Ngobrol Bareng Komunitas yang Keliling Berbagai Kota Demi Memotret Kuburan

Pengunjung Makam Tanah Kusir di Jakarta berfoto bersama setelah ziarah.

Bagi orang awam, menginjakkan kaki di kuburan bukan kegiatan normal sehari-hari, kecuali saat berziarah atau berduka mengantar keluarga ke peristirahatan terakhir. Lantas, gara-gara penggambaran sineas film horor di Indonesia, terutama remake Pengabdi Setan yang kembali membangkitkan popularitas genre ini dua tahun terakhir, citra kuburan jadi serba angker. Di sanalah makam sering terbuka, memunculkan mayat hidup atau jadi tempat nongkrong setan legendaris macam pocong dan kuntilanak. Pilihan lain jika kalian berada di kuburan adalah kalian memang bekerja sebagai penggali atau juru kunci makam.

Dari semua kemungkinan tersebut, ada orang-orang yang hobi nongkrong di kuburan bukan karena alasan-alasan yang telah disebut sebelumnya. Mereka hadir ke makam demi estetika dan menikmati sejarah dan suasana yang tenang di pekuburan. Hmmm, benarkah?

Videos by VICE

Setidaknya itu pengakuan komunitas Indonesia Graveyard saat ngobrol bareng VICE. Kuburan, kata anggota komunitas ini, tak selamanya merupakan situs angker. Menurut salah satu anggota komunitas yang berdiri 28 Januari 2017 tersebut, banyak pelajaran sejarah yang bisa dipetik dari kuburan. Dari foto-foto yang mereka kumpulkan, kuburan pun menjadi lokasi yang sangat ‘hidup’. Ada warna-warni aktivitas manusia di sana, bergumul dengan semua yang sudah mati. Campur-baur menarik.


Tonton dokumenter VICE mengenai profesi penggali makam di Indonesia:


Kegiatan rutin komunitas ini adalah berburu foto di situs-situs makam yang unik dan kuno. Karena seperti sebuah buku, setiap makam juga punya cerita dan latar belakang sejarah masing-masing. Pendiri Indonesia Graveyard, Deni Priya Prasetia dan Ruri Paramita, memulai komunitas ini dari kesamaan hobi fotografi serta mengulik sejarah Indonesia. Dari awalnya cuma berdua, akhirnya ada rekan-rekan dari kota lain turut menyumbangkan foto makamnya ke akun instagram mereka.

“Buat saya dan teman-teman, suasana sunyi kuburan itu memberi ketenangan batin karena bagaimana pun makam adalah rumah kita nanti,” kata Deni Priya Prasetia kepada VICE. “Selain itu saya suka baca-baca batu nisannya. Saya bisa duduk berjam-jam di situ kalau siang hari. Kalau malam saya enggak berani hehehe.”

Simak obrolan kami di bawah untuk memahami lebih lanjut keindahan apa yang menarik dari kuburan bagi anggota Komunitas Graveyard, serta apa yang mendorong mereka bersedia keliling Indonesia demi memotret berbagai jenis makam nusantara.

VICE Indonesia: Bagaimana awalnya bisa tertarik berburu foto pemakaman? Sejak kapan tertarik memotret kuburan?
Deni Priya Prasetia: Awal tertarik sama fotografi kuburan karena berangkat dari sejarah. Saya dan rekan Ruri bergabung di komunitas Sejarah Ngopi Jakarta. Dari situ kami sering mengeksplorasi tempat-tempat bersejarah yang kadang juga berupa makam. Misalnya pernah ke daerah Kwitang, Jakarta Pusat, di situ ternyata ada makam para habib. Kami lalu tertarik menjelajah kuburan untuk belajar sejarah. Kalau secara personal, nenek saya dulu pernah berpesan kalau meninggal ingin dikubur di tanah kelahiran bapaknya di Majalengka, Jawa Barat. Ternyata pas saya ke sana buat ziarah, makamnya unik-unik dan kesannya angker, mulai deh nyoba belajar motret dikit-dikit.

Kepuasan memotret makam tuh apa?
Deni: Saya dulu kuliah di program studi sastra Cina, maka saya seneng aja kalau main ke kuburan Cina. Di makam Cina biasanya banyak nisan yang bisa digali secara sejarah, kayak misalnya orang Cina zaman dulu itu mencantumkan nama kaisar yang berkuasa pada saat itu di nisan mereka. Dan mereka enggak pernah lupa sama leluhur meski terpaut jarak yang jauh. Buat saya dan teman-teman, suasana sunyi kuburan itu memberi ketenangan batin karena bagaimana pun itu kan rumah kita nanti. Saya bisa duduk berjam-jam di situ kalau siang hari. Kalau malam saya enggak berani.

