FYI.

This story is over 5 years old.

Sepakbola

Sebagian Pecinta Sepakbola Sukses Mengekspor Budaya Hooliganisme Inggris ke Negara Lain

Genre 'memoar hoolie' populer di Britania Raya. Beberapa suporter asal negara lain rupanya ingin meniru cara kerja firm Inggris lewat buku-buku para dedengkot suporter.
Seorang lelaki mengenakan kaus kelompok hooligan terbesar Chelsea FC, yang disebut 'Firm' Chelsea Headhunters. Sumber: 67photo/Alamy Stock Photo

Memoar hooligan dari kultur sepak bola Inggris telah menjadi semacam genre buku tersendiri. Genre ini mungkin tidak menuai pujian seperti nonfiksi lainnya, namun cukup dikenal di kalangan “yang tau-tau aja” lewat istilah “hoolie-lit”. Sastra Hoolie ditulis oleh para “top boys”, pentolan kelompok Hooligan. Mereka mulai menulis pengalaman sebagai suporter garis keras yang dicap doyan rusuh sejak awal dekade 1990'an. Tulisan mereka menarik banyak pembaca, karena orang-orang penasaran ingin tahu manusia macam apa yang rela menjadi target lemparan botol, bata, dan lars sepatu polisi demi tim sepakbola lokal yang mereka dukung. Sejak hoolie lit populer, muncul jutaan dokumenter, film, dan tabloid yang membahas subkultur hooligan. Kemudian setiap kelompok suporter Inggris, yang dijuluki 'firm'—dari Headhunters (Chelsea) hingga Fine Young Casuals (Oldham Athletic)—memiliki satu perwakilan yang menulis buku berisi rincian kelompok mereka setelah pertandingan dengan kru-kru firma lain. Situasi di Bulgaria sedikit berbeda. Sampai 1990, negara tersebut berada dalam rezim komunis yang ketat, secara budaya terputus dari dunia. Setelah kejatuhan Uni Soviet, ketertarikan pada budaya tribun Inggris mulai berkembang dan kancah hooligan lokal menjadi semakin menonjol. Tidak ada hoolie-lit yang mendokumentasikan perubahan-perubahan ini: eksplotasi preman sepak bola lokal diwartakan oleh wartawan.

Iklan

Gilly Black (kiri) dan Tosh McIntosh saat meluncurkan buku memoar mereka sebagai hooligan: 'JRF: Beyond the Hatred'. Foto oleh: Sam Tahmassebi

Fans berat hoolie-lit bernama Tosh McIntosh dan Gilly Black adalah contoh orang Bulgaria yang tergila-gila kultur sepakbola Inggris. Kalian pikir mereka penduduk UK? Jangan ketipu. Mereka memakai pseudonim yang terdengar Inggris banget. Tosh dan Gilly, menolak disebut nama aslinya—karena memang lebih bangga sama nama pseudonim Inggris mereka—menyatakan ada banyak suporter Bulgaria yang ingin mempelajari firm-firm pendukung klub bola Inggris. Soalnya, firm-firm tadi bisa awet hingga puluhan tahun.

Kedua warga Bulgaria itu telah menghimpun buku-buku mengenai hooligan Inggris selama bertahun-tahun, dan ingin melihat memoar para suporter macam itu tersedia di kampung halaman mereka. Untuk itu, Tosh dan Gilly menetapkan satu misi: menciptakan genre klasik tersebut versi Bahasa Bulgaria, sekaligus menulis buku yang mencakup kronologi kelompok-kelompok hooligan yang sudah mewarnai Bulgaria selama ini.

