailand, kecuali lansia, mengingat raja sebelum Bhumibol. Rama IX memerintah Negeri Gajah Putih selama 70 tahun. Raja Bhumibol melewati semua onak duri, menghindarkan negaranya dari invasi Jepang, melewati bermacam upaya kudeta, skandal korupsi perdana menteri, junta militer, menyaksikan kelahiran ASEAN, serta menghentikan pertumpahan darah rakyat akibat bentrokan pendukung maupun penentang keluarga Shinawatra beberapa tahun lalu.

Videos by VICE

Di usia 88 tahun, Raja Bhumibol mangkat pada 13 Oktober 2016. Perjalanan hidupnya sungguh-sungguh panjang, membentang sejak akhir dekade 1930an.

Saat mendengar kabar Sang Raja mangkat, posisiku sedang berada di New York, Amerika Serikat. Walau terpisah jarak ribuan kilometer, keterkejutan yang kurasakan akibat berita itu tak jauh beda seperti rakyat Thailand di Tanah Airnya sana. Aku pernah tinggal dua tahun di Thailand. Meninggalnya raja adalah momen yang sangat penting, mempengaruhi lebih dari dua generasi Thailand di masa mendatang. Beberapa bulan setelah Raja Bhumibol mangkat, aku berkesempatan menginjakkan kaki lagi di Negeri Gajah Putih. Sesuai dugaan, kebanyakan orang yang kutemui masih berduka. Ada beban berat menggelayuti orang-orang Thailand yang kukenal. Beban itu bahkan jauh lebih berat dibanding fakta negara mereka saat ini sedang diperintah oleh junta militer yang mengekang kebebasan berekspresi.

Baik sebelum maupun sesudah mangkatnya, kehadiran raja dalam kehidupan sehari-hari rakyat Thailand pasti mudah kalian temukan. Raja Bhumibol ada di mana-mana. Foto sang raja bersama Permaisuri Ratu Sirikit dipasang di hampir semua gedung pemerintah, toko, sekolah, ataupun rumah-rumah penduduk. Tak jarang, foto berukuran raksasa dengan bingkai emas dipasang di pinggir jalan. Setelah raja diumumkan mangkat, sontak jutaan orang mengenakan baju hitam. Tanpa diminta rakyat segera menjalani masa berkabung nasional. Kawan saya menyaksikan tua muda pingsan di jalanan pada hari duka 18 Oktober tahun lalu, akibat merasa tak rela rajanya mangkat. Sebagian lagi sangat cemas membayangkan masa depan Thailand, tanpa sosok yang dengan segala kekurangannya, sudah menyatukan bangsa itu dari perpecahan. Raja Bhumibol juga dianggap sebagai simbol bapak pembangunan, yang mengentaskan rakyatnya dari kemelaratan selama berkuasa.

“Bayangkan, setiap hari sejak kecil saya melihat Raja melakukan bermacam aktivitas untuk mendukung pembangunan Thailand. Dia benar-benar tulus. Rakyat tahu itu semua bukan pencitraan. Makanya kami sangat mencintai beliau,” kata Acharappan, warga Bangkok yang tumbuh besar di Provinsi Buriram. “Sebagai raja, sebetulnya dia tak perlu bahkan bekerja keras. Nyatanya dia bekerja siang malam, memanfaatkan kapasitasnya sebagai raja untuk membantu rakyat dalam berbagai hal.”

Sesuai ketetapan pemerintah, prosesi kremasi dan pemakaman sang raja di Thailand menunggu momen berkabung nasional tepat berlalu 12 bulan. Ketika jasad Rama IX masuk ke perapian, aku sedang berada di Sanam Luang. Belasan ribu warga memadati trotoar, sebagian malah meluber sampai jalan raya. Semuanya mengenakan pakaian hitam-hitam. Banyak orang, saya lihat, mengusung potret mendiang Raja Bhumibol. Mereka mengantarkan sang raja beristirahat menuju kedamaian abadi.

Merujuk kepercayaan Buddhisme ala Thailand, roh akan meninggalkan tubuh berangkat menuju alam baka tepat saat proses kremasi. Karena itulah, pembakaran jasad tidak bisa sembarangan dilakukan. Selama setahun menanti kremasi, diperkirakan ada 12 juta warga Thailand yang melayat ke istana raja, memberi penghormatan terakhir. Salah satu pelayat di hari kremasi itu adalah Gundy. Dia sangat emosional, sulit mendeskripsikan perasaannya mengantar sosok raja yang dia cintai ke peristirahatan terakhir.

“Kematian Raja adalah peristiwa terpenting dalam hidup saya maupun keluarga. Kami benar-benar terpukul,” kata lelaki di usia akhir 20-an itu.

Prosesi pengkremasian berlangsung pada 26 Oktober. Jasad dibakar tepat saat jarum jam menunjuk pukul 10.00 waktu setempat. Belasan ribu orang yang berada di jalanan bersama saya terdiam. Selama beberapa saat, kesunyian menyelimuti Ibu Kota Bangkok. Kebisuan pecah dengan tetesan air mata serta isak tangis, ketika asap membumbung cari cerobong krematorium istana di kejauhan. Berselang dua hari kemudian, abu Raja Bhumibol disemayamkan di lokasi berbeda, yakni ruang khusus dalam istana serta dua kuil di Bangkok.

Negeri yang pertama kali kukunjungi empat tahun lalu itu sudah berubah drastis. Tampaknya tak ada penawar yang bisa mengobati trauma rakyat Thailand akibat kehilangan sang bapak bangsa. Kini, semua harap-harap cemas pada sosok penggantinya: Rama X. Tak ada yang bisa tahu seperti apa nasib Thailand di tangan putra mahkota Bhumibol.

Beberapa bulan ke depan, potret-portret Bhumibol akan diturunkan, setidaknya di kantor pemerintah dan sekolah. Potret baru yang menggantikannya adalah wajah sosok raja muda yang dulunya bernama Pangeran Vajiralongkorn. Thailand menyongsong era baru. Junta militer masih berkuasa secara de facto. Demokrasi belum pulih. Rama X punya tantangan menjaga keutuhan bangsa yang sempat terkoyak 10 tahun terakhir. Berdasarkan ekspresi kesedihan yang kulihat langsung di jalanan, beban Rama X sangat besar. Hanya sedikit orang yang bisa melupakan capaian dan peninggalan masa kekuasaan Raja Bhumibol.