Keunikan apa yang dicari fotografer seperti kalian dari komplek kuburan?
Deni: Bentuk nisannya. Saya sangat suka dengan bentuk dan desain nisannya. Kebetulan saya bisa baca tulisan Cina, Arab, dan Jawa. Kalau misalnya saya lagi jalan-jalan ke daerah atau luar negeri, pasti saya nyari kuburan. Sebenarnya memotret kuburan ini juga enggak beda dengan fotografi model atau makanan, karena pasti juga kami mencari angle yang bagus dan nisan yang bagus. Dari situ banyak yang bisa digali kan, kayak misalnya siapa sih yang dikubur di situ, sejarahnya kayak apa.
Ruri Paramita: Kuburan itu juga punya falsafah, seperti kuburan di Kediri, yang panjang-panjang. Itu berarti menandakan jasa orang yang dikubur, bakti orang yang dikubur itu panjang.

Menurut kalian, pemakaman paling unik ada di mana?
Deni: Di Jeruk Purut sih, di situ ada pencipta logo Pramuka. Nisannya bentuk tunas kelapa gitu. Ada juga yang bentuknya kayak pahatan Dayak. Yang unik itu makam orang Yahudi di kuburan Slipi Petamburan pakai bahasa Ibrani. Itu mungkin susah didapat. Tapi yang paling berkesan itu nisan orang Cina, karena itu tadi, kita kayak bisa kenal sama orang yang dikubur saking lengkapnya informasi di nisan.
Ruri: Mausoleum OG Khouw di Slipi Petamburan yang dibangun pada 1927-1931. Konon Mausoleum itu merupakan yang termegah di Asia Tenggara, mengingat OG Khouw merupakan konglomerat gula pada saat itu. Sayang karena tidak memiliki keturunan, maka kuburan megah itu sekarang tidak terawat, bahkan akan kebanjiran apabila hujan turun. Kami ingin mengajak para relawan untuk membersihkan mausoleum itu sekali-kali, karena bagaimana juga mausoleum itu merupakan bagian dari sejarah Indonesia, khususnya Jakarta.

Reaksi orang-orang gimana begitu tahu kamu suka motret kuburan?
Deni: Sejauh ini enggak pernah ada masalah sih. Kami punya akun Instagram buat menjadi wadah foto-foto biar orang bisa lihat. Dulu pernah nge-post di akun Instagram sendiri dan orang-orang mikir kami gila. Tapi nanti kami pengin bikin kanal YouTube sama blog juga. Sekarang setelah lumayan dapet eksposure, orang-orang yang dulu mencibir sekarang bantu mencarikan kuburan. Dan banyak juga orang yang punya kesukaan sama dengan kami.

Pernah mengalami hal-hal di luar nalar selama memotret?
Deni: Belum pernah sih karena niat kami ke sana kan baik, enggak untuk bikin onar atau merusak. Yang penting sih selalu minta izin dulu sebelum masuk.
Ruri: Yang kami lakukan, sebagai penggemar sejarah adalah tetap mempelajari sejarah, dan kuburan ini menjadi salah satu pintu masuk untuk mempelajari sejarah. Sekaligus sebagai pengingat, jika suatu saat nanti, kita pun akan menjadi bagian dari penghuni rumah masa depan itu.

Kalian sendiri percaya ada hantu?
Deni: Percaya. Karena dalam ajaran agama saya mengajarkan untuk mengimani hal gaib. Tapi kalau hantu-hantu itu disebut sebagai arwah orang meninggal, enggak [percaya].

Kuburan mana yang paling angker dan seram menurutmu?
Deni: Kuburan pangeran Wiraguna di Pejaten, Jakarta Selatan. Letak kuburannya dalam bangunan kayak rumah, peziarah harus membuka pintu sendiri pakai kunci yang ditaruh di bawah. Itu begitu pintu dibuka kayak langsung keluar hawa aneh gitu. Di dalem rumah itu juga ada kasur di atas kuburannya. Kami enggak bisa lama-lama di situ. Bukan karena takut sih tapi hawanya udah agak-agak mencekam gitu.

1539930977561-museum-taman-prasasti-3
Patung-patung di komplek pemakaman museum prasasti. Semua foto dari arsip Indonesia Graveyard.

Menurutmu kuburan di Jakarta itu sudah layak belum sih, karena kan banyak yang enggak dirawat atau sering kena gusuran kan
Deni: Kalau itu memang tempat pemakaman umum, setahu saya udah lumayan bagus sih. Paling enggak terurus lah.
Ruri: Kuburan yang paling membanggakan di Jakarta ini adalah di Museum Taman Prasasti, karena kompleks kuburan yang menjadi museum ini merupakan kompleks kuburan bergaya Eropa tertua di dunia, yang dibangun pada 1795.