Didorong cinta mereka atas Inggris Raya, dan atas kekerasan sepak bola, kawan-kawan Tosh dan Gilly dari kelompok suporter garis keras Jolly Roger (pendukung FC Lokomotiv Gorna Oryahovitsa)—meniru kelompok-kelompok hooligan Inggris, gaya berpakaian dan dukungan, dan menginkorporasikan Union Jack pada logo mereka. Ketika saya mengetahui Tosh dan Gilly mengadakan peluncuran buku untuk biografi kelompok Jolly Roger, JRF: Beyond the Hatred, saya memutuskan menemui mereka. Inilah hasil wawancara kami. VICE: Pertama-tama, ceritain dong soal kelompok kalian dan bagaimana mereka bisa sangat terpengaruh oleh budaya hooligan Inggris?
Tosh: Dulu waktu subkultur “ultra” sangat dominan di Bulgaria, sesuatu yang berbeda terjadi di kalangan fans Gorna Oryahovitsa FC—sebagian dari mereka membuat kelompok yang mengikuti model Inggris. Sementara firma hooligan dianggap umum di Inggris pada saat itu, di Bulgaria gaya dan jalan hidup seperti itu tergolong baru. Saat kami pertama kali mendirikan kelompok kami, kami sangat menyukai ideologi di balik kelompok-kelompok hooligan Inggris. Kami mengadopsi gaya berpakaian yang santai, yang kini diasosiasikan pada sikap banyak lagak, namun menjunjung tinggi kehormatan dan harga diri. Kami mulai mengenakan pakaian bermerek—seperti Burberry, Lacoste, Fred Perry, Adidas, dan lain-lain—untuk mempertahankan ingatan asal mula itu semua, karena ini merupakan gaya fesyen hooligan di Inggris pada 70an dan 80an. Merek-merek ini sulit ditemukan di sini. Biasanya, mereka dikirim dari Inggris. Kami juga sering membeli banyak buku genre hoolie. Kini, koleksi kami mencapai ratusan dan kami telah membacanya berkali-kali. Kelompok kami dinamai “Jolly Roger,” mengikuti sebuah lagu dan album berjudul Under Jolly Roger oleh band heavy metal Jerman bernama Running Wild. Logo kami adalah tengkorak dan tulang, dan versi klasik logo kami memiliki bendera Union Jack dengan logo band Running Wild. Musik heavy metal populer enggak sih di kalangan hooligan Bulgaria?
Awalnya kami justru sangat terinspirasi oleh musik heavy metal. Musik selalu jadi punya kaitan kuat dengan pergerakan kami. Di awal dekade ‘90an, ketika rezim komunis tumbang, musik rock ‘n’ roll berubah menjadi heavy metal, punk rock, hardcore dan sejenisnya. Gerakan musik rock makin lama makin besar dan pecah menjadi beragam subkultur. Semua subkultur justu mendorong kami untuk makin mencintai budaya tribun Inggris. Saya rasa orang kini mendalami budaya tribun tak peduli-peduli amat dengan musik. Padahal, bagi kami musik ekstrem adalah pendorong sekaligus bagian besar dari budaya tribun.

Iklan

Apa yang bikin kamu memutuskan mengimpor budaya hooliganime ke Bulgaria setelah membaca buku-buku soal firm?
Pertanyaan yang tepat sebenarnya bukan apa, tapi siapa. Salah satu bab di buku yang kami luncurkan hari ini JRF: Beyond the Hatred, kami dedikasikan pada Pat "Fat Pat" Dolan [seorang hooligan Chelsea yang terkenal]. Kami sudah berteman dengan Fat Pat sejak tahun 2001. Dia adalah inspirasi kami dan dia pernah bilang “Udah lakuin saja! Kenapa enggak?”

Kamu pernah bilang kamu meluncurkan buku ini untuk mengisi kekosongan pengetahuan tentang Hooligan Bulgaria?
Iya. Kultur sepakbola Inggris yang luar bikin kami mimpi kalau suatu saat kami bakal seperti hooligan Inggris. Beberapa tahun lamanya kami berusaha mendekatkan diri dengan tim kesayangan kami, tapi itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan di Bulgaria. Kami masih direpotkan dengan dengan masalah kemiskian dan kebodohan. Sudah gitu, kami jarang punya akses informasi lewat koran atau televisi. Selama bertahun-tahun, kami hidup dalam kegelapan dan tahu apa yang terjadi di luar Bulgaria. Lantaran kami hidup dalam isolasi, kami jadi tak begitu akrab dengan sesama penduduk Bulgaria. Di beberapa bagian, kami mulai menulis buku ini untuk memungkasi komunisme yang pernah menjerat tanah air kami dan beberapa negara lainnya.

