Kesehatan Mental

Tiga Siswa Tewas Diduga Depresi Belajar Jarak Jauh, Federasi Guru Minta Tugas Dikurangi

Beban PJJ dianggap FSGI terlalu berat, karena didominasi bermacam tugas yang membuat siswa stres. Masalah serupa juga dialami guru dan orang tua.
Tiga pelajar Indonesia bunuh diri diduga depresi akibat pembelajaran jarak jauh PJJ
Ilustrasi kelelahan belajar via Pxhere

Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia Retno Listyarti meminta tugas sekolah yang diberikan guru selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) dikurangi demi meredam stres dan tendensi bunuh diri di kalangan siswa. Ia mencontohkan tiga kasus kematian siswa sebagai ekses buruk yang sudah telanjur terjadi.

"Gejala-gejala umum seperti menurunnya semangat untuk menjalankan aktivitas, mudah marah, dan cepat kehilangan konsentrasi itu memang normal, namun tetap harus diperhatikan jika terjadi secara berkepanjangan," terang Retno hari ini (2/11), dikutip Suara.

Iklan

Ketiga kematian siswa tersebut terjadi antara Agustus-Oktober. Korban pertama berinisial KJ (8) dibunuh ibunya sendiri, LH (26), di Lebak, Banten pada 26 Agustus silam. LH kesal putrinya yang masih duduk di kelas 1 SD tak kunjung memahami pelajaran. Ia berulang kali memukul korban hingga lemas. KJ meninggal saat hendak dibawa ke rumah sakit.

Karena tersangka dan suaminya panik, mereka memutuskan diam-diam mengubur KJ yang masih berpakaian lengkap di pekuburan Cijaku, Lebak. Dua pekan kemudian, peristiwa tersebut ketahuan oleh warga yang curiga dengan kuburan baru misterius tersebut. Menurut penyelidikan polisi, korban meninggal karena pukulan keras oleh benda tumpul di kepala.

Peristiwa kedua adalah kasus bunuh diri siswa kelas 2 SMA N 18 Gowa, Sulawesi Selatan. MI (16) tewas sesudah meminum racun tikus pada 17 Oktober. Menurut polisi, motifnya stres karena tugas sekolah terlalu banyak dan sinyal internet yang sulit di rumah korban yang berada di kawasan pegunungan.

"Hasil penyelidikan dari tim kami di lapangan bahwa interogasi dari teman almarhum, motif dari minum racun ini karena ada tugas diberikan sekolah lewat online, kemudian karena medan tempat tinggal korban pegunungan jadi jaringan internet bermasalah," kata Kasat Reskrim Polres Gowa Jufri Natsir, dilansir RCTI Plus. Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah II Sulsel Fitri Utami menampik temuan tersebut dengan mengatakan, ia punya info bahwa korban bunuh diri akibat masalah asmara.

Iklan

Peristiwa ketiga terjadi seminggu kemudian. Pada 27 Oktober, siswa SMP berinisial AN (15) di Tarakan, Kalimantan Utara menggantung diri di kamar mandi rumahnya. Menurut Retno Listyarti yang di kasus ini berbicara sebagai komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pendorong korban bunuh diri adalah tugas sekolah.

Sehari sebelum bunuh diri, korban dan orang tuanya baru saja mendapat tagihan PR yang selama ini belum diselesaikan korban. Sekolah mengatakan, jika utang tugas tak diselesaikan, korban tak bisa mengikuti ujian semester.

"Menurut orang tua korban, anaknya belum menyelesaikan tugasnya bukan karena malas, tetapi karena memang tidak paham sehingga tidak bisa mengerjakan, sementara orang tua juga tidak bisa membantu ananda," jelas Retno.

"Bagi remaja yang mengalami masalah mental, kecemasan, stres, atau malah depresi selama masa pandemi karena ketidakmampuan mengerjakan tugas-tugas PJJ, memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan pikiran tentang bunuh diri," tambah Retno. 

Kemendikbud menyangkal tugas sekolah jadi pemantik semua kematian tersebut. "Dari dua peristiwa yang di Sulsel, siswa di bawah Kemendikbud, yang di Tarakan di bawah Kemenag karena siswa MTs. Sesuai klarifikasi yang kami lakukan, bukan karena PJJ," kata Dirjen PAUD Dikdasmen Jumeri, dikutip CNN Indonesia. "Tidak ada guru yang memberikan tugas berlebih.” Pertengahan Oktober silam Jumeri sempat mengakui pelaksanaan PJJ memang tidak selalu sesuai arahan Kemendikbud.

Iklan

Bagaimanapun, guru turut menjadi “korban” PJJ. Curhatan guru yang stres karena dicuekin siswa ketika mengajar secara daring banyak beredar di internet. “Dimaklumi sih, keadaannya lagi kayak gini, tapi ada juga yang meremehkan. Yang meremehkan itu dia punya fasilitas dari orang tuanya tapi malah keluyuran nggak belajar,” kisah Ahda Memoria, guru SMK di Parung, Bogor, kepada Sindonews, Juli lalu. 

Guru lain di Bogor bernama Nurul mengatakan, lancar tidaknya PJJ sangat dipengaruhi kerja sama orang tua murid. Namun, situasi jadi serbasalah karena tidak semua kondisi keluarga sama. “Belajar di rumah tingkat stresnya malah meningkat, ngajar dari rumah juga tensi darah naik. Aku sampai gejala tifus,” kata Nurul, masih dari Sindonews

Hasanudin Abdurakhman, salah satu orang tua siswa, menulis di Detik bahwa mendampingi anak sekolah jarak jauh memang berat karena kurikulum Indonesia yang teramat padat. Masalah kurikulum inilah yang tampaknya perlu dievaluasi agar suasana PJJ tidak semakin depresif.

Sejak Juli KPAI telah meminta kurikulum disederhanakan terutama untuk mencegah angka putus sekolah tahun ini naik. Menurut Retno, meski Surat Edaran Mendikbud 4/2020 telah mengimbau guru agar tidak mengejar capaian kurikulum, masih banyak guru memburu ketuntasan belajar dengan terus memberi tugas.

"Padahal, siswa kelelahan dan tertekan merupakan bentuk kekerasan juga," kata Retno, dikutip Antara. "Yang paling parah adalah anak-anak berkebutuhan khusus yang nyaris tidak terlayani oleh pendidikan.”

April tahun ini atau sebulan pertama berlangsungnya PJJ, KPAI mengadakan survei yang mendapati sebanyak 76,7 persen siswa tidak suka PJJ. Alasan siswa berkisar dari tugas yang terlalu banyak dan berat serta guru yang jarang memberi materi. Ada empat jenis tugas yang paling dibenci siswa, yaitu tugas membuat video materi pelajaran, mengerjakan soal, merangkum materi, dan menuliskan ulang soal yang sudah ada di buku cetak. 

Jika tugas bikin video dan di-upload di YouTube dibenci siswa, satu jenis tugas sekolah ini bikin netizen ingin menyebut nama tuhan. Mei lalu, seorang guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP di Malang memberi tugas yang udah mirip PR mahasiswa HI. Siswanya diminta nge-chat Mark Zuckerberg, Donald Trump, dan Bill Gates via LinkedIn buat minta tips jadi orang sukses.

Bermacam drama PJJ yang bikin semua pihak pusing ini membuat FSGI memberi Mendikbud Nadiem Makarim angka 55 alias nilai merah atas performanya selama setahun pertama menjabat.