FYI.

This story is over 5 years old.

Bertanya Pada Pakar

Sekelompok Pakar Meneliti Hantu Dari Sudut Pandang Ilmiah

Kami mewawancarai Justin McDaniel, anggota kelompok studi lintas disiplin ilmu yang menelaah keyakinan manusia pada alam gaib dan alasan kita suka memburu hantu.

Apa yang muncul di benak ketika anda memikirkan hantu? Makhluk transparan putih mengambang di udara? Roh-roh manusia mati yang gentayangan di gedung-gedung kosong? Wanita berambut panjang bermuka pucat yang nongkrong di loteng atap rumah? Di University of Pennsylvania, sekelompok profesor—semua dari latar belakang akademik yang berbeda—berkumpul untuk memecahkan jawaban pertanyaan ini. Mengambil pendekatan interdisipliner untuk menyelidiki hantu, anggota The Penn Ghost Project telah menghabiskan empat tahun terakhir menggunakan "berbagai eksplorasi ke dalam sejarah, literatur, studi agama, perawatan paliatif dan obat-obatan" untuk membuktikan bahwa hantu bukanlah sekedar makhluk yang menakut-nakuti anda di malam hari.

Iklan

VICE ngobrol bersama Profesor Justin McDaniel, kepala departemen penelitian religius di University of Pennsylvania dan salah satu pencetus Penn Ghost Project untuk belajar lebih lanjut tentang penelitiannya. Kami berbincang seputar penelitiannya, sejarah perburuan hantu dan mengapa banyak yang malu mengakui bahwa mereka percaya hantu itu nyata.

VICE: Bisa diceritakan bagaimana Penn Ghost Project dimulai?
Justin McDaniel: Proyek ini dimulai empat tahun yang lalu ketika saya sadar bahwa di kampus Penn, kami memiliki dua belas ahli dari berbagai departemen—psikologi, nursing, sejarah seni, sejarah sains, studi Asia Selatan, studi Timur Tengah, studi agama, studi Slavic—yang pernah merilis buku atau melakukan penelitian seputar fenomena hantu dari berbagai negara. Mereka semua memiliki sudut pandang dari area ekspertis masing-masing, jadi saya ajukan bahwa kami semua berkumpul dan saling berbagi informasi. Dari situ, proyek kami berkembang. Kami sempat mengadakan sesi perbincangan tentang makhluk supernatural, mencari pemburu hantu, meneliti sejarah perburuan hantu di AS dan luar negeri, dan seterusnya.

Bagaimana cara kalian menyatukan orang dengan ambisi yang sama dalam hal hantu?
Biarpun ada 2.000 profesor di kampus, tapi sebetulnya komunitas kami kecil. Kami sering ketemu di pertemuan dan acara-acara lainnya. Saya sering melihat orang-orang yang sama muncul di sesi perbincangan museum atau sesi ceramah departemen psikologi, jadi ya saya mulai dari situ. Lambat laun pertemuan kami menjadi pengalaman intelektual yang menyenangkan. Ada banyak sekali teman-teman profesor yang menghabiskan banyak waktu meneliti isu hantu dan percakapannya selalu seru. Banyak yang tertarik. Kami pikir kalau kami bikin acara paling lima orang datang, tapi ternyata banyak yang hadir.

Iklan

Anda adalah kepala departemen studi agama. Menurut anda, apakah kepercayaan terhadap hantu bisa dianggap sebagai semacam agama sendiri?
Ini topik yang menarik. Banyak orang dari budaya berbeda-beda yang percaya akan eksistensi hantu biasanya tidak religius. Namun ini tidak selalu eksklusif. Misalnya di negara yang sangat sekuler seperti Jepang. Biarpun angka penduduk religius rendah, banyak sekali yang percaya bahwa hantu itu nyata. Banyak juga orang-orang di AS yang tidak beragama namun mengakui bahwa ada kemungkinan hantu itu nyata.

Dalam studi keagamaan yang saya lakukan, saya biasanya meneliti praktik hantu, ritual hantu dan kepercayaan akan hantu dalam agama Buddha—terutama di Asia Tenggara dan sedikit di Jepang. Hasilnya? Entah anda pemeluk agama Buddha, Kristen atau Islam, tingkat kepercayaan akan hantu lumayan tinggi.

Anda menulis buku berjudul The Lovelorn Ghost and the Magical Monk yang menjelaskan tentang fenomena hantu dalam kepercayaan Buddha di Thailand. Apakah benar kepercayaan terhadap hantu itu hal yang umum tidak peduli apa agama pemeluknya?
Betul. [Biarpun] kaum Yahudi konservatif [dan] seorang pemeluk agama Katolik pasti memiliki kehidupan yang berbeda, kepercayaan yang berbeda, ritual yang berbeda, mereka memiliki banyak paham yang serupa soal hantu. Agama mereka tidak mempengaruhi kepercayaan mereka soal hantu. Sepertinya ini lebih berhubungan dengan fenomena budaya dan bukan agama.