Kamu berencana menerjemahkan beberapa buku hooligan Inggris ke bahasa Bulgaria, sebesar apa sih pasar buku hoolie lit Inggris di sini?
Selain merilis JRF: Beyond the Hatred, kami memutuskan mengambil tugas mulai menerjamahkan dua buku dalam bahasa Inggris ke bahasa Bulgaria: Hooligans, volume satu dan dua yang ditulis oleh Nick Lowles and Andy Nicholls. Kami mengambil langkah ini justru karena genre hoolie lit belum masuk pasar buku di negara kami. Kami mengontak beberapa penulis dan penerbit untuk memeroleh copyrights. Kami sadar ini bakal jadi kerja panjang dan melelahkan, tapi kami ingin agar buku-buku keren ini tersedia bagi semua penduduk Bulgaria, terlepas mereka hooligan atau bukan. Jadi ya, ada pasar untuk buku-buku itu.

Tosh dan beberapa tamu dalam peluncuran buku. Foto oleh Sam Tahmassebi.

Kamu juga sedang mengerjakan Bahasa versi Bulgaria dari buku hoolie lit legendaris seperti Top Boys dan Terrace Legends , yang berisi wawancara dengan beberapa hooligan kelas atas. Buku bakal berisi wawancara dengan para “top boy” Bulgaria. Bisa cerita sedikit tentang buku itu? Benar sekali. Kami menggabungkan konsep dua buku legendaris itu. Jadinya, buku kami bakal dikasih nama Top Face BG: Old School Terrace Legends. Buku yang kami tulis bakan membahas bagaimana hooliganisme tumbuh dan akar-akar gerakan suporter ini. Buku kami berisi wawancara bareng para top boy old school. Mereka akan menceritakan bagaimana rasanya jadi hooligan di zaman mereka dan memberikan pandagan mereka tentang budaya hooligan modern. Bagian kedua buku ini bakal cuma berisi wawancara dengan hooligan-hooligan toku ini. Sejauh ini, kamu sudah mewawancarai lebih dari 25 perwakilan klab hooligan yang tersebar di Bulgaria dan beberapa negara lainnya, termasuk beberapa tamu dari Millwall, Napoli, Lazio, dan lain-lain.

Kami juga punya rencana untuk meluncurkan buku berjudul Dying Breed, yang bakal membahas legenda tribun yang tak lagi hidup di antara kita. Lalu ada juga buku Retro Loko, tentang kesebalasan kesayangan kami Lokomotiv G.O. Dying Breed bakal merangkum 80 tahun perjalanan Lokomotiv G.O dari awal dekade ‘30an sampai saat ini.

Ini tak hubungannya dengan buku-buku yang kalian kerjakan, tapi saya gatal ingin menanyakannya. Saya dengar Gilly memiliki gelar master di bidang Naval Architecture dan Marine Engineering. Apakah hooligan berpendidikan tinggi lazim ditemukan di Bulgaria?
Ada semacam anggapan kalau pemuda miskin, tak berpendidikan dan kasar memiliki semacam kebencian dalam diri mereka (dan disalurkan dalam kegiatan hooliganisme). Sekarang, kondisinya sudah jauh berbeda. Banyak hooligan berpendidikan tinggi meski berasal dari keluarga pekerja—Gilly adalah salah satu contohnya. Tapi, ada juga orang yang datang dari keluarga yang sangat miskin, saya misalnya. Jadi kamu bisa bayangkan seorang dokter yang ikut dalam keributan hooligan di hari Sabtu harus bertugas menyelamatkan nyawa orang sehari setelahnya. Atau ini deh, bayangkan seorang pengacara yang harus membela seorang tersangka, padahal keduanya pernah saling berhadapan semalam sebelumnya. Aneh bukan? Benar juga ya. Oke, terima kasih Tosh telah bersedia berbagi cerita.