Aku yakin banyak penonton berpikiran Marriage Story menceritakan tentang dua orang dewasa yang pernikahannya terancam kandas. Padahal, film ini juga menekankan pada realitas anak-anak broken home.
Perceraian bisa terjadi dalam bentuk apapun, tapi dampaknya pada anak hampir tak ada bedanya. Banyak momen dalam film yang cuma bisa dipahami anak-anak korban perceraian. Aku sudah mengumpulkan beberapa contohnya supaya kalian, para anak keluarga bahagia, bisa memahami sudut pandang yang khas dari film Noam Baumbach ini.
Videos by VICE
- Anak yang terjebak dalam situasi ini bandel karena sengaja.
Aku cukup sering melihat penonton Marriage Story kesal dengan Henry (sang anak). Yang perlu kalian tahu, anak broken home suka melakukan semaunya sendiri supaya jadi pusat perhatian. Contohnya, Henry ogah masuk mobil ayahnya (Charlie) dan malah sibuk meneruskan perburuan dia. Dengan begini, orang tua jadi enggak punya waktu buat memikirkan permasalahan mereka sendiri. Hebat sekali, Henry! - Enggak suka melihat orang tuanya berduaan saja.
Anak korban perceraian paling benci kalau orang tua mereka menghabiskan waktu berdua. Mereka tahu ayah ibu ujung-ujungnya akan ribut lagi. Henry memahami ini. Ketika Charlie menjemput dia di rumah ibunya (Nicole), Henry blak-blakan melarang mereka ngobrol empat mata. - Mendapati ibu nangis diam-diam.
Henry memang enggak menyaksikan ibunya nangis, tapi kita melihat di awal film kalau Nicole meninggalkan Charlie dengan ekspresi menangis. Anak broken home bisa langsung mendeteksinya karena orang tua mereka pasti pernah melakukannya. Kami akhirnya cenderung menyembunyikan perasaan karena ingin menghindari konfrontasi. - Rasanya enggak enak banget saat ayah ibu memperebutkan hak asuhmu.
Beberapa dari kalian mungkin membatin, “Wah enak banget ya punya orang tua yang peduli banget sama anaknya. Mereka sampai mati-matian begitu memperebutkan anak.” Percaya atau enggak, menjadikan anak sebagai “aset wajib” adalah hal terkejam dari proses perceraian. Nicole memutuskan agar Henry merayakan Halloween dua kali.
Satu sama dia, satu lagi sama ibunya. Dia bilang “pestanya akan lebih menyenangkan” daripada merayakan Halloween bersama-sama. Tapi buktinya Henry enggak suka, kan? Bayangkan betapa melelahkannya keliling minta permen sampai dua kali. Yang seharusnya bisa langsung tidur setelah menghabiskan permen, eh ini malah harus keliling lagi.
Adegan Halloween di Marriage Story hampir mirip kayak pertanyaan ‘lugu’ anak-anak keluarga bahagia. “Lho enak dong natalan dua kali?” Ya memang sih, tapi enakkan mana sama punya keluarga yang masih utuh?
Aku enggak paham kenapa orang-orang yang berada dalam lingkungan keluarga sehat nonton film ini? Penasaran kayak gimana rasanya terjebak dalam hubungan di ambang kehancuran? Agar lebih memahami betapa rumit urusan pernikahan? Apapun itu alasannya, saranku mereka memosisikan diri sebagai anak bahkan jika film ini enggak secara eksplisit menggambarkan seperti apa kehidupan mereka.
Follow Hannah Smothers di Twitter.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE US.