Iklan

Apakah anda meneliti hantu dari sudut pandang akademik karena melihat hantu sebagai "fenomena budaya"?
Tidak ada agama atau kultur dalam sejarah yang tidak memiliki kisah tentang makhluk spiritual yang muncul dari arwah mereka-mereka yang sudah meninggal. Dan beberapa kultur yang berbeda kerap memiliki kepercayaan yang sama dalam hal berhubungan dengan arwah-arwah ini. Inilah yang kami teliti. Kami tidak peduli hantu itu benar atau tidak.

Penelitian semacam ini sesungguhnya pernah dilakukan 130 tahun yang lalu di University of Pennsylvania. Jadi di masa lalu—terutama di akhir abad 19 dan awal abad 20—para akademis entah berusaha membuktikan atau membantah kehadiran hantu, tapi kami sama sekali tidak peduli dengan ini. Kami merasa tidak benar-benar ada bukti apakah hantu itu nyata, jadi kami tidak ambil pusing. Yang kami teliti adalah realitas kultural dan sosiologikal hantu—artinya entah mereka nyata atau tidak, mereka berpengaruh terhadap ekonomi (misalnya harga rumah), literatur dan film, cara orang berperilaku, apa yang manusia takuti dan cara mereka mengekspresikan ketakutan tersebut. Jadi kepercayaan akan hantu menghadirkan realitas sosiologikal dan psikologis bagi banyak orang. Inilah yang kami pelajari.

Foto dari akun Flickr Instill Moments.

Anda bilang penampakan hantu bisa mempengaruhi harga rumah. Apakah di banyak kebudayaan, calon pembeli sebenarnya peduli pada risiko dihantui?
Tepat sekali. Seseorang bisa mengatakan mereka tidak percaya hantu, tapi ketika mereka diberikan pilihan rumah yang digosipkan berhantu dengan yang tidak, dengan keadaan yang sama, mereka akan memilih yang bersih.

Iklan

Salah seorang murid saya tengah melakukan penelitian seputar harga penjualan rumah yang diasosiasikan dengan hantu. Hasilnya? Banyak rumah-rumah ini harganya dibawah nilai pasaran dibandingkan dengan rumah-rumah disekeliling. Jadi ketika orang bertanya, "Kenapa melakukan penelitian akademis yang berhubungan dengan hal-hal aneh dan janggal?" atau semacamnya—dan ini jelas pertanyaan yang sah—tapi kami selalu menjawab bahwa kami tidak peduli soal kebenaran hantu, tapi bahwa mereka memiliki dampak ekonomi yang nyata.

Biasanya ketika kalian berkumpul, kegiatannya ngapain?
Kami membawa juru bicara dari berbagai disiplin. Kami biasanya ngobrol dengan seorang psikiatris yang spesialisasinya psikologi anak-anak dan meneliti dampak imajinasi. Bagaimana anak-anak bisa percaya akan eksistensi makhluk-makhluk antropomorfis yang tidak kasat mata? Hampir setiap anak kecil memiliki kepercayaan seperti ini. Kami juga ngobrol dengan ahli evolusi biologi dan menelaah karya-karya antropologis kultur.

Kemudian kami bertemu dengan fakultas lain dan membahas isu-isu ini—bukan untuk mendapatkan jawaban seputar asal dari fenomena hantu, karena asalnya selalu berbeda-beda, tapi untuk menciptakan kategori, untuk menciptakan pemetaan. Apakah orang percaya dengan hantu karena alasan psikologis? Atau tekanan sosial? Apakah murni kultural? Atau ada alasan biogenetik? Kami melihat berbagai faktor dan membahas mereka.

Iklan

Apa kegiatan lain Penn Ghost Project?
Kegiatan kami lainnya: terlibat dengan perburuan hantu dengan cara menghubungi pemburu hantu profesional. Kami tidak peduli dengan urusan menemukan hantu, tapi kami ingin tahu kenapa mereka memilih pekerjaan ini, apa kepercayaan mereka, teknik yang mereka gunakan dan mengapa. Tarnyata bermacam-macam orang mengikuti perburuan hantu dengan cara yang berbeda-beda. Banyak yang memilih pendekatan teknis, dengan berbagai gadget dan mesin, namun ada juga yang sangat emosional dan memiliki kedekatan emosional dengan hantu. Ada juga mereka-mereka sudah sering mengikuti sesi pemeragaan kembali peristiwa-peristiwa bersejarah macam Perang Revolusi, Perang Saudara dan sebagainya.

