FYI.

This story is over 5 years old.

Film

Penyebab Film-Film James Bond Era Daniel Craig Jadi Membosankan

Padahal awalnya dia dianggap menjanjikan. Tapi makin ke sini, filmnya makin gitu deh.
Foto dari arsip Sony Pictures/MGM.

Daniel Craig awalnya dianggap gambaran karakter James Bond paling akurat. Malah, sebagian kritikus sempat menyebutnya sebagai salah satu aktor terbaik yang memainkan peran ikonik tersebut. Lalu kenapa film-filmnya dia sangat tidak mengesankan? Biarpun dianggap sebagai reboot sukses dari sebuah franchise yang sempat mentok, mungkin penonton meremehkan bagaimana serunya menonton penjahat yang lebay, anak buah yang aneh, gadget yang tidak masuk akal, dan plot akhir dunia yang ambisius. Semua faktor norak tersebut menjadi bagian dari dunia fantasi mata-mata yang membuat karakter Bond sangat ikonik.

Iklan

Sebagai pemeran James Bond ke-22, Quantum of Solace merupakan salah satu film yang paling dinantikan pada 2008. Masih segar dari kesuksesan Casino Royale dua tahun sebelumnya, Eon Productions memberikan lampu hijau untuk produksi film James Bond berikutnya didalangi oleh penulis skenario Inggris berpengalaman, Neal Purvis dan Robert Wade, yang juga menulis tiga film Bond sebelumnya; Penulis skenario Million Dollar Baby dan Crash, Paul Haggis juga akan memoles skenarionya, dan disutradari oleh Marc Forster, yang mendapatkan penghargaan lewat film Monster’s Ball dan Finding Neverland.

Namun kunci dari film ini adalah Daniel Craig, yang lewat penampilannya dalam Casino Royale, berhasil membungkam para kritikus yang mengklaim dia terlalu garing, pirang, dan jelek untuk memainkan peran tersebut. Untuk pertama kalinya semenjak Connery (dan bahkan mungkin melebihinya), Bond ditampilkan sebagai sosok yang brutal dan dingin “senjata departemen pemerintah yang anonim dan tanpa basa-basi”, sesuai dengan visi awal penulis Inggris, Ian Fleming pada 1953. Disutradari oleh martin Campbell—yang sempat melahirkan kembali Bond lewat GoldenEye (1995)—Casino Royale merupakan reboot menyegarkan yang dibutuhkan franchise Bond, lebih masuk akal dan bisa dipercaya ceritanya dibanding film-film sebelumnya.

Quantum of Solace merupakan sekuel langsung dari film sebelumnya—pertama kalinya dalam sejarah franchise James Bond, penonton dibiarkan melihat Bond menghadapi konsekuensi dari tindakannya dari satu film ke film berikutnya. Namun film ini mengecewakan: Biarpun film ini menghasilkan tiga kali uang lebih banyak dibanding budgetnya di box office, ceritanya kacau, dan menampilkan terlalu banyak adegan laga dipotong cepat yang menyebabkan banyak kritikus membandingkannya secara negatif dengan franchise Jason Bourne. “Jangan pernah bikin James Bond jadi seperti ini lagi,” demikian ditulis Roger Ebert pada resensinya.

Iklan

Pada dasarnya, ada dua jenis plot film James Bond: Entah dia menghalangi tokoh jahat dari mengembangkan sebuah senjata super, atau menghalangi bisnis miliader jahat menghabisi para kompetitornya untuk menciptakan monopoli, dan Quantum of Solace masuk ke kategori kedua: menampilkan seorang pengusaha lingkungan yang berusaha mengontrol pasokan air Amerika Selatan. Masalahnya, selain penampilan James Bond sebagai karakter utama, tidak ada elemen lain yang membuat filmnya terasa seperti film James Bond—gak ada gadget, gak ada kalimat keren sok asik, tidak ada lagu tema John Barry hingga film berakhir. Dalam satu adegan, Bond bahkan menukar martini Vesper yang khas dengan Heineken.

