Pakar Psikologi Membagi Empat Kiat Singkat Agar Kita Terbebas dari Dendam

Dendam enggak selamanya jelek dan harus dihindari. Sebaliknya, buat jangka pendek, dendam bisa dianggap sebentuk emosi yang positif. Misalnya, ketika kamu diperlakukan semena-mena sama pacar, kolega, atau dosen, kamu otomatis ngedumel dalam hati “ Anjir, gue enggak pantas diperlakukan kayak gini.” Namun, kalau perasaan macam itu bertahan lama, dendam bisa berubah menjadi kemarahan yang tak sehat dan dampaknya berpengaruh pada kesehatan psikologis dan mental kita. Memendam dendam bisa mengakibatkan peningkatan kadar cortisol atau lebih umum dikenal sebagai hormon stres. Jika kandungan hormon ini melonjak dalam tubuh, tekanan darah dan detak jantung bakal ikut meningkat, sementara kadar oxytocin—sederhananya disebut hormon cinta—menurun. Beberapa penelitian mengungkapkan kalau terlalu lama menyimpan dendam bisa mengganggu kesehatan. Sebaliknya, memaafkan orang justru membuat kita lebih bugar. Makanya pas lebaran kita pada seger ye…

Kalau pernah memelihara dendam kepada seseorang atau sesuatu dalam jangka panjang, kamu bakal paham kenapa rasa marah ini menggiurkan untuk dijaga. Dendam bisa bikin kita nyaman, dendam memberi kita tujuan hidup (penderitaan gue itu penting!) dan menabalkan mentalitas korban (gue udah diperlakukan enggak adil). Emosi-emosi kuat lainnya semacam cemburu, marah, benci dan sedih turut mendukung tumbuhnya dendam, sehingga susah dihilangkan. Inilah alasan kenapa seseorang bisa menyimpan dendam hingga bertahun-tahun lamanya.

Videos by VICE

Harus diakui memaafkan orang yang pernah menyakiti kita, apalagi melupakan dendam kita pada mereka enggak segampang membalik telapak tangan. Tapi, masa sih kita bakal menghabiskan hidup dengan terus memendam dendam. Ujung-ujungnya rugi loh, buat tubuh dan pikiran. Makanya, kami bertanya pada psikolog, profesor neurosains, sampai konsultan perceraian untuk mendapat kiat paling efektif untuk bisa bebas dari jeratan dendam. Berikut jawaban mereka—tentunya sudah kami sunting biar lebih ringkas dan enak dibaca.

Buang Jauh-Jauh Sasaran Dendam Dari Pikiran

Orang yang menyakitimu secara psikologis masih hidup dalam pikirannmu. Indikasinya adalah kamu masih mikirin orang itu, memimpikan dia. Kalau terus terjadi, semua itu bisa bikin hidupmu kacau balau. Begitu kamu memutuskan memaafkan orang brengsek tersebut dan siap melakukannya, hal pertama yang wajib kamu lakukan adalah menghapus obsesimu terhadap orang itu. Kenapa juga kamu harus membiarkan orang itu tinggal lebih lama dalam kepala? Dendam menahun bakal bikin kamu rugi sebab kamu bakal tersakiti dua kali: pertama ketika kamu dilukai pertama kali dan kedua ketika kamu masih terobsesi dengan dendam terhadap pelakunya. Intinya, jangan biarkan orang itu memang dua kali! — Robert Enright, guru besar psikologi sekaligus pendiri International Forgiveness Institute

Pikirkan Apa yang Terjadi Saat ini

Buat daftar pro kontra menyimpan dendam agar kamu bisa menyimpulkan sendiri: apakah dendam membantu atau merugikanmu? Tiap kali kamu punya pikiran yang ada kaitannya dengan dendam, akui saja kalau kamu punya pikiran seperti itu tapi camkan kalau itu cuma pikiran semata, bukan posisi dalam kehidupan nyata yang ingin kamu ambil. Sibukkan dirimu dengan pikiran atau kegiatan lain. Pikirkan apa yang terjadi saat ini dan lupakan dendam karena dendam datang dari masa lalu. Selalu ingat bahwa berkubang dalam dendam hanya membuