Museum di Swedia Memamerkan Produk-Produk Gagal Sepanjang Sejarah

Beberapa produk massal awalnya diluncurkan karena para bos perusahaan merasa itu ide yang keren. Nyatanya, pasar merespons lain. Penjualannya jeblok, produk itu dicap gagal, dan dilupakan sejarah. Contohnya produk Coca-Cola yang rasanya mirip Pepsi, parfum Harley Davidson yang membuatmu bau keringat khas biker. Atau, salah satu yang paling absurd adalah topeng listrik. Akuilah, manusia tidak selalu jago menciptakan produk massal. Ada produk yang dari awal sebaiknya memang tak usah diciptakan.

Nah, Museum of Failure, yang berlokasi di Helsingborg, Swedia, berusaha mengingatkan kita betapa kacrutnya sebagian ide-ide korporat itu. Pengelola museum ingin kita belajar dari kegagalan tolol di masa lalu, belajar menghindarinya di masa mendatang. Seperti kata mutiara di lembar buku tulis Sinar Dunia: “practice makes perfect.”

Videos by VICE

Produk sukses muncul berkat rentetan ide-ide busuk yang gagal sebelumnya. Ide pendirian museum ini datang dari Samuel West, guru besar bidang industri kreatif Lund University. Dia kini menjabat sebagai kurator museum kegagalan tersebut. Dia lelah melihat media hanya suka menyorot inovasi yang dianggap sukses. Padahal, supaya bisa sukses, tim RnD sebuah perusahaan pasti lebih dulu menemui kegagalan beruntun.

Dr. Samuel West mengenakan Rejuvenique topeng listrik yang enggak jelas banget. Foto: Sophie Lindberg
Topeng listrik untuk pijat refleksi wajah ini bahkan dilengkapi manual pemakaian. Foto: Sophie Lindberg
Apple pernah bikin alat untuk ngirim sms. Namanya Newton, calon iPad, dan jelek banget. Foto: Sofie Lindberg

West ingin pengunjung museum menyadari betapa kegagalan adalah bagian terpenting dari upaya menciptakan inovasi. Jangan sampai kegagalan atau produk gagal dinilai memalukan. “Banyak perusahaan berusaha melupakan produk gagal, padahal yang penting mereka harus belajar dari kesalahan lantas menciptakan produk yang lebih baik.”

Colgate, perusahaan yang kini lebih dikenal sebagai penghasil pasta gigi, pada dekade 1980-an pernah memasarkan makanan beku. Mulai dari lasagna sampai pasta. Semua produk itu gagal total. Sampai sekarang, wadah makanan beku Colgate tetap tidak menarik selera kita untuk membelinya. Dari analisis West, artinya bukan berarti rasanya tidak enak. Tapi bisa saja kesalahan desain dan pemasaran lah yang berperan pada kegagalan tersebut.

Begitu pula N-Gage, ponsel Nokia yang diharapkan bisa menjadi konsol game. Idenya sih menarik. Tapi Nokia gagal merebut simpati gamer karena desainnya tidak ramah konsumen dan justru sangat sulit mengganti kasetnya kalau kalian bosan memainkan game di ponsel tersebut.

Parfum Harley Davidson. Foto: Sofie Lindberg

Apple Newton, alat berkirim sms yang gagal di pasaran, terbukti memberi landasan inovasi penting di masa depan bagi perusahaan IT asal Cupertino tersebut. Berkat Newton, Apple punya bekal mengembangkan iPod maupun iPhone, dua gawai yang mengubah hidup manusia modern dalam beraktivitas dan berkomunikasi.

Menurut West, sebagian produk gagal yang dipamerkan di museum ini tidak laku bukan semata-mata karena kualitasnya jelek. “Seringkali perusahaan salah memperkirakan kebutuhan pasar, sehingga permintaan terhadap produk tersebut tidak besar,” ujarnya. Sebagian produk lainnya bahkan terlalu canggih untuk masanya. Melakukan terobosan terlalu canggih ternyata bisa membuat produkmu gagal. “Punya terobosan teknologi sama sekali tidak ada gunanya kalau kamu merasa puas dan berhenti mengembangkan produk agar sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen,” imbuh West.

Dengan adanya museum kegagalan ini, West berharap tim kreatif maupun para pemasar dari seluruh dunia bisa berkunjung. Mereka harus belajar untuk rileks menghadapi kegagalan dan terus mengembangkan kualitas produk. “Kegagalan itu sangat manusiawi untuk perusahaan dan brand. Ingatlah, konsumen itu tidak selalu mengingat perusahaan ketika gagal. Tapi kita akan ingat pada brand atau perusahaan yang tidak mau mengembangkan mutu produknya setelah pernah gagal.”

Lihat saja board game milik Trump. Permainannya mirip monopoli dan ada fitur memecat lawan mainmu. Game ini tololnya bukan main dan tidak laku. Tapi lihatlah brand Trump sekarang. Jadi presiden Amerika bok. Dia tetap saja dianggap sukses.

Permainan beli properti mirip monopoli yang diberi nama Trump the Game. Foto: Sofie Lindberg

Jadi, kalau ada kesempatan, main saja ke Museum di Helsingborg ini. Tidak cuma pameran produk gagal lho. Ada juga sesi icip-icip masakan gagal, konser musik yang jelek, dan diskusi mengenai “kenapa kita gagal?” yang rutin digelar saban bulan di sana.

Artikel ini pertama kali tayang di the Creators Project