Misi luar angkasa mengirim manusia ke bulan terakhir kali dilakukan pada 1972. Misi serupa tak pernah diupayakan lebih lanjut, lantaran ongkosnya kelewat besar dan Amerika Serikat kala itu mengalami krisis minyak. Melalui program baru dengan sandi “Artemis” yang diungkap ke publik dua tahun lalu, lembaga antariksa AS (NASA) akhirnya berniat mengulang lagi pencapaian mendarat di bulan.
Kali ini, NASA berharap untuk pertama kalinya dalam sejarah sukses mendaratkan astronot perempuan ke permukaan satelit Bumi paling cepat pada 2024.
Videos by VICE
NASA menjabarkan program Artemis secara mendetail pada 22 September lalu. Ongkos mengulang pengiriman manusia ke bulan ternyata sangat besar, mencapai US$28 miliar (setara Rp419 triliun).
Dana itu mayoritas terserap untuk merancang mesin roket dan kendaraan yang nantinya akan dipakai astronot mengelilingi permukaan bulan. Secara spesifik, biaya US$651 juta akan dipakai untuk merakit pesawat ulang-alik Orion, buatan Boeing, yang bisa mengantar astronot berangkat ke bulan, lantas kembali ke Bumi. Biaya termahal adalah pengembangan wahana penjelajahan Bulan, disebut SLS, yang ongkosnya mencapai US$11,9 miliar.
Artemis merupakan dewi dari mitologi Yunani yang diyakini menguasai Bulan, yang statusnya adalah saudara kembar Apollo. Nama Artemis dipilih karena astronot yang dikirim kali ini perempuan, serta menjadi antitesis misi NASA Apollo 17 saat berhasil mendarat di Bulan.
Sepanjang sejarah misi antariksa, hanya 12 manusia pernah menginjakkan kaki di permukaan Bulan, semuanya laki-laki warga negara Amerika Serikat. Juru bicara NASA, Bettina Inclán, menyatakan lembaganya ingin menciptakan sejarah dengan menyodorkan narasi perempuan juga bisa menjelajah Bulan.
Kandidat untuk misi ini sudah bisa ditebak dari sekarang, mengingat Amerika hanya punya 12 astronot perempuan aktif, lima di antaranya baru lulus pendidikan lanjut. Meski begitu siapa yang nanti akan ditugaskan menjalani misi Artemis belum diumumkan ke masyarakat.
Direktur NASA Jim Bridenstine, menyatakan kandidat yang akan menginjakkan kaki pertama kali di Bulan pastinya astronot perempuan, “yang sudah teruji, berpengalaman di ruang hampa udara, dan pernah tinggal di Stasiun Luar Angkasa Internasional.”
Misi Artemis bukan hanya menjadi sarana Amerika memamerkan kedigdayaan teknologi. Dalam misi ini, para astronot juga diminta mencari potensi sumber air di Bulan, yang dapat menjadi katalis oksigen. Area penjelajahan permukaan dalam misi Artemis juga jauh lebih luas dibanding misi sebelumnya pada dekade 70’an.
“Kami harap misi ini bisa memberi lebih banyak informasi mengenai bulan, termasuk potensi ekonomi yang bisa kita kembangkan dari satelit tersebut, termasuk menginspirasi generasi penjelajah berikutnya,” kata Bridenstine lewat keterangan tertulis.
Pakaian hampa udara yang digunakan para astronot misi Artemis diklaim akan lebih ringan dan fleksibel dibanding senior mereka lima dekade lalu. Sehingga, penjelajahan akan lebih mudah dilakukan.
Uji coba awal misi Artemis dilakukan pada 2021, tapi pada awalnya masih menggunakan robot. Selanjutnya, persiapan misi mengangkut manusia dimulai serius pada 2023.
Follow Satviki di Instagram.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE Asia