Ngobrol bareng Relawan Soal Taktik Selamatkan Binatang Saat Bencana

metode evakuasi binatang saat bencana alam di Indonesia

Bencana alam apapun jenisnya, tidak cuma berdampak pada manusia, namun juga pada binatang, baik ternak ataupun peliharaan. Realitasnya, di Indonesia, binatang jarang menjadi sorotan dalam upaya-upaya evakuasi bencana. Terbukti, kalau jumlah jiwa yang mengalami imbas dari bencana di Indonesia semuanya terdata, tidak demikian nasibnya bagi hewan-hewan, terutama hewan liar tanpa pemilik. 

Menanggapi sederetan bencana yang menimpa Indonesia pada dua bulan pertama di tahun 2021, mulai dari banjir bandang di Kalimantan Selatan, gempa di Sumatera Barat, erupsi gunung Merapi dan Semeru serta banjir di Mamuju-Majene, mulai ada perubahan soal keselamatan binatang. Beberapa penyayang binatang menyingsingkan lengan bajunya, turun langsung mengevakuasi hewan terdampak bencana. Akhir Januari 2021, viral video sekelompok masyarakat terdampak banjir Kalimantan Selatan mengevakuasi kucing menggunakan perahu.

Videos by VICE

Salah satu sosok seperti itu adalah Cisika Putri, relawan asal Kota Makassar yang mendatangi Mamuju untuk fokus mencari dan menyelamatkan hewan-hewan di jalanan yang membutuhkan pertolongan. Sebagai pecinta binatang yang juga mendirikan komunitas Stray Cat Defender, inisiatif pribadi ini bermula dari rasa iba Cisika yang tanpa sengaja sering menjumpai hewan yang celaka di sekelilingnya.

Niat membantu para hewan jalanan yang turut menjadi korban bencana alam ini, awalnya dimulai dengan penggalangan dana melalui situs Kitabisa.com.

“Aku dan temanku, awalnya cuma kepikiran untuk kasih donasi dari kita pribadi. Kemudian karena kita lihat ternyata bencana di awal tahun ini begitu banyak, terjadi di berbagai provinsi dan hewan yang terdampak juga segitu banyaknya, kita bikin campaign baru untuk dapat dibagi-bagikan ke berbagai provinsi,” ujar Cisika kepada VICE. Dana yang terkumpul dari kampanye yang dimulai pada Januari 2021 itu mencapai Rp203 juta.

Evakuasi hewan terdampak bencana di Mamuju juga diinisiasi Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) cabang Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. “Di Mamuju kita membangun posko kesehatan hewan yang berhasil menampung 141 ekor kucing, 1 ekor anjing dan 2 ekor burung,” terang Cisika. 

Di posko tersebut, ada beberapa dokter hewan yang siap jaga secara bergantian. Juga disediakan pakan sebanyak kurang lebih 200 kilogram yang bebas diambil oleh pemilik hewan domestik, khususnya yang kesulitan mencari makanan untuk hewan peliharaannya lantaran tutupnya pet shop. 

Mengenai metode evakuasi bagi hewan di tengah bencana, Cisika mengaku belajar sambil jalan, dan mengandalkan insting. “Proses rescue hewan biasanya serba mendadak. Jangankan masyarakat awam, kadang relawan pun enggak paham rule-nya seperti apa. Paling prosesnya dimulai dengan menyusuri jalan-jalan, pake motor dan mengangkut binatang yang keliatan sedang terluka, kemudian dibawa ke posko.”

Sementara dari sudut pandang pendiri Animal Defenders Indonesia (ADI), Doni Herdaru dalam wawancara terpisah, mengevakuasi hewan peliharaan saat bencana perlu memperhatikan beberapa hal. Pertama, biasanya hewan ditemukan dalam keadaan galak dan defensif, sebab sudah ditinggal oleh pemiliknya. Sehingga, para pengevakuasi diharap tidak memperburuk kondisi stres hewan tersebut. Kedua, semua hewan itu perlu langsung diberi minum agar tak dehidrasi.

Ketiga, memeriksa luka-luka yang mungkin dialaminya. Kalau parah, langsung larikan ke klinik terdekat. Keempat, kalau kita tidak bisa membawa hewan peliharaan mengungsi, sebaiknya hewan ditinggal dalam keadaan dilepas agar mampu mencari tempat aman sendiri.

Cisika menilai masih minim rescuer di Indonesia yang fokus mengurusi hewan-hewan terlantar. Selain perkara kesadaran, selama ini otoritas terkait—khususnya aparat hukum—masih kurang memperhatikan keselamatan hewan.

Untitled design - 2021-03-01T154032.134.png
Cisika saat mengevakuasi kucing jalanan di Makssar. Foto dari arsip pribadi.

“Salah satu kucing yang aku sempat rescue pernah tertembak senapan angin waktu lagi ada di teras rumahku. Waktu aku laporkan ke pihak yang berwajib, aku malah ditertawai dan ditanyakan mengenai ras kucingku yang notabene adalah kucing kampung jalanan. Lho memangnya hanya kucing berbulu panjang yang harus dijaga dan dirawat?”

Cisika berharap kelak pemerintah makin sering ambil bagian dalam mengurusi kesehatan hewan, terkhusus yang terdampak bencana. Setidaknya kesadaran ke sana mulai terlihat. Saat banjir menimpa berbagai kawasan Jabodetabek akhir Februari 2021, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (DKPKP) DKI Jakarta telah membuka 112 posko pelayanan kesehatan hewan yang tersebar di 5 lokasi berbeda di ibu kota.

Kepala Seksi Peternakan Suku Dinas KPKP Jakarta Pusat Hasudungan menjelaskan, saat situasi bencana, pemilik hewan peliharaan harus memperhatikan beberapa hal. Misalnya, menyiapkan sarana evakuasi seperti keranjang, kadang lipat dan P3K. Lalu, menghubungi 112 atau Dinas KPKP untuk mendapat bantuan evakuasi.

Menurut Cisika, penyelamatan binatang di tengah bencana akan makin maksimal bila ada kolaborasi resmi antara pemerintah, NGO, dokter hewan, serta akademisi. Selama ini tiap pihak bergerak sendiri-sendiri tanpa koordinasi.

“Harapan ini tapi kalau enggak didukung oleh pemerintah susah juga. Kita cuma bisa berharap sampai ke pemerintah, misalnya Menteri Kehutanan, untuk juga peduli bukan cuma dengan hewan wildlife yang hampir punah, tapi juga binatang domestik.”