Korupsi

Bupati Banyumas Minta KPK Berkabar Dulu Sebelum OTT Kepala Daerah

Bupati Achmad Husein berharap KPK cuma menahan orang yang masih korupsi setelah diberi teguran sekali. Dia beralasan kalau KPK terus gelar OTT ke pejabat eksekutif, 90 persen pasti bersalah.
Bupati Banyumas Achmad Husein Minta KPK Panggil Dulu Kepala Daerah Sebelum OTT
Sosok Bupati Banyumas Achmad Husein [kanan] foto dari arsip akun Facebook Resmi; Foto Gedung KPK [kiri] oleh Bay Ismoyo/AFP

Bupati Banyumas Achmad Husein sedang menjadi bulan-bulanan publik. Pernyataannya pada rapat koordinasi supervisi pencegahan (kopsurgah) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bikin masyarakat mengernyitkan dahi. Di acara yang namanya aja udah unik ini, dia meminta KPK jangan langsung melakukan operasi tangkap tangan (OTT) apabila menemukan indikasi korupsi dilakukan kepala daerah.

Iklan

Alternatifnya, Achmad meminta komisi antirasuah itu ngasih peringatan terlebih dahulu. Kalau setelah diberi teguran pelaku masih korupsi, baru ditangkap.

“Mohon kalau ditemukan kesalahan, sebelum OTT kami dipanggil dahulu. Kalau ternyata dia [kepala daerah pelaku korupsi] itu berubah, ya sudah lepas begitu,” ucap Achmad dalam video viral berdurasi 24 detik yang menodai suasana santai akhir pekan netizen.

Permintaan itu jelas panen kritik. Tindak pidana korupsi selama ini diangggap beda level dari bolos kerja buat ke warnet, sehingga cukup diberi peringatan agar tak mengulangi. Ada duit rakyat yang diambil, ada penggunaan kekuasaan yang salah guna.

Mantan penyidik KPK Novel Baswedan menjelaskan di Twitternya, bahwa OTT KPK selalu terkait dengan delik suap. Artinya, pelaku suap sudah setuju untuk menerima hadiah atau janji. Ada kesadaran tersangka di situ. Maka, tidak heran media sosial Achmad langsung ramai dikunjungi netizen.

Achmad pun buka suara dan merasa perlu melakukan klarifikasi. Iamembela diri dengan menyebut cuplikan video yang viral tidak lengkap sehingga konteksnya hilang.

“Yang namanya pencegahan kan ya dicegah bukan ditindak. Sebetulnya, ada enam poin yang saya sampaikan, salah satunya tentang OTT. Dengan pertimbangan bahwa OTT itu menghapus dan menghilangkan kepala daerah,” kata Achmad pada Minggu (14/11) kemarin, dilansir Antaranews

Iklan

Anehnya, doi juga menyebut bahwa bisa jadi kepala daerah yang korupsi itu punya potensi memajukan daerahnya sehingga, menurut logika Achmad, belum tentu OTT membuat keadaan daerah tersebut lebih baik. Terlebih, ada kemungkinan kepala daerah yang di-OTT enggak tahu bahwa yang dilakukannya adalah korupsi. Wah, apakah dia terhipnotis Uya Kuya?

“Oleh karena itu, saya usul untuk ranah pencegahan apakah tidak lebih baik saat OTT pertama diingatkan saja dahulu dan disuruh mengembalikan kerugian negara. Kalau perlu lima kali lipat sehingga bangkrut dan takut untuk berbuat lagi. Toh, untuk OTT, sekarang KPK dengan alat yang canggih, satu hari mau OTT lima bupati juga bisa. Baru, kalau ternyata berbuat lagi, ya di-OTT betulan, dihukum tiga kali lipat silakan, atau hukum mati sekalian juga bisa.”

Tidak jelas merujuk data dari mana, Achmad menyebut jika OTT terus digalakkan, bakal ada 90 persen pejabat eksekutif yang terjaring. “Tapi kalau mau OTT nggih monggo [ya silakan], sebab kalau KPK berkehendak, bisa jadi 90 persen akan kena semua, walau kecil pasti bupati ada masalahnya. Cari saja salahnya dari begitu banyak tanggung jawab yang diembannya, mulai dari presiden sampai dengan kepala desa pasti akan ditemukan salahnya walau kadarnya berbeda-beda.”

Karena sudah bikin gaduh, KPK pun buka suara menanggapi pernyataan Achmad. “Selama kepala daerah menjalankan pemerintahannya dengan memegang teguh integritas, mengedepankan prinsip-prinsip good-governance, dan tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku, tidak perlu ragu berinovasi atau takut dengan OTT,” kata Plt. Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding Ipi dalam keterangan resminya, Senin (15/11), dilansir dari Merdeka.

“Keberhasilan upaya pencegahan korupsi sangat bergantung pada komitmen dan keseriusan kepala daerah beserta jajarannya untuk secara konsisten menerapkan rencana aksi yang telah disusun. Jika langkah-langkah pencegahan tersebut dilakukan, maka akan terbangun sistem yang baik yang tidak ramah terhadap korupsi,” lanjutnya.

Sepanjang 2021, KPK telah mencokok setidaknya enam pejabat kepala daerah lewat OTT. Sejak ketua KPK dijabat Firli Bahuri, ia dilantik Desember 2019, angka OTT belum pernah tembus dua angka—hanya ada 7 OTT sepanjang tahun lalu.

Sebelum Firli menjabat, tiap tahun KPK melakukan OTT sebanyak 21 kali (2019), 30 (2018), 19 (2017), dan 17 kali (2016).