FYI.

This story is over 5 years old.

Melawan Bosan

Acara Makeover TV Menjadi Pelipur di Kala Depresi

Acara ‘Say Yes to the Dress’ bikin aku bilang ‘iyes’ pada hidup.
Dicuplik dari YouTube

Setelah percobaan gagal yang tak kuingat jumlahnya, aku akhirnya menemukan semacam solusi untuk gangguan kecemasan dan keputusasaanku. Ia gratis. Dan ia sudah tersedia sejak lama. Ia adalah… acara makeover.

Aku ingat betul: saat itu hari Rabu, aku terbangun dengan perasaan ringsek, lebih-lebih dari biasanya, dan pulang kantor dalam keadaan rongsok. Seolah-olah seseorang sedang menempatkan duniaku di bawah mikroskop, aku terpaksa melihat dan mengakui segala yang suram dan buruk dalam hidupku.

Iklan

Saat itu upahku tak seberapa, jam tidurku awur-awuran, dan berat badanku naik drastis. Aku telah menggadaikan jiwa ini pada iblis dan mengabaikan kesehatanku. Di samping itu, aku masih harus ngantor dua hari lagi sebelum akhir pekan tiba.

Malam itu aku kekeh ingin menghibur diri. Aku kepikiran untuk mengosek lantai kamar mandi supaya capek dan bisa tidur nyenyak, tapi bahkan untuk mandi saja aku nggak sanggup. Bisa saja aku menangisi keadaan, tapi aku punya kecenderungan memalukan: Kalau sudah nangis, susah berhentinya. Nangis malah akan mempercepat kehancuranku dan besok paginya aku bakalan terbangun dengan mata bengkak. No, thank you.

Sementara menunggu ide lebih bagus muncul, aku nyalain teve dan nggak sengaja nonton episode ulangan acara Say Yes To the Dress. Duh. Ini acara isinya cuma calon pengantin perempuan nyoba-nyobain baju kawinan? Yailah remeh amat.

Tetapi, semakin kutonton, badanku rasanya semakin ringan. Seselesainya acara itu, aku merasa tehibur dan tergugah. Aku telah bertransformasi menjadi individu yang sepenuhnya baru. Seperti calon pengantin di acara itu, aku siap bilang ‘iyes’ pada semua kesempatan dalam hidup. Aku nggak paham apa yang sedang terjadi, yang kutahu cuma: aku senang!

Kini, setiap aku merasa nggak bersemangat atau sedih, aku bakal nyalain teve atau buka YouTube buat nontonin episode-episode acara How Do I Look Asia, Bedah Rumah—pokoknya acara makeover apapun yang belum pernah kutonton—supaya aku bisa senang dengan instan.

Iklan

Sebagian orang merasa mereka terlalu intelek buat nonton teve dan terlalu berbudaya buat nonton acara makeover yang jelas-jelas nggak realistis dan mudah ditebak. Ya, aku juga tahu, kenyataannya proses merombak rumah memakan waktu lebih lama daripada yang disebutkan si pembawa acara. Tapi toh acara-acara ini bikin aku merasa jauh lebih bahagia dengan lebih cepat ketimbang terapi seharga Rp1 juta per kedatangan dengan psikolog (yang ngakunya) terbaik di Jakarta. Curhat sampai sesenggukan pada seorang tenaga profesional tetap nggak bisa mengalahkan perasaan lega setelah nonton acara makeover sepulang kerja.

Temanku bilang, wajar saja orang-orang kepincut dengan acara-acara ini. Sebab, sejak kecil kita dibiasakan dengan premis-premis seperti “from zero to hero,” “itik buruk rupa yang berubah menjadi angsa rupawan,” dan lain-lain.

Pada awal episode, kita bakal melihat subjek yang punya satu persoalan spesifik. Dia perlu bantuan, segera. Aku suka suasana genting yang diciptakan acara ini. Aku jadi fokus pada persoalan si subjek dan pelan-pelan lupa dengan masalahku sendiri. Biasanya, si subjek membutuhkan baju untuk hari pernikahan, penampilan baru, atau renovasi rumah. Tapi, dia tidak pernah membutuhkan ketiganya sekaligus, setidaknya bukan di acara yang sama. Bagian ini kurasa sangat menyegarkan, karena aku melihat dunia yang kuimpikan, tempat orang-orang bisa mengatasi masalah-masalah kehidupan satu demi satu.

Iklan

Selain itu, subjek acara ini mirip denganku! Ya, memang nggak mirip dari segi fisik, karena para CPW di Say Yes To the Dress sebagian besarnya kaukasia. Tapi, sepertiku, mereka nggak terkenal, atau tajir, dan hidup mereka kusut. Kami sama-sama butuh dibantu. Jadi, menyaksikan keluarga pemilik rumah di Bedah Rumah memasuki rumah mereka yang baru dirombak dan untuk pertama kalinya dilengkapi mebel, seketika sujud syukur, aku jadi percaya suatu hari nanti akan ada orang asing yang tiba-tiba mau mengubah hidupku 180°. Amin.

“Acara kayak gitu emang ngasih kita harapan sih,” kata temanku tadi. “Kalau hidup orang-orang ini bisa berubah lebih baik, kenapa hidup kita nggak bisa?”

Dan yang terpenting, dalam acara makeover, progres bersifat kasat mata. Apalah gunanya perubahan kalau kita nggak bisa melihatnya, kan? Dalam kehidupan sehari-hari, progres membutuhkan waktu dan jarang-jarang bisa kelihatan. Tempo hari saat rehat makan siang aku bilang ke teman sekantorku, meski sudah rutin berolahraga, kenapa aku nggak kunjung terlihat lebih ramping? Percuma dong capek-capek olahraga. Dia bilang, mungkin sebaiknya aku memandang olahraga bukan sebagai sarana menguruskan badan, melainkan sebagai bagian dari gaya hidupku yang baru. Ya, sama, aku juga nggak ngerti dia ngomong apa.

Pokoknya, aku mau progres dan aku mau progres ini terlihat. Sampai tiba waktunya aku bisa mendapatkan itu pada kehidupan nyata, aku mending mantengin acara makeover. Lebih baik melihat perubahan pada hidup orang lain daripada nggak melihat perubahan sama sekali.

Kamu bisa membantah ini semua, tapi nanti. Sekarang acaranya mau mulai, aku nonton dulu.

*Penulisan versi bahasa Indonesia diubah pada Senin 25 Juni. Tak ada yang berubah dari isinya.