Saat Presiden Amerika Serikat Barack Obama berkunjung ke Indonesia pada 2010, momen media sosial untuk pertama kalinya massif di negara kita, kehebohan segera terjadi. Obama berpidato di Universitas Indonesia pada 2010 sambil mengatakan “Selamat Pagi” dan “Assalamualaikum”. Yang makin bikin geger, dia mengaku rindu bakso dan sate. Banyak pengguna Twitter dan Facebook segera menawarkan sang presiden bakso dan sate sebagai referensi.
Kehebohan, dan dalam dosis tertentu rasa bangga berlebihan, dari warganet Indonesia itu tujuh tahun kemudian semakin menjadi-jadi. Mereka selalu punya keriaan sosial media berlebih, ketika selebriti mancanegara, atau sebuah sosial media berita, atau sebuah akun sosial media terkenal dunia mengunggah sesuatu terkait dengan Indonesia. (Ehem, simak saja respons yang luar biasa ramai berkat pernyataan Leonardo DiCaprio memuji Menteri KKP Susi Pudjiastuti).
Videos by VICE
Okelah, keriuhan kita soal bakso dipicu Barack Obama, Presiden Negeri Adi Daya dunia. Tapi seringkali kita girang banget pokoknya asal semua berbau Indonesia dibicarakan media massa Indonesia atau masuk ke situs internasional.
Indomie misalnya. Produk kebanggan Indonesia yang dipasarkan di lebih dari 80 negara di dunia dengan reputasi mengglobal itu mendapat respon heboh setelah diunggah oleh situs pengepul Meme, 9gag yang di Instagram saja punya lebih dari 40,6 juta followers. Video tersebut pun sukses mendapat lebih dari 7 juta views. Di beberapa media sosial 9Gags, respon warganet beragam, kebanyakan mereka sibuk saling klaim bahwa produk Indomie berasal dari Indonesia, yang di dunia maya disebut wkwkwkwk-land.
“That’s from wkwkwk Land! And the best instant noodle in the world for sure!!! But in Indonesia, with 5 dollars, you can get 20pcs of it! #proudtobewkwkarmy” atau juga seperti ini, “I smell some malaysia will claim this.”
Sebenarnya parade kebanggaan tersebut tidak aneh sih. Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, ada 63 juta pengguna internet di Indonesia, dan sekitar 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses sosial media. Pakar media sosial, Nukman Luthfie, menyatakan hal remeh temeh paling laku di sosial media.
“Kita itu punya rasa bangga bahwa hal-hal terkait Indonesia itu dibawa ke luar,” kata Nukman ketika dihubungi VICE Indonesia. “Yang remeh temeh itu gampang menjadi viral, dan sosial media itu tempat paling enak untuk remeh temeh, humor, lucu-lucu. Justru itu (engagement) si pesohor itu cerdas karena dia tahu bahwa kecenderungan di media sosial itu (menggunakan hal) remeh temeh.”
Cerita sejenis juga muncul ketika pesepakbola Belgia keturunan Indonesia yang bermain untuk klub Italia, AS Roma, Radja Nainggolan, mengunggah sebuah video berisi dukungannya terhadap Tim nasional sepakbola Indonesia di ajang AFF Desember 2016 lalu. Di akhir video Nainggolan menyelipkan Bahasa Indonesia, “Indonesia Juara”, ditambah caption bendera Indonesia di akun instagramnya, radjacnainggolan.
“INDONESIA Batak Horas!!! Medan” tulis satu akun. “Please your come to Timnas Indonesia karena kamu mempunyai darah Batak,” tulis akun lainnya dalam postingan instagram tersebut.
Okelah Nainggolan keturunan Indonesia yang merumput di klub kenamaan Eropa seperti AS Roma, dan punya basis penggemar yang banyak di Tanah Air. Cuma dia kan warga Belgia dan tidak pernah ada kabar mau dinaturalisasi. Lantas, apa sih sebenarnya yang bikin warganet Indonesia heboh betul?
