Thailand

Demonstrasi Anak Muda di Thailand Tambah Tuntutan Baru: Buka Blokir Pornhub

Menurut spekulasi di lapangan, situs Pornhub diblokir di Thailand karena menyimpan video skandal anggota kerajaan. Massa kini menuntut akses ke pornografi itu tak lagi ditutup.
Demonstran Pro-Demokrasi Thailand Menuntut Pembukaan Blokir Pornhub
Salah satu demonstran di depan Gedung Kementerian Ekonomi Digital Thailand memakai kaos Pornhub, menyerukan pembukaan blokir situs pornografi pada 3 November 2020. Foto oleh Jack TAYLOR / AFP 

Gerakan pro-demokrasi di Thailand yang dimotori anak muda sudah menggelar unjuk rasa rutin nyaris saban hari selama delapan bulan terakhir. Tuntutan mereka adalah mundurnya perdana menteri, membatasai kekuasaan kerajaan, serta reformasi sistem demokrasi. Namun, sejak awal pekan ini, tuntutan massa bertambah: pemerintah wajib mencabut pemblokiran situs Pornhub.

Makin banyak massa membawa spanduk bertuliskan “kuasai lagi Pornhub” atau “Bebaskan Pornhub dari Tirani”. Tagar #SavePornhub juga sempat menjadi trending topic di linimasa Twitter Negeri Gajah Putih. Tuntutan ini muncul setelah Menteri Ekonomi Digital Buddhipongse Punnakanta pekan lalu mengumukan pemblokiran Pornhub bersama beberapa situs lain.

Iklan

Punnakanta tidak merespons pertanyaan VICE News soal alasan pemblokiran tersebut. Massa menuding kebijakan ini adalah cara pemerintah membatasi akses Internet, untuk meredam gelombang protes yang dimotori anak muda.

Selama ini situs pornografi jenis apapun di Thailand sebetulnya tak bisa diakses kecuali lewat VPN. Karenanya, cukup mengherankan kenapa kali ini pemerintahan Junta Militer secara spesifik memblokir Pornhub sepenuhnya supaya tak tertembus VPN. Juru bicara Pornhub juga tidak merespons permintaan wawancara VICE.

Muncul desas-desus di masyrakat, Pornhub jadi sasaran pemblokiran karena menyimpan rekaman mesum anggota keluarga kerajaan beberapa tahun. Rumor itu belum bisa diverifikasi kebenarannya.

Demonstrasi pro-demokrasi di Thailand menguat tiga bulan terakhir. Anak muda berani mengabaikan aturan rezim yang melarang unjuk rasa, serta berani menghina simbol-simbol kerajaan yang selama ini dianggap suci. Perdana Menteri Prayuth Chan-O-Cha dalam tekanan besar, karena dia adalah sasaran tembak utama demonstran.

Prayuth, bekas jenderal, berkuasa setelah memimpin kudeta menggulingkan PM Yingluck Shinawatra pada 2014. Tahun lalu dia “terpilih” kembali menjadi PM dengan status purnawirawan, tapi massa menuding pemungutan suara diakali oleh junta militer.



Massa, yang dimotori mahasiswa perkotaan, sekaligus menuntut penyusunan konstitusi baru untuk membatasi pengaruh raja dalam perpolitikan Thailand. Mulai ada massa tandingan yang membela status quo kerajaan, tapi mereka rata-rata orang tua dan kalah jumlah dari anak muda.

Iklan

Internet, harus diakui, adalah satu-satunya platform yang tidak bisa dikendalikan oleh junta militer. Massa biasa berkoordinasi untuk menggelar unjuk rasa lewat beragam aplikasi, sehingga sulit dipantau oleh aparat. Pornhub termasuk pula yang dipakai massa berkoordinasi sebelum menggelar protes. Menurut data Pornhub pada 2019, netizen Thailand masuk daftar 20 besar negara yang rajin mengakses situs mereka.

000_8UF8ZW.jpg

Seorang demonstran membawa plakat menuntut pemerintah membuka akses Pornhub pada 3 November lalu. Foto oleh Jack TAYLOR / AFP

Pemerintah Thailand berusaha mati-matian mendesak platform medsos seperti Facebook dan Twitter agar tidak menyediakan ruang untuk “tindakan makar”. Facebook dipaksa menutup sebuah grup berisi satu juta anggota, yang isinya dipakai berdikusi membongkar aib kerajaan Thailand. Sementara Twitter digugat ke pengadilan karena menolak menghapus cuitan yang mendiskreditkan pemerintah. Usaha-usaha itu gagal total. Grup Facebook yang ditutup, misalnya, langsung dibuat lagi oleh anak muda dalam hitungan jam.

Gelombang demonstrasi anak muda tahun ini amat berbeda dari pergolakan politik yang biasa terjadi di Thailand. Terutama karena demonstran kini beran melanggar tabu menyerang langsung kerajaan. Di Negeri Gajah Putih, ada hukum bernama Lese Majeste, melarang penistaan anggota kerajaan. Jika nekat, pelanggar bisa dihukum penjara 15 tahun.

Anak-anak muda mengabaikan risiko tersebut, dan menyuarakan berbagai tudingan mereka soal korupsi dan skandal keluarga Raja Maha Vajiralongkorn. Sang raja menyadari bahwa protes kali ini bisa membahayakan masa depan monarki. Itu sebabnya, dia sampai turun menemui rakyat, hingga bersedia diwawancarai media asing untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun bungkam.