Howie Lee Adalah Perwakilan Suara-Suara Urban Underground China

FYI.

This story is over 5 years old.

Musik Elektronik

Howie Lee Adalah Perwakilan Suara-Suara Urban Underground China

Produser musik elektronik berbasis di Beijing itu memandu kita menyongsong dunia yang semakin membingungkan.

Artikel ini pertama kali tayang di THUMP.

Pada sat malam di bulan Juni lalu, saya sedang asik duduk di sebuah apartemen di Tokyo. Tiba-tiba bunyi notifikasi keluar dari lapto saya. Ternyata ada pesan skype dari Howie Lee yang memberitahu kalau dirinya sudah cukup santai untuk diwawancarai.

Saya lantas sadar bawah bunyi notifikasi Skype yang barusan terdengar adalah bebunyian pertama di Homeless, album mini terbaru Howie Lee, seorang seniman asal Beijing. Notifikasi Skype, oleh Lee, disample di track pertama berjudul "四海 Four Seas." Skype adalah salah satu aplikasi ngobrol online paling populer yang menghubngkan jutaan orang yang tinggal di seluruh penjuru dunia. Bagi Lee, Skype adalah metafor yang pas banget untuk menggambarkan sense of belonging di dalam dunia di aman identitas kita tak dibatasi oleh batasan geografis.

Iklan

Setelah percakapan kami dimulai, saya bisa melihat produser woles berumur 31 tahun di layar. Lee mengenakan kaos santai dan kacamata dan tampak sedang duduk di ruang tamu rumahnya yang dia tinggali bersama istrinya, seorang seniman dan DJ yang dikenal dengan nama panggungnya, Veeeky.

Enam tahun terakhir ini, Lee menjelma jadi salah satu nama paling disegani di kancah musik elektronik Cina. pada tahun 2011, DJ satu ini menggagas sebuah party yang kini berubah menjadi label rekaman, Do Hits—sebuah kolektif yang dianggap bertanggung jawab atas sound baru di klab-klab Cina, yang memadukan musik tradisional dan kebudayaan populer yang tengah ngetren dengan sudut pandang yang kekinian.

Dalam debut pertama Lee yang keluar tahun lalu, Mù Chè Shān Chū, Howie menaruh layer berisi bebunyian instrumen musik tradisional Cina di atas beat-beat trap, memadukannya dengan pertunjukan audio visual animasi 3-D yang digarap dengan teknologi Kinect. Namun dalam Homeless, Lee benar-benar menjauhi lantai dansa, mengoplos renteten pukulan perkusi nakal dan bass menggetarkan dengan potongan vokal dan isian akustik sekenanya. Hasil akhirnya, Homeless terdengar seperti sebuah kolase suara yang dicabut paksa dari asalnya.

Di awal perbincangan kami, Lee bicara dengan suara yang lurus-lurus seperti malu menunjukkan emosinya. Tapi, ketika saya mulai bertanya tentang karyanya yang mencampuradukan beragam genre, dia langsung girang. "Aku sih pengen terus berubah," ujarnya. "Aku enggak mau terperangkap dalam satu ranah, komunitas atau apapun namanya. Orang didekatku hapal sekali aku melewati batas-batas genre."

Iklan

Lee terlahir dengan nama Huadi Li pada tahun 1986 di sebuah kota pantai, Beidaihe. Saat usianya baru menginjak tiga tahun, keluarga Lee pindah ke Beijing, kota yang kini didaku Lee sebagai kampung halaman. Setelah menjajal gitar di usia belasan, seorang teman mengenalkan Lee pada Guitar Pro dan FruityLoops.

Saat itu, musik komputer masih asing bagi Lee. referensinya paling banter cuma lagu-lagu pop standar. "Aku belum jadi DJ waktu itu," tutur Lee. "Aku malah belum tahu apa itu dance music." akan tetapi, dalam waktu singkat, referensi musik Lee meningkat pesat berkat praktek impor CD atau kaset bekas dari Amerika Serikat untuk mendaur ulang kemasan plastiknya—dalam bahasa Cina, praktek ini dikenal dengan nama dakou.

Menurut China with a Cut—sebuah buku karangan Jeroen de Kloet tentang generai dakou Cina—CD dakou sangat mempengaruh musisi rock Cina di tahun 1990an saat musik dari luar Cina masih disensor atau bahkan dilarang beredar oleh pemerintah komunis. Akibatnya, seperti yang ditulis oleh de Kloet dalam bukunya CD-CD ini "membuat lahan bermusik baru yang secara resmi tak pernah ada di Cina" dan "banyak membantu terciptanya era rock baru."

Itulah masa-masa ketika Lee tengah tumbuh dewasa. CD-CD bekas dari AS ini mempertemukan Lee dengan Nirvana dan Moby dan katalog dreamy dari label legendaris Inggris, 4AD.

"Aku sembarangan ngambil saja sih" kata Lee mengenang pengalamannya bertukar CD dakou bersama teman-temannya. "[CD-CD dan kaset-kaset ini] dilubangi di tengahnya, jadi kamu kadang kehilangan satu lagu." berawal dari pengalaman mendengarkan album yang tak lengkap inilah, Lee mulai mengeksplor karyanya sendiri.

Iklan

Semasa kuliah Lee pernah menjadi bassist sebuah band pop-punk. Setelah itu, Lee mengalihkan perhatian pada proyek solo elektroniknya.

Pada tahun 2011, setelah mendirikan label rekaman eletro house, Howie Lee menggagas kolektif Do Hits bersama beberapa musisi elektronik Cina seperti Sulumi, Guzz and DJ Billy Starman. DJ-DJ muda Cina ini berharap party bulanan mereka bakal menjadi alternatif bagi klub mainstream yang menawarkan EDM dan trap. Rangkaian party mereka ternyata sukses besar, menurut Lee, yang menganggapnya sebagai party "yang bikin keringatan."