Bagi pengamat media, penyebutan Indonesia ini tidak bisa serta merta dipahami sebagai bentuk kecintaan pesohor atau olahragawan terkenal itu terhadap negara kita.
“Banyak pesohor, engga cuma artis atau band, pemain bola level Internasional yang sering nge-twit soal Indonesia, salah satu cara membaca fenomena ini dengan membaca bahwa pesohor-pesohor itu sedang merawat fansnya,” kata Wisnu Prasetya Utomo, Peneliti Media dari Remotivi ketika dihubungi VICE Indonesia. “Ada relasi ekonomi, mereka butuh untuk memperluas pasarnya. Bahkan, engga cuma person. Di sepakbola itu kan banyak yang sengaja bikin postingan khusus pembaca Indonesia. Nah di mata saya itu menunjukkan mereka butuh untuk memperluas pasar. Tidak semata-mata tertarik dengan Indonesia.”
Apa yang dikatakan Wisnu bisa jadi merupakan pil pahit bagi sebagian warganet Indonesia. Menerima kenyataan bahwa: hei, idolamu itu tidak serta merta suka dan mau belajar Bahasa Indonesia, dan suka makanan Indonesia, atau mau ke Indonesia hanya untuk melamarmu. Oke, ini memang bikin patah hati. Kenyataannya mereka cuma mau seakan-akan dekat dengan orang Indonesia.
“Dari sisi masyarakat juga punya kedekatan, yang pada tahap selanjutnya membentuk imaji bahwa mereka bangga,” ungkap Wisnu.
Setidaknya menurut Wisnu, kadang pesohor-pesohor internasional itu benar-benar mengapresiasi keriaan warganet Indonesia. Ingat #OmTeloletOm yang sempat bikin DJ kelas dunia macam Zedd , Martin Garrix, dan DJ SNAKE kebingungan mencari artinya? Kalau itu viral alamiah kok. Dalam kasus Om Telolet Om, warganet Indonesia bolehlah merasa bangga atas fenomena karena hanya kita yang paham artinya.
Tapi kalau dipikir-pikir, kadang kayak gini bikin patah hati lagi. Sebab popularitas Indonesia dalam jagat medsos bukan di bidang pendidikan, kesehatan, atau kesetaraan gender melainkan seberapa banyak jumlah warganet dan seberapa aktif mereka di media sosial. Dengan banyaknya jumlah warganet pun, Indonesia masih belum cukup terepresentasi secara akurat di mata internasional. Besarnya jumlah netizen di Indonesia mengarah ke jalur destruktif yang berujung pada perdebatan soal agama, ras, politik berujung hoax yang menciptakan polarisasi keras.
Tidak ada yang salah saya rasa ketika seseorang bangga #OmTeloletOm meraih perhatian publik internasional. Pertanyaannya adakah hal lain yang patut kita banggakan secara lebih massif? Kebanggan kita pada hal-hal remeh bagai pedang bermata ganda. Kita memang sangat menggemari sosmed dan gembira memviralkan sesuatu. Namun, ketika segala berita positif tentang Indoensia kita sambut gembira secara berlebihan, maka itu menunjukan ada indikasi warganet dari “wkwkwk-land” punya inferioritas dalam pergaulan internasional.
“Kalau kita bicara inferioritas, netizen Indonesia ini kan kadang cerewet untuk hal-hal yang bisa dibilang sebenarnya mempermalukan Indonesia sendiri. Misalnya, kayak dulu ada hashtag #ShameOnYouSBY. Itu kan kalau bicara inferioritas, tagar tersebut semestinya tidak muncul ke internasional, tapi nyatanya jadi trending topic dunia,” kata Wisnu.
“Kemudian kalau bicara hal lain, misalnya orang Indonesia ini bangga misalnya nasi goreng yang di-twit pemain Manchester United, buat saya, apa yang bisa dibanggakan dari sana? Itu menunjukkan inferiority-nya.”