Pakar biologi kelautan baru-baru ini berhasil memecahkan sebuah teka-teki kelautan yang unik: apa fungsi dari “kafe hiu putih,” sebuah kawasan terpencil di Samudra Pasifik, antara Hawaii dan Baka California, yang kerap dijadikan tempat kumpul tahunan spesies hiu putih.
Jangan-jangan kawasan itu adalah tempat hiu putih kawin? Bisa saja. Atau tempat mereka melahirkan anaknya? Kayak sih bukan, apalagi mengingat jaraknya yang terlampau jauh dari pantai.
Videos by VICE
Yang aneh lagi adalah tingkah laku hiu jantan saat berada di kawasan ini. Alat pelacak yang ditempelkan di sirip hiu putih menunjukkan bahwa mereka berenang naik turun sampai 120 kali dalam sehari, kadang bahkan sampai kedalaman 426 meter. Sebaliknya, hiu putih betina biasanya berenang ke perairan dalam hanya di siang hari.
Kini, data dari ekspedisi ilmiah yang dilakukan oleh Stanford University dan Monterey Bay Aquarium berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan kita tentang kawasan kafe hiu putih. Menurut penelitian tersebut, hiu putih kerap berenang di “mid-water zone,” daerah laut dengan kedalaman antara 200 meter sampai beberapa kilometer, untuk memangsa hewan-hewan yang sangat sensitif dengan cahaya seperti ubur-ubur, fitoplankton dan ikan-ikan kecil.
“[Pergerakan hiu putih] adalah migrasi binatang paling besar di dunia. Sebuah migrasi vertikal yang berpatokan pada siklus cahaya matahari,” terang Salvador Jorgensen, seorang peneliti di Monterey Bay Aquarium, kepada SFGate selasa kemarin. “Di siang hari, hiu putih berenang ke bagian laut yang berada di bawah titik yang masih terkena matahari, sedangkan di malam hari mereka naik mendekati permukaan laut yang bersuhu hangat dan menyediakan banyak makanan.”
Dan kemanapun mereka pergi, hiu putih menyelam ala “bounce dive” dalam formasi V—salah satu ciri khas hiu putih jantan. Sebelumnya para ilmuwan meragukan hal ini, apalagi jika berkaca pada hasil penginderaan jarak jauh satelit yang menunjukkan kawasan kafe hiu putih sebagai kawasan “gurun yang luas.”
Musim gugur lalu, sekelompok peneliti dari Stanford University yang dipimpin oleh pakar biologi kelautan Barbara Block dan Jorgensen menempelkan alat pelacak satelit dan akustik pada 37 ekor hiu putih. Musim semi tahun ini, sekelompok oceanografer dan pakar biologi molekuler berlayar dengan kapal penelitian Falkor. Mereka berharap menemukan hiu-hiu tersebut di kafe hiu putih yang misterius itu,
“Tepat seperti dugaan kami, hiu-hiu itu nongol juga,” kata Block kepada NPR bulan Mei lalu.
Alat pelacak yang dipasang pada hiu-hiu itu dilepas selama ekspedisi. Para ilmuwan selanjutnya mengumpulkan data dalam sepuluh (dari 22) alat pelacak. Hanya tiga minggu, jumlah data yang diperoleh alat-alat pelacak itu dua kali lipat lebih tinggi dari data pengamatan perilaku hiu putih selama 20 tahun, kata Block. Sebelum kedatangan Falkor, sebuah drone perenang otomatis dan kendaraan bawah air otomatis dikerahkan untuk membantu kapal penelitian menemukan keberadaan hiu.
Berkat alat-alat canggih ini, plus informasi memadai tentang temperatur air laut, kondisi lingkungan dan e-DNA—materi genetis yang diambil dari air laut untuk menentukan keberadaan hiu, tim peneliti Stanford University dan Monterey Bay Aquarium kita bisa lebih memahami fungsi kafe hiu putih.
Sampai tulisan diturunkan, para peneliti belum bisa menemukan penjelasan yang memuaskan kenapa hiu putih betina tak memiliki kebiasaan berenang seperti hiu jantan. Dalam keterangan yang diberikan kepada SFGate, perbedaan gaya ini bisa ada kaitannya dengan proses perkawinan atau karena jenis makanan hiu betina dan pria pada dasarnya berbeda.
Pada 2016, World Heritage Center dan International Union for Conservation of Nature, UNESCO mengusulkan agar kafe hiu putih dimasukkan sebagai salah satu situs warisan dunia. Agar hal itu bisa terwujud, harus ada yang menunjukkan betapa pentingnya fungsi biologis kawasan ini pada ekosistem laut—sesuatu yang sebenarnya berusaha dilakukan oleh para peneliti Stanford University.