FYI.

This story is over 5 years old.

rahasia tata surya

Cara Suku Aborigin Membaca Pergerakan Bintang Sejak Puluhan Ribu Tahun Lalu Bakal Mengejutkanmu

Penduduk Australia masa lampau mengikuti pergerakan interstellar dengan cara-cara sangat canggih, memandang ke langit pada malam hari berbekal sepasang mata yang berbeda dari mata kita di era modern.
The Emu. Foto via Barnaby Norris

Budaya penduduk asli Australia adalah budaya lawas yang masih diamalkan hingga kini. Bisa dibilang tak ada kebudayaan lain yang bisa bertahan begitu lama dibanding budaya mereka. Kendati sudah begitu jadul, tetap saja ada rahasia-rahasia yang baru bisa terkuak sekarang-sekarang ini. para peneliti modern baru mulai menelaah wawasan yang didapat dari 50.000 tahun kehidupan—dan hal ini berhubungan dengan astronomi. Penduduk Australia pertama mengikuti jejak dan memprediksi pergerakan antar bintang dengan cara yang amat canggih, mendongak menatap langit dengan sepasang mata yang berbeda dari mata kita. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hal-hal yang bisa kita pelajari dari mereka, saya menemui Dr. Alan Duffy dari Swinburne University, yang spesialisasinya adalah astronomi pribumi.

Iklan

Allan Duffy dalam kantornya di Swinburne. Foto oleh David Allegretti.

Saya bertemu dengan astrofisikawan 31 tahun itu di Melbourne. Saya mulai percakapan kami dengan menanyakan soal bukti astronomi pre-Eropa.

“Ada susunan bebatuan di seluruh Australia yang secara akurat sejalan dengan arahan astronomi yang disebut titik kardinal,” ujar Duffy. Yang paling menarik adalah akurasi lokasi-lokasi bebatuan tersebut diletakkan. Duffy bilang hal ini mengindikasikan bahwa Penduduk Pertama Australia mengenali siklus astronomis selama berdekade-dekade, dan menyusun bebatuan dengan cara yang sangat akurat. “Saya juga kaget sewaktu mengetahuinya,” ujarnya dengan antusias. “Padahal, saya rasa ada banyak orang yang tidak bisa menetapkan arah timur atau barat—kita udah terlalu dimanja dengan GPS dan ponsel.”

Dia menunjukkan foto lainnya pada laptopnya dan menjelaskan cara-cara Penduduk Pertama Australia membayangkan konstelasi ini. Meski warga Barat membuat bentuk-bentuk dari bintang-bintang dan titik terang, seperti puzzle menggabungkan titik, penduduk pertama Australia melihat gambar-gambar pada bagian yang gelap juga. Duffy mengarah pada sebuah gambar di layar sebagai contoh. Yang saya lihat adalah nebula berwarna cokelat keruh dengan garis hitung di tengah-tengahnya. Dalam garis hitam tersebut, orang-orang Aborigin melihat sebuah emu, meski menurut astronomi Barat susunan tersebut disebut Coalsack Nebula. “Jadi, kamu bisa melihat langit yang sama dengan cara yang sepenuhnya berbeda.”

Iklan

Dia kemudian menjelaskan bahwa bagi suku Aborigin, rasi bintang juga memiliki aspek praktis. Emu hanya tampak pada akhir April dan awal Mei, berbarengan dengan saat emus bertelur. “Jadi, pada dasarnya, itu adalah kalendar,” ujarnya. “Panduan untuk mengetahui kapan waktu makan malam, kapan waktu keluar rumah dan mencari protein.”

Yang sebenarnya lebih menakjubkan adalah fakta bahwa penduduk pertama Australia berhasil menanamkan pelajaran sosial ke dalam kisah-kisah astronomi mereka. Duffy merujuk pada sebuah klaster perbintangan yang disebut Magellanic Clouds, yang merupakan kabut dari galaksi sekitar. Ada bintang-bintang yang dikelompokkan sekitar coretan hitam, yang membentuk sungai. Lalu, jauh dari kelompok utama, ada dua rangkaian bintang yang lebih kecil. Orang-orang di Arnhem Land memandang hal ini sebagai api unggun di sepanjang sungai, sementar bintang-bintang yang lebih jauh adalah pasangan lansia yang sudah terlalu sepuh untuk menyelesaikan perjalanan.