Di tahun yang sama, Howei Lee harus meninggalkan Beijing untuk melanjutkan kuliah master di bidang Sound Art di London College of Communication. Kendati saat itu, Lee tengah sibuk dengan segambreng proyek beragam genre dari trip hop sampai ambient, justru bass music lah yang bikin nama Howie Lee masuk radar musisi dan label rekaman dunia. Pada tahun 2012, karya Lee masuk remix resmi Snoop Lion. di samping itu, Lee mendapatkan dukungan untuk merilis album di label Inggris Trapdoor dari Plastician, Scratcha DVA, dan Gilles Peterson dari BBC.

"Aku sebelumnya mikir kalau aku bisa bikin bass music Inggris, kayaknya bakal keren," tutur Lee. "Aku ingin jadi bagian sesuatu. Tapi setelah kamu jadi bagian dari itu, kamu bakal mikir 'aku bisa ngapain lagi ya?'"

Ketika kembali ke Beijing pada tahun 2013, Lee meluaskan Do Hits untuk menjadi sebuah label rekaman. Langkah pertama yang dilakukannya adalah merilis karya musisi underground Cina (dalam format yang nyawan bagi telinga barat). Menurut Lee, ini adalah sebuah usaha untuk membedah kancah musik elektronik Cina, yang tak terlacak oleh penggemar musik di luar Negeri Tirai Bambu.

Iklan

Tahun lalu, ketika mengunggah track terbarunya dari album pendek Homeless, "四海 Four Seas" ke website musik Cina, Xiami, Lee terkaget-kaget melihat track garapannya nangkring posisi tertinggi tangga lagu EDM Xiami. Sayangnya, karena track tersebut hanya tersedia di Xiami, lagu ini hanya bisa didengar penikmat musik di Cina. Lee menjelaskan bahwa kebanyakan musik-musik baru di Cina tak pernah kedengeran di barat karena cuma dilepas di platform digital di sana.

"Sangat menarik ketika aku akhirnya aku hidup dalam bubble," ujar Lee. "Cina itu kan luas sekali," lanjut Lee. "Ada banyak informasi yang tersembunyi di sini."

Lee mengakui bahwa musik dan karya visualnya mengambil inspirasi dari makin samarnya batas antara lanskap fisik dan digital Cina. "Di Cina, kamu bisa jalan-jalan keluar rumah dan tiba-tiba masuk ke dunia digital," katanya, menggambarkan layar LED yang menutupi kota Beijing "semua pariwara dan propaganda ini bisa ditemukan di manapun. Bagiku ini sangat inspiratif."

"Di Cina, kamu bisa jalan-jalan keluar rumah dan tiba-tiba masuk ke dunia digital. Bagiku ini sangat inspiratif."—Howie Lee

Karena realitas virtual kerap didefenisikan sebagai sesuatu yang bisa kamu alami lewat headset dan software termutakhir, kita kerap telat ngeh bahwa kita sesungguhnya terkurung dalam dunia virtua. Kita menciptakan persona digital di Facebook atau dalam kasus Cina, Weibo—twitter versi Cina. "Orang-orang sudah hidup dalam dunia virtual, tapi kita masih saja ngobrol panjang lebar tentang realitas virtual," seru Lee.

Iklan

Lee lantas menggunakan percakapan kami di Skype sebagai sebuah ilustrasi. "Aku ngobrol sama kamu di sini. Ini kan luar biasa." katanya, sambil membuat tanda terpukau dngan menaruh jari di pelipis. "Semuanya dan di mana pun, adalah lapisan di atas lapisan dunia lainnya."

"Tumpukan lapisan dunia" mungkin frase yang tepat untuk menggambarkan Homeless. Di track "Sha Xiao," sample vokal dari film gangster Cina dimainkan di atas suara mirip tembakan senjata api, hentakan taiko dan synthesizer yang bernuansa Timur Tengah. Sebagai mozaik bunyi dari seluruh penjuru dunia Homeless menjelma menjadi Timur Jauh di dunia maya, mirip seperti Sinofuturisme, sebuah gerakan estetik yang mengeksplor Cina pasca-manusia di masa depan.

Salah satu tangan Lee mengambil sebuah instrumen tradisional Cina dari rak buku dibelakangnya. Rawap—nama instrumen itu—merupakan alat musik gesek dengan leher panjang dan terbuat dari kulit ular dan tulang unta. Rawap adalah salah satu instrumen yang digunakan dalam album Homeless. "Usianya mungkin sudah 50 tahun," katanya. Ini pasti instrumen legendaris Cina, begitu tebakan songong saya dalam hati. Howie mulai memainkan rawap menghadap laptop. "Apapun yang kamu mainkan, baik itu mesin atau instrumen betulan, sebenarnya itu enggak terlalu penting. Musik bisa seadanya atau sebaliknya terlalu berlebihan. Aku termasuk orang yang berlebih-lebihan dengan musik."

Malam terus berjalan dan lampu lalu lintas di luar jendela apartemenku di tokyo mulai berkedip. Pikiranku melayang ke Homeless, di mana suara klakson mobil, roda sepeda, musik yang keluar dari headphone membuat kita merasa sedang berada dalam rumah. Meskipun suara-suara ini direkam di daerah urban di Cina, track ini entah bagaimana menangakap ambiens nokturnal yang sangat universal, melampaui batas geografis yang ada dalam lapisan-lapisan dunia ini.