FYI.

This story is over 5 years old.

Cara Kerja Pikiran

Sering Bermimpi Bisa Membantu Kita Menghadapi Duka Usai Kehilangan Orang Tersayang

Selama masa transisi brutal—putus dari pacar, perceraian, kehilangan orang yang dicintai—mimpi menjadi sangat jelas dan nyata hingga orang skeptis saja mengakui visi nokturnal tersebut.
konsep mimpi
Ilustrasi ini Chelsea Victoria/Stocksy 

Mimpi memang susah dipahami, dan sebagian banyak orang sudah melupakan mimpi mereka saat bangun pagi. Tetapi dalam fase-fase kehidupan yang penuh dengan duka—putus dengan pacar, perceraian, kehilangan orang yang dicintai—mimpi menjadi sangat jelas dan nyata hingga orang skeptis saja mengakui visi nokturnal tersebut.

Dari akhir dekade 70'an hingga tahun 2000'an, psikologis Rosalind Cartwright melaksanakan sebuah seri penelitian terhadap mimpi orang yang baru bercerai. Dalam satu eksperimen, dia mengundang enam puluh orang yang sedang berada dalam proses perceraian—sekitar setengah darinya depresi—untuk menginap tiga malam di laboratorium tidur, sekali pada awal perceraian mereka, dan sekali lagi dua belas bulan kemudian.

Iklan

Di awal proyek tersebut, sepertiga peserta dalam grup depresi melapor bahwa mereka bermimpi tentang mantan mereka. Pada akhir tahun, mereka yang bermimpi tentang mantan mereka pada awal eksperimen lebih mungkin pulih secara praktis dan psikologis; suasana hati mereka lebih positif, keadaan finansial mereka lebih stabil, dan pengalaman romantis mereka lebih memuaskan. Tampaknya, bermimpi tentang perceraian mereka membantu mereka melupakannya.

Dalam penelitian lain, Cartwright melihat jurnal mimpi orang yang telah bercerai dan berusaha untuk menentukan apa yang membuat mimpi-mimpi tertentu bersifat lebih terapeutik. Kali ini, dia melacak mimpi dua puluh sembilan perempuan, sembilan belas darinya sudah depresi pada awal eksperimen ini, pada lima bulan pertama perceraian mereka. Mereka yang sudah mulai memulihkan diri cenderung berinteraksi dengan mantan mereka dalam mimpi secara aktif dan tegas. Satu perempuan melihat mantan suaminya mempermalukan diri di sebuah pesta dan merasa lega karena sudah tidak menikah dengannya. Ada pula yang mengungkapkan dendam terhadap mantannya dan pacar barunya.

Mimpi-mimpi ini jelas dan rumit; para peserta memimpikan aneka ragam tokoh dan memadukan elemen-elemen berbeda dari masa lalu dan masa kini pemimpi. Mimpi-mimpi grup lainnya—yang terjebak dalam depresi mereka—cenderung lebih sederhana dan tidak emosional, dan pemimpinya berperan lebih pasif. Sebuah mimpi, seorang peserta melihat mantannya tertarik dengan perempuan lain saat mereka sedang berkencan. Ada pula seorang perempuan yang hanya melihat mantannya berbelanja sepatu.

Iklan

Mimpi juga bisa membantu kita mengatasi ujian hidup yang tak terduga, misalnya seperti menerima kematian. Setiap orang punya cara berkabungnya sendiri. Akan tetapi, sebagian besar dari kita tetap berkabung saat sedang tidur. Kita memimpikan mendiang orang terkasih atau terdekat secara jelas. Penelitian tahun 2014 mengamati 300 orang yang sedang berduka di sebuah rumah perawatan di New York. Sebanyak 58 persen dari mereka masih ingat setidaknya satu mimpi tentang orang yang sudah meninggal.

Meskipun mimpinya tidak selalu indah, tetapi mampu menenangkan hati orang yang berduka. Mimpi-mimpi ini membantu mereka menerima kehilangan, meningkatkan spiritualitas, dan menjadi pribadi yang lebih positif. Seringnya, kita memimpikan mendiang yang tampak lebih muda dan sehat. Mimpi ini menunjukkan kalau mereka baik-baik saja di sana dan memberikan harapan bagi yang masih hidup.

Setelah ayah psikolog Patricia Garfield meninggal, dia memutuskan untuk mewawancarai beberapa perempuan lain yang baru-baru ini ditinggal mati oleh orang terpenting dalam hidupnya. Dari wawancara ini, dia menemukan bahwa mimpi mereka sangat berkaitan dengan fase berkabungnya. Mimpinya akan berubah ketika mereka sudah mulai menerima kenyataan. Awalnya, orang yang meninggal akan kembali hidup dan mengajak mereka berbicara soal kematian mereka. Mimpi ini sangat mengganggu, membuat orang yang ditinggalkan merasa amat bersalah karena telah "membiarkannya" meninggal.

Iklan

Enam minggu setelah ayah Philip Roth tutup usia, dia bermimpi kalau ayahnya kembali ke dunia. Mendiang ayahnya marah karena tidak terima dengan pakaiannya saat dikubur. "Yang tampak dari kain kafannya hanyalah wajah marah ayah," tulis Roth dalam memoarnya Patrimony. Orang yang bermimpi mungkin merasa kesal karena mendiang telah membodohinya atau membuatnya patah hati. Tapi, ada juga yang merasa semakin sedih setelah bangun tidur. Meskipun sakit, mimpi-mimpi seperti ini dapat menyadarkan orang berkabung kalau almarhum atau almarhumah memang sudah pergi untuk selamanya.

Garfield menyebut fase berikutnya sebagai disorganisasi. Selama fase ini, mendiang akan muncul di mimpi untuk mengucapkan selamat tinggal atau melakukan perjalanan yang tak dapat ditentukan. Seorang duda dalam penelitian Garfield pernah bermimpi pergi ke bandara bersama istrinya. Setibanya di sana, istrinya berjalan ke arahnya, melambaikan tangan, dan mengatakan kalau mereka akan bertemu lagi suatu saat nanti.

Bagi laki-laki ini, mimpi tersebut mengizinkannya untuk menjalani kehidupan seperti biasa, dan menyiratkan kalau dia bisa menikah lagi nanti. Pada tahap akhir, orang yang berkabung telah menerima kehilangannya. Mereka akan bermimpi indah di mana sosok mendiang tampak lebih muda dan sehat. Orang yang sudah meninggal itu akan menghibur atau menasihatinya.

Deidre Barrett, peneliti tentang tidur, pernah memimpikan sosok perempuan muda. Sebelumnya dia sempat mengurus neneknya yang meninggal karena kanker. Mimpinya bisa dijadikan contoh dari siklus ini. Mimpi awal Barrett awalnya membuat dia merasa bersalah. Dalam salah satu mimpinya, neneknya bilang kalau mereka perlu mengulang kematiannya lagi. Siapa tahu perempuan tadi benar melakukannya.

Di mimpinya yang lain, dia menyuruhnya menelepon polisi karena dia mati keracunan, bukan karena kanker. Ketika keadaan perempuan muda tersebut semakin membaik, dia bermimpi kalau dia kembali menjadi anak-anak. Neneknya memandikannya dengan air hangat, mengatakan kalau ia menyayangi cucunya, dan menjelaskan kalau dia akan masuk surga. "Sejak itu," kata perempuan tersebut. "Saya berdamai dengan kematian nenekku."


Artikel ini diadaptasi dari buku Why We Dream: The Transformative Power of Our Nightly Journey (Eamon Dolan/Houghton Mifflin Harcourt) yang terbit pada 20 November lalu.

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic