Skandal pelecehan seksual melibatkan alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) berlanjut menjadi desakan pencabutan beasiswa yang diberikan pemerintah Australia. Terduga pelaku, berinisial IM, kini sedang melanjutkan pendidikan di University of Melbourne melalui beasiswa yang disediakan Australia Awards Scholarship (AAS). Jaringan alumni penerima beasiswa Australia, membuka petisi soal pencabutan beasiswa itu melalui platform change.org sejak pekan lalu. Hingga Selasa (12/5), petisi ini sudah memperoleh 10 ribu tanda tangan masyarakat dari target 15 ribu dukungan.
Jejaring alumni itu, diwakili Hani Yuliandrasari, Illian Deta Arta Sari, Retno Agustin, dan Freddy Reynaldo, mengaku bersolidaritas dengan korban pelecehan IM. Mereka menilai tindakan IM, berdasarkan laporan para penyintas, tidak sejalan dengan semangat kerja sama pendidikan yang dijalin Indonesia-Australia. AAS merupakan beasiswa bagi pelajar negara berkembang yang diberikan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT).
Videos by VICE
“Australia Awards berhak melakukan penghentian beasiswa apabila penerima beasiswa melakukan tindakan yang melampaui batas yang dapat diterima di Australia,” merujuk keterangan tertulis pembuat petisi.
Seiring kasus ini meledak di Tanah Air, University of Melbourne dilaporkan langsung membuka posko pengaduan. Rupanya, ada penyintas lain di Negeri Kanguru yang juga merasa dilecehkan oleh IM. Sejauh ini ada dua orang di kampus Melbourne mengaku jadi korban. Sementara, berdasarkan laporan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, jumlah aduan korban yang mengaku dilecehkan IM di Indonesia mencapai 30 orang.
Tak hanya itu, saat dikonfirmasi jurnalis Irwan Syambudi dari Tirto.id, Retno selaku perwakilan jejaring penerima beasiswa Australia mengaku menyerahkan petisi masyarakat itu pada lembaga pengelola AAS dan Kedutaan Besar Australia di Jakarta pada 11 Mei. “Kami juga meminta pencabutan visa. Agar paling tidak IM bisa segera diproses dengan sistem hukum di Indonesia,” kata Retno.
Media Australia, ABC News, turut menyorot kasus ini dengan mewawancarai IM. Seperti pernyataannya lewat Instagram pribadi, terduga pelaku membantah semua tuduhan penyintas. “Mereka menduga … dalam bahasa lain belum memiliki bukti yang jelas dan saya tidak diberikan kesempatan klarifikasi apa-apa,” ujarnya. IM adalah lulusan jurusan Arsitektur UII yang diwisuda pada 2016. Dia dikenal aktif dalam berbagai kegiatan mahasiswa dan sempat menjadi tentor sebuah bimbingan belajar di Yogyakarta.
Melalui Instagram, IM mempersilakan korban mengajukan gugatan hukum. Dia pun menuntut kasus ini diselesaikan lewat cara yang sesuai ajaran Islam. “Hadirkan saya bersama orang yang merasa pernah dirugikan. Kita bisa saling beradu argumen dan klarifikasi dengan cara yang baik ‘wa jaadilhum billati hiya ahsan’, untuk mengetahui siapa yang benar dan siapa yang salah.”
Skandal ini mulai mencuat akhir April 2020, ketika Aliansi UII Bergerak—diinisiasi mahasiswa aktif—bersolidaritas dengan penyintas, mendesak rektorat serius menangani dugaan pelecehan seksual di kampus mereka. Merespons desakan itu, rektorat UII mencabut gelar mahasiswa berprestasi yang pernah diterima IM semasa kuliah.
Kuasa hukum korban mengatakan, dari laporan yang masuk dan telah terverifikasi, mayoritas korban mengalami pelecehan berupa chat mesum dan ajakan phone sex oleh IM. Ada beberapa yang mendekati pelecehan fisik. “Kami melihat pola untuk korban ini kebanyakan sama. Pola yang di Yogya, dia itu jualan buku dan bimbel dan itu korbannya kadang diajak ke kosan untuk mengambil buku atau untuk bimbel,” kata Meila Nurul Fajriah, selaku advokat di LBH Yogyakarta.
Merujuk keterangan tertulis Aliansi UII Bergerak, para penyintas menuntut IM mengakui tindakan kekerasan seksual, serta mendesak UII membuat regulasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus.