Fenomena Alam

Ribuan Ikan Mati Terdampar di Tiga Provinsi Indonesia Memicu Kekhawatiran Soal Tsunami

Pemerintah meminta warga di Maluku dan NTT tak panik berlebihan, sementara kejadian di Cilacap pekan lalu murni akibat kesalahan manusia.
Ribuan Ikan Mati Terdampar di Tiga Provinsi Indonesia Memicu Kekhawatiran Soal Tsunami
Foto ikan mati terdampar di pantai oleh strdl/AFP

Setelah gempa berkekuatan 6,8 magnitudo mengguncang Ambon pada 26 September lalu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat ada 1.387 kali gempa susulan telah terjadi di sekitar Ambon hingga 11 Oktober. Tidak heran ketika terjadi fenomena ribuan ikan dan biota laut terdampar mati di pesisir pantai Desa Lelingulan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, Sabtu (12/10) , warga jadi parno berat.

Iklan

Herman Barutresia, salah seorang warga desa, mengaku khawatir fenomena ini pertanda tsunami akan datang. Sebab, selain kejadian ini amat tak biasa, gempa susulan masih terus meneror Ambon.

"Kejadiannya (biota laut terdampar) itu baru Sabtu kemarin, cuma masalahnya kita khawatir karena beredar informasi kejadian itu berkaitan dengan gejala alam. Isu beredar rupa-rupa macam, bikin kita khawatir dan takut, tapi kita percaya pada Tuhan saja," kata Herman kepada Kompas.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Tanimbar Bruno Layan mengaku sudah menyampaikan fenomena tersebut ke BPBD Maluku sekaligus melaporkannya ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) agar segera diselidiki.

"Kami mengimbau warga tetap tenang, dan kepada orang-orang yang sok pintar agar tidak menyebar informasi yang menakut-nakuti masyarakat, sebab yang berhak mengeluarkan pernyataan yang bsa dipertanggungjawabkan itu dari pihak berwenang," tegas Bruno.

Walau tak biasa, kejadian ikan mati massal serupa sebenarnya pernah terjadi, tapi di Kota Ambon. Pertengahan September lalu ratusan ikan dan biota laut terdampar mati di pesisir pantai Desa Hukurila, Rutong, Passo (Kotamadya Ambon), Tulehu, dan Waai (Kabupaten Maluku Tengah). Kalau ada berita baik yang bisa diambil dari fenomena alam mengenaskan sebulan lalu tersebut, itu ialah konfirmasi peneliti bahwa kejadiannya tak bersangkut paut dengan gempa.

Iklan

Sama seperti kejadian akhir minggu lalu, waktu itu warga juga sempat panik karena beredar kabar dugaan akan terjadi tsunami. Untung, Peneliti LIPI Ambon Fareza Sasongko Yuwono menyanggah kekhawatiran dengan mengatakan bahwa tidak ada bukti ilmiah yang mendukung fenomena ini sebagai gejala tsunami.

"Kita tidak dapat membuktikan bahwa kematian ikan itu berhubungan dengan gempa kemarin yang terjadi. Jadi, kita belum membuktikkan adanya hubungan antara ikan mati dan gempa. Secara ilmiah belum terbukti. Kita sudah cek seperti suhu, keasaman air laut, adanya alga atau alga beracun. Kami belum dapat indikasi adanya hal-hal tersebut (hubungan kematian ikan karena gempa/tsunami)," ujar Fareza kepada Gatra.

Selain di Ambon, akhir minggu lalu juga jadi masa kelam bagi biota laut di perairan Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada Sabtu (12/10) lalu, warga Kecamatan Sabu Barat dikejutkan oleh kedatangan 17 ekor paus yang terdampar di pantainya. Proses penyelamatan segera dilakukan warga karena tidak semuanya dalam keadaan mati. Sayang, hanya 10 ekor yang berhasil dilepasliarkan, sementara 7 lainnya mati.

"Kami sudah melihat langsung 7 ekor paus yang mati tersebut, dan sepertinya ada kesalahan saat memindahkan hewan-hewan itu ke tengah laut sehingga mati," ujar Kepala Balai Konservasi Kawasan Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Ikran Sangadji kepada Antara. "Seharusnya, untuk menyelamatkan ikan-ikan itu, cara mengangkatnya harus menggunakan terpal berisi sedikit air, dan ramai-ramai memindahkan ke tengah laut, sehingga tak ada kontak fisik dengan ikan itu."

Meski sama-sama menelan korban biota laut, peristiwa dua ton ikan mati dan terdampar di Pantai Jetis, Cilacap, Sabtu lalu (12/10) sedikit berbeda penyebabnya dengan kejadian di Ambon dan NTT.

Apabila peristiwa di Ambon dan NTT bisa dibilang sebagai fenomena alam, apa yang terjadi di Cilacap adalah kesalahan manusia. Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sarjono mengatakan, ribuan ikan terdampar itu berasal dari jaringan nelayan yang jebol di tengah laut, kemudian terbawa arus hingga ke pantai.