“Jadi, anak-anak muda menyebrang dan menjaga sang pasangan lansia. Setiap kali kamu memandangi langit malam, kamu akan teringat pada tugas-tugasmu sebagai masyarakat—untuk menjaga orang tua,” ujar Duffy lalu tersenyum.

Selanjutnya dia menunjuk pada rasi Orion pada layar laptopnya. Dia menjelaskan bahwa saat dilihat lewat sudut pandang warga Australia, Orion terbalik, jadi suku Yolngu dari Arnhem Land memandang tiga saudara laki-laki dan sebuah kano. Mereka menyebut hal ini Djulpan, yang merupakan legenda Aborigin terkenal.

Iklan

Suatu hari, tiga saudara laki-laki memutuskan untuk pergi memancing, meski dilarang oleh para sesepuh. Saat itu sedang musim badai dan memancing bisa jadi berbahaya. Ketiga saudara laki-laki itu mengabaikan peringatan tersebut dan kekeuh pergi. Mereka kemudian duduk di kano mereka selama berjam-jam tanpa berhasil menangkap apa-apa selain kingfish, yang merupakan sebuah masalah karena ikan tersebut merupakan totem di suku mereka. Memakan ikan tersebut sama dengan memakan daging saudara sendiri.

Awan Magellanic. Foto via NASA

Pada akhirnya satu dari ketiga saudara laki-laki tersebut membunuh satu ekor, menyebabkan Walu, sang Sun Woman, marah. Walu mengambil awan-awan badai dan mengubahnya menjadi sebuah puting beliung yang mengangkat kano tersebut dan mengempaskan ketiga saudara laki-laki itu ke langit. Sampai sekarang, mereka belum turun.

Kisah ini merupakan contoh menarik soal pelajaran moral yang tertanam dalam penceritaan astronomi. Ada sebuah pelajaran soal mentaati peraturan sakral, dan mendengarkan nasehat orang tua. Tak hanya itu, tapi ada pula aplikasi praktis. Djulpan hanya tampak dari Februari hingga Maret, saat pancaroba dimulai. Itu tandanya tidak aman pergi memancing.

Akhirnya, setelah menampilkan gambar klaster Pleiades, Duffy menjelaskan bagian favoritnya soal astronomi penduduk asli. “Dalam banyak budaya hal ini disebut Seven Sisters,” ujarnya. “Mereka hanya berbaring di bawah Orion the Hunter jadi saat langit malam berganti, ketujuh saudara perempuan itu kabur dari Orion.” Dia kemudian menjelaskan bahwa ada kisah-kisah serupa soal seorang pemburu atau nelayan yang mengejar tujuh perempuan di Australia, dan kisah ini bermula saat belum ada kontak antara suku Aborigin dan Yunani. “Jadi, biasanya kisah ini diceritakan di seputar api unggun di seluruh Afrika, dan selama 40,000 tahun terakhir kita telah menceritakan kisah yang sama saat kita berkeliling dunia, yang saya senangi dan percayai.”

Sebelum wawancara berakhir, obrolan kami jadi sedikit murung. Memandangi bintang-bintang di langit adalah pengalaman indah yang membuat kita tersadar betapa kecilnya kita, dan Duffy sepakat. Masalahnya, kita mulai kehilangan bintang-bintang kita akibat polusi cahaya, dan itu artinya kita kehilangan kisah-kisah terlama manusia. Duffy sejenak merenungkan hal ini. “Saya rasa jika semua orang mematikan lampunya dan melihat apa yang mulai menghilang, mereka tidak akan menyalakannya lagi. Dan kalaupun kita tetap menyalakan lampu, mungkin tidak akan sebanyak dulu-dulu.”