Memang elemen-elemen ini juga tidak muncul di Casino Royale, tapi apabila film itu terasa seperti pergantian setir yang disengaja, Quantum of Solace terasa seperti menunda-nunda akibat kehabisan ide. Forster nantinya mengungkap kesulitan behind-the-scene film lewat wawancara bersama Majalah Collider pada 2016, menjelaskan bagaimana mogok kerja Serikat penulis skenario AS pada kurun 2007-2008 memaksa film masuk ke ranah produksi tanpa skenario yang lengkap: “Saya merasa, ‘Oke, skenario terburuk, mogok kerjanya terus berlanjut, filmnya saya jadiin semacam film balas dendam 70an aja; penuh laga, banyak potongan untuk menutupi fakta bahwa tidak banyak plot.’” Menghadapi tekanan besar untuk menyajikan follow-up yang sukses dari Casino Royale, Forster di satu titik sempat berpikir untuk keluar dari proyek film.

Iklan

Jadi beberapa masalah dengan Quantum bisa dimaklumi—tapi ini belum memperhitungkan Skyfall dan Spectre, dua film Bond berikutnya yang mengikuti tone dan struktur awut-awutan film tersebut. Memang, Skyfall (2012) merupakan peningkatan jauh dari film sebelumnya, menghasilkan $1.1 miliar di box office, pendapatan kotor tertinggi sepanjang seri dan pendapatan kotor tertinggi sedunia bagi Sony Pictures dan MGM. Skyfall memiliki semua resep dari sebuah film Bond bagus: seorang tokoh jahat yang terluka secara fisik dan emosional (penampilan Javier Bardem menghasilkan salah satu karakter Bond terbaik sepanjang masa), adegan perkelahian eksplosif di lokasi-lokasi indah, dan kembalinya Aston Martin DB5 yang pertama kali muncul di Goldfinger (1964)—lengkap dengan nomor plat orisinilnya: BMT 216A.

Sayangnya, plot film sama sekali tidak masuk akal. Bond membenci M karena memerintahkan Moneypenny untuk menembak seorang pembunuh bayaran yang sedang dia lawan di atas sebuah kereta—pelurunya justru menghantam Bond, dan menyebabkan hard drive berisikan identitas agen rahasia dunia dicuri. Alih-alih berusaha mencegah kekacauan yang timbul, Bond malah pensiun dan santai-santai di pantai, dan baru kembali ke London setelah pengeboman MI6. Petunjuk terbesar dalam menemukan pembunuh bayaran datang dari sisa peluru pembunuh tersebut, yang tertanam dalam bahu Bond—bukti yang bisa berguna beberapa minggu sebelumnya apabila dia tidak pura-pura mati.

Iklan

Dia gagal melewati tes fisik dan psikologi yang dibutuhkan untuk terus bisa bekerja sebagai seorang agen, tapi M tetap meloloskannya. (Dia juga ditekan habis-habisan atasannya akibat perilaku radikal Bond dalam Casino Royale dan Quantum.) Seorang hitman di Shanghai mengantarkan Bond menemukan sebuah chip poker, yang berujung ke sebuah kasino di Makau, dilanjutkan Bond menggoda seorang mantan budak seks, sebelum akhirnya bertemu dalang terorisme siber Raoul Silva (Javier Bardem), yang dikhianati M beberapa tahun sebelumnya, membiarkan dirinya ditangkap oleh Bond sebagai cara untuk mendekati M dan membunuhnya.

Biarpun memiliki banyak pengetahuan terorisme siber, toh nyatanya rencana SIlva hanyalah menembak mati M di Gedung Parlemen. Bond membantu menggagalkan serangan dan membawa M ke Skyfall Lodge, rumah keluarganya di Dataran Tinggi Skotlandia, di mana Bond dan penjaga rumah (Albert Finney) menyiapkan jebakan-jebakan ala Home Alone untuk menjebak Silva dan tentaranya.

