Kami Menemui Pria Muslim yang Setiap Tahun Mengamankan Ibadah Natal di Gereja
Semua foto oleh Rizky Rahadianto.

FYI.

This story is over 5 years old.

natal

Kami Menemui Pria Muslim yang Setiap Tahun Mengamankan Ibadah Natal di Gereja

Muhammad Wasroni adalah anggota Banser yang sejak 2008 tak pernah absen terlibat pengamanan perayaan hari besar umat Kristen di Jakarta. "Kalau ada yang mengganggu ibadah umat lain, itu Islam yang mana?"

Muhammad Wasroni sudah kenyang mendengar ejekan dan sindiran. Nyaris satu dekade terakhir, dia selalu mengamankan gereja seputaran Jakarta saban malam Natal. Pria akrab disapa tetangga sebagai Bang Roni ini mengabdikan diri di organisasi Barisan Ansor Serba Guna (Banser). Banser adalah anak organisasi Islam terbesar di Indonesia: Nahdlatul Ulama. Di negara mayoritas muslim ini, ada pihak-pihak yang mempromosikan intoleransi, menjelek-jelekkan orang-orang seperti Bang Roni.

Iklan

"Ya biasalah orang-orang radikal, anda tahu sendiri kan. Apalagi di media sosial. Ada yang bilang Banser ini penjaga pendeta lah. Saya sendiri sudah kenyang. Untungnya di lapangan belum pernah terjadi gesekan."

Kami berbincang di warung lontong sayur yang dia miliki. Sesekali di tengah obrolan kami, pria berusia nyaris setengah abad ini menyapa tetangga yang lewat. Bang Roni dikenal nyaris semua orang di kampung itu.

Bang Roni di dekat gerobak ketupat sayur miliknya, sumber mata pencaharian sehari-hari.

Sejak reformasi, kondisi ibadah Natal tidak lagi nyaman bagi umat Kristen dan Katolik di Indonesia. Pada 2000, serentetan serangan bom terjadi pada malam Natal di tujuh daerah, menimbulkan 18 korban jiwa, menjadi salah satu fase penanda ancaman terorisme gaya baru berbasis intoleransi di negara ini.

Di Bandung, pembubaran acara pra-natal di Sabuga memicu gerakan hashtag #BandungIntoleran di dunia Twitter. Sementara di Surabaya, ormas radikal mendatangi mal dan tempat publik dengan alasan membersihkan segala atribut natal. Insiden di Surabaya mengkhawatirkan umat minoritas, lantaran tindakan massa intoleran didukung oleh pihak kepolisian. Situasi semakin panas, setelah pertengahan Desember 2016 Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa melarang umat muslim mengucapkan selamat Natal dan mengenakan segala macam atribut Natal. Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian sampai harus menggelar konferensi pers, menyatakan fatwa tidak bisa menjadi dasar hukum, demi meredam aksi sweeping yang hendak digelar ormas-ormas intoleran.

Iklan

Intoleransi beragama menjadi duri dalam daging kehidupan demokrasi negara ini. Pada laporan 2014, Human Rights Watch (HRW) menyebut toleransi beragama di Indonesia "di bawah ancaman serius". Beberapa peraturan pemerintah, menurut HRW, melanggengkan intoleransi beragama, contohnya keberadaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri 2006 tentang Rumah Ibadat dan UU Penistaan Agama.

Ketika banyak ormas berbasis keagamaan merongrong pelaksanaan Natal di Tanah Air, Bang Roni seakan hidup dalam dunia yang berbeda. Dia tak pernah keberatan menghabiskan sekian jam waktunya, saban Natal, menjaga gereja.

Bang Roni berasal dari Pemalang, Jawa Tengah. Dia merantau ke Jakarta sejak 1984. Baru pada 2008 dia bergabung resmi dengan Banser. "Pemalang itu basis NU. Keluarga saya NU, tapi ikut Banser itu sebuah panggilan hati saja," tuturnya.

Bang Roni memulai karir organisasinya dari bawah; ikut pendidikan dasar dan pembekalan selama satu minggu. Saat ini dia ikut dalam jajaran satuan koordinasi wilayah (satkorwil) Jakarta Selatan. Sejak selesai pelatihan, Bang Roni langsung turun ke lapangan menjaga ibadah umat minoritas.Dia tak pernah merasa risih berada di lingkungan gereja ketika umat Kristen sedang beribadah. Bang Roni merasa tugasnya selama nyaris satu dekade ini adalah tugas sebagai sesama warga negara. "Ini kan ibadah, tidak mengenal jabatan. Tidak ada gaji juga haha," imbuhnya.

Iklan

"Hitung-hitung bisa menambah saudara."

Tahun lalu Bang Roni ikut menjaga perayaan Natal di Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Jemaat Bukit Moria, Tebet, bersama 60 anggota Banser lainnya. Ormas ini bekerja sama dengan pihak kepolisian dan TNI. Untuk perayaan Natal 2016, paling tidak ada 2.000 anggota Banser yang dikerahkan membantu pengamanan seluruh gereja di Jakarta, kata Bang Roni.

Sekretaris GPIB Jemaat Bukit Moria, Mangindaan, mengatakan koordinasi pengamanan dari pihaknya hanya melibatkan kepolisian. Kendati begitu, sudah bertahun-tahun Banser selalu ikut menjaga ibadah mereka. "Ya kami merasa tertolong lah [atas bantuan Banser]. Kami tidak membedakan atas nama agama," kata Mangindaan.

Situasi harmonis antara pengelola gereja dan Banser menjadi cerita kecil yang meredakan kekhawatiran. Sebab di lapangan, berdasarkan laporan yang dirilis Setara Institute, terjadi 182 kasus pelanggaran kebebasan beragama sepanjang tahun ini. Angka tersebut sebetulnya turun jika dibandingkan 2015, yang mencapai 236 insiden.

Bahkan di Jawa Tengah, yang notabene salah satu basis terbesar NU dan kampung halaman Bang Roni, terjadi 14 kasus intoleransi selama 2015, meliputi penolakan pembangunan gereja hingga bentrok antar ormas beragama. Untuk tahun ini, pengamanan ibadah 25 Desember diperketat, setelah Detasemen Khusus 88 Kepolisian menangkap tiga tersangka pelaku teror yang hendak meledakkan bom pada malam Natal.

Bang Roni mengaku terlalu awam dengan data-data tersebut. Baginya, menjaga kerukunan hanyalah salah satu tugas yang harus diemban sebagai muslim. Saat kaum puritan berdebat soal haram atau tidaknya seorang muslim berpartisipasi dalam perayaan Natal, terutama di media sosial, Bang Roni lebih memilih mendekap keyakinannya. Sesama manusia harus saling membantu. Saling membahagiakan.

"Kalau ada yang mengganggu ibadah umat lain, itu Islam yang mana?" kata Bang Roni. "Bagaimana pun urusan ibadah itu urusan umat masing-masing."