Seorang warga negara bagian Jammu dan Kashmir dibekuk polisi lantaran menghabisi kenalannya dan membuang potongan tubuh korban di sejumlah lokasi. Aksi keji lelaki itu terbongkar beberapa hari setelah korban, perempuan yang berusia 30, dilaporkan menghilang di Distrik Budgam pada 8 Maret 2023. Ada kecurigaan korban dimutilasi karena tidak mau menikahi saudara pelaku.
Polisi langsung bergerak mencari potongan tubuh korban sesuai petunjuk tersangka, Shabir Ahmad Wani, yang mengakui perbuatannya. Barang bukti telah ditemukan, dan cocok dengan identitas perempuan yang dikabarkan menghilang. “[Potongan] tubuh sudah diserahkan ke pihak keluarga,” demikian isi keterangan polisi, dikutip media lokal Minggu (12/3) lalu.
Videos by VICE
Peristiwa itu sontak menyulut amarah warga sekitar. Mereka menuntut kasusnya diusut tuntas dan pelaku dijatuhi hukuman mati.
Kasus ini semakin meningkatkan kekhawatiran di India. Pasalnya, pembunuhan dengan cara mutilasi bukan sekali dua kali terjadi. Negara itu telah melaporkan setidaknya tujuh kasus serupa dalam lima bulan terakhir.
“Begitu banyak kasus dengan metode serupa bermunculan dalam waktu sesingkat itu,” kata Vikram Singh, mantan direktur jenderal polisi Uttar Pradesh, negara bagian di India yang angka kejahatannya tinggi. “Ini belum pernah terjadi sebelumnya.”
India merupakan salah satu negara dengan angka kekerasan gender tertinggi di dunia. Menurut laporan tahun lalu, jumlah kejahatan yang menimpa perempuan India meningkat 26,35 persen pada 2021.
Untuk kasus mutilasi sendiri, tindak pidana ini pertama kali dilaporkan terjadi di India sekitar 27 tahun silam. Kala itu, seorang politikus menembak istrinya yang dituduh selingkuh, lalu memotong-motong jasadnya. Potongan tubuh korban kemudian dimasukkan ke dalam tandoor, oven tradisional berbentuk guci, yang ada di restoran temannya. Tersangka yang bernama Sushil Sharma divonis penjara seumur hidup, tapi akhirnya dibebaskan pada 2018.
Beberapa kasus terbaru muncul sejak akhir tahun kemarin. Pada November, Aftab Amin Poonawalla ditangkap di New Delhi usai membuang potongan tubuh pasangannya ke hutan. Usut punya usut, lelaki 28 tahun itu kerap melakukan KDRT.
Masih di bulan yang sama, warga Uttar Pradesh dikabarkan memutilasi istrinya. Sedangkan di Delhi, sepasang ibu anak dicincang dan potongan tubuhnya disimpan dalam kulkas. Motif para pelaku semuanya karena cemburu.
Desember lalu, jasad perempuan yang sudah terpotong-potong ditemukan di Jharkhand, negara bagian di India barat. Hasil investigasi mengerucut pada suami korban. Sementara itu, di negara bagian Andhra Pradesh, jasad korban mutilasi disimpan dalam drum yang ada di kontrakan terkunci.
Sebulan kemudian, seorang lelaki ditangkap di kota Ghaziabad, Uttar Pradesh, atas dugaan memutilasi seseorang yang dituduh berhubungan gelap dengan istri pelaku. Dan pada Februari, lelaki bernama Sahil Gehlot dikabarkan dibantu keluarga membunuh istrinya. Potongan tubuh korban disimpan di restoran mereka. Alasan pembunuhannya? Orang tua pelaku tidak merestui hubungan keduanya. Pada malam hari setelah Gehlot membunuh sang istri, ia menikahi perempuan lain.
Semua kasus di atas masih dalam penyelidikan.
Meskipun motifnya berbeda-beda, psikolog Bhavna Barmi berpandangan kasus kejahatan terhadap perempuan umumnya didasari oleh keinginan laki-laki untuk mengontrol dan mendominasi kehidupan korban. Lelaki bisa tega menghabisi nyawa teman, pasangan atau anggota keluarganya yang perempuan jika ego mereka terancam.
Maraknya berita mutilasi telah menggelitik rasa penasaran masyarakat India. Banyak orang ingin tahu sedetail mungkin cara pelaku melancarkan aksi mereka. Menurut Singh, popularitas tontonan true crime mendorong penjahat membunuh orang dengan cara mencincang tubuh korbannya. Dalam kasus Poonawalla yang menggemparkan India tahun lalu, tersangka mengaku terinspirasi dari serial drama Amerika Dexter. Longgarnya hukum negara tersebut membuat Poonawala semakin berani beraksi.
“Tidak ada jaminan pelaku diberi ganjaran,” Singh menerangkan kepada VICE World News. “Ada kasus yang tidak dilaporkan ke polisi, sedangkan yang sudah belum tentu cepat diadili. Kemungkinannya menguntungkan terdakwa.”
Barmi menyebut otoritas India seharusnya sudah mulai memikirkan solusi jangka panjang untuk mencegah terjadinya kejahatan serupa di masa mendatang. “Pihak berwenang harus aktif mengedukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat kalau perbuatan itu salah. Itulah cara mengurangi angka kejahatan [di India],” pungkasnya.
Follow Pallavi Pundir di Twitter.