Rencana ini gagal dan M terbunuh, yang kemudian menghasilkan beberapa pertanyaan: Kenapa juga sebuah rumah terpencil, yang mudah disergap dan tidak punya dukungan, justru menjadi lokasi pilihan Bond untuk menyembunyikan M? Kenapa dia tidak dihentikan oleh ratusan Royal Marine di Skyfall? Kenapa Bond enggak menurunkan M di kota mana gitu agar dia bisa bersembunyi? Dan semenjak kapan James Bond tiba—tiba memiliki masalah psikologis mendalam yang memaksanya kembali ke rumah masa kecilnya?

Iklan

Di film Spectre (2015), Eon Productions nampaknya sadar bahwa penonton mulai lelah akan nuansa gelap yang ditampilkan beberapa film terakhir Bond, dan film-film ini—intinya sekuel dari Casino Royale—harus memiliki arah yang baru. Jadi mereka memberikan semacam penghormatan untuk karakter-karakter klasik dengan cara memasukkan elemen serupa, seperti anak buah bos jahat bertubuh kekar mirip dengan Oddjob atau Jaws (Mr. Hinx, dimainkan oleh Dave Bautista), kunjungan ke laboratorium Q demi mendapat gadget baru (dan melihat beberapa yang dia tidak boleh sentuh), adegan kejar-kejaran mobil Aston Martin melewati jalanan kota Roma, dan banyak lawakan visual dan one-liner.

Christoph Waltz memainkan musuh Bond paling terkenal, Ernst Stavro Blofeld, “Arsitek dari semua rasa sakit Bond”; Dia adalah pemimpin Spectre, sebuah organisasi internasional ikonik yang memiliki hubungan dengan setiap tokoh jahat dari setiap film Craig, memaksa Bond mencoba menghentikan program intelegensi dan pengawasan ala Skynet. Spectre dimaksudkan untuk membungkus semuanya dan menciptakan semesta mirip dengan Marvel dan waralaba the Fast and the Furious, biarpun filmnya terasa penuh gimmick. Waltz, biarpun selalu menakjubkan ketika memainkan peran jahat di film lainnya, tidak membawa kualitas menakutkan yang sama ketika berhadapan dengan Craig yang lebih tinggi, kuat dan secara fisik mengintimidasi.

Kejutan besar Spectre adalah bahwa Bond dan Blofeld sebetulnya adalah saudara kandung, dibesarkan oleh seorang lelaki yang dibunuh Blofeld sebelum menciptakan kerajaan jahatnya sendiri. Dengan cerita latar Bond sebagai anak yatim tajir yang berubah menjadi detektif pembasmi kejahatan yang melawan penjahat kejam, film Bond Daniel Craig kurang lebih menyerupai trilogi Batman milik Nolan; atau versi buruknya, sekedar mengkopi Goldmember.

Seiring waktu, film James Bond telah mendapat banyak kritik, mulai dari sejarah rasisme, seksisme, misogini, stereotip, dan xenofobia hingga fakta bahwa ketika karakter perempuan tidak berhubungan seks dengan Bond, mereka disiksa dan dibunuh. Ini adalah tipe plot yang harusnya dibiarkan mati perlahan-lahan dan ditinggalkan di masa lalu, tapi di pusat franchise—dan yang memisahkan franchise Bond dari banyak seri laga lainnya—adalah elemen petualangan, bahaya, keanggunan, dan kegembiraan. James Bond sinonim dengan gadget teknologi tinggi, mobil sport, lokasi indah dan adegan laga yang seru, martini, banter yang nakal, dan tokoh penjahat maniak yang menggunakan metode aneh untuk menguasai dunia. Esensi dari film James Bond adalah mendengar James Bond menyebut namanya di hadapan orang, dan melihat dia meledakkan musuh dan markas rahasia mereka—sambil mengenakan tuxedo yang terus rapi.

Inilah yang kita inginkan dari film Bond—karena biarpun Daniel Craig membawa elemen lain ke karakter, film-filmnya telah meninggalkan banyak sisi keren franchise ini. Semoga, orang akan ingat bahwa sisi seru dan fun-lah yang membuat film-film ini nyangkut di kepala. Lagian kita kan gak bayar tiket buat nonton Jason Bourne atau John McClane. Kita dari awal sekadar berharap melihat lelaki Inggris bergaya dandy mengucapkan dialog ikonik ini: "Namaku Bond. James Bond."