Kami juga meneliti pemburuan hantu di masa lalu. Sekarang kami sedang meneliti kota Philadelphia. Philadelphia memiliki arsip surat kabar yang lengkap—sebagai salah satu kota tertua dan terbesar di AS—dan menyediakan banyak sekali data tentang pemburu hantu di 1830-an, 1870-an dan 1920-an. Jadi kami bisa melihat perkembangan profesi ini.

Foto dari akun Flickr Keoni Cabral.

Apakah anda dan teman-teman merasa hantu itu makhluk yang jahat?
Di tahun pertama proyek, kami berfokus di perasaan dan kesehatan. Seringkali ketika anda bertanya kepada orang tentang hantu di kultur Eropa Barat, mereka memandang hantu sebagai sosok yang jahat dan berniat buruk. Tapi di banyak kultur lain di dunia, hantu dilihat sebagai teman dunia medis. Ketika seorang yang anda kenal sakit, anda bisa membangkitkan arwah mereka lewat arwah nenek moyang yang tinggal di komunitas tersebut. Hantu adalah bagian dari rejimen medis di banyak kultur. Apabila anda pergi ke ahli onkologi anak-anak modern, mereka akan mengatakan, "kalau cara-cara ini tidak berhasil, saya akan merekomendasikan seseorang yang bisa menghubungi arwah-arwah dunia lain. "

Iklan

Apakah anda berusaha mematahkan teori hantu adalah makhluk yang menakutkan?
Iya. Mungkin tidak mematahkan, tapi menunjukkan bahwa ada berbagai sudut pandang berbeda seputar hantu dalam kultur lain. Salah satu sesi perbincangan kami berjudul "Sekutu Dunia Lain," membahas negara-negara yang melihat hantu sebagai sekutu—dalam hal kesehatan, atau bisnis. Contohnya ketika seseorang mencoba berkomunikasi dengan arwah sekitar dan mencoba memihak anda ketimbang memusuhi anda. Banyak politisi di berbagai negara juga memiliki penasihat spiritual yang membantu mereka.

Bagaimana proyek Penn Ghost Project diterjemahkan ke konteks kampus besar? Apakah ada mata kuliah penelitian hantu?
Jelas! Sekarang saya sedang mengajar mata kuliah bernama Dewa, Hantu dan Monster (Gods, Ghosts and Monsters). Kelasnya rame! Sekitar 100 atau 90 murid di kelas. Dua profesor dari Studi Sains dan Departemen Obat-obatan membicarakan hantu dalam konteks sejarah sains. Di departemen psikologi kami berfokus di psikologi rasa takut dan imajinasi. Kami juga punya profesor Ahli Sejarah Agama Kristen Awal dan Agama Yahudi yang pernah menulis buku tentang malaikat dan setan mengajar sebuah mata kuliah. Banyak sekali pilihannya.

Saya mengajar mahasiwa tahun pertama dan kedua untuk menarik perhatian mereka ke banyaknya kultur dalam sejarah yang meyakini hal-hal yang tidak kasat mata—Dewa, hantu dan monster—dan alasan-alasannya dari sudut pandang ekonomi, sosiologis, psikologis dan biologis. Ini adalah bagian dari kurikulumnya.

Anda pernah memiliki pengalaman langsung bertemu hantu?
Banyak anggota kami pernah. Hampir 100 persen dari mereka skeptis tentang pikiran mereka sendiri. Ya bisa saja yang mereka lihat sekedar halusinasi atau mereka sedang tidak sehat. Tapi siapa juga yang tahu? Hampir semua orang pernah memiliki pengalaman bertemu makhluk spiritual, termasuk murid-murid saya. Yang menarik—dan ini sering saya lakukan—ketika saya bertanya di dalam kelas, "Siapa di ruangan ini yang percaya eksistensi hantu," hanya ada beberapa tangan yang terangkat. Atau "Siapa yang pernah memiliki pengalaman bertemu hantu?" Lagi, lagi tidak banyak tangan yang terangkat. Tapi ketika anda melakukan survei tanpa nama dengan segerombolan orang yang sama, persentasi jawaban iya menjadi sangat tinggi. Kebanyakan orang di tempat umum di sekitar teman-temannya tidak suka membicarakan masalah ini. Sekitar 75 persen dari semua pelajar meyakini kemungkinan adanya hantu dan lebih dari 20 persen dengan tegas yakin mereka pernah berinteraksi dengan makhluk spiritual. Ini angka yang tinggi.

Apa penyebabnya? Ada semacam stigma negatif karena percaya tahayul?
Betul sekali. Mereka ingin dipandang sebagai manusia rasional. Dan ini bisa dimengerti, karena pelajar memikirkan tentang karir dan masa depan mereka. Ketika anda sudah tua renta seperti saya, anda bisa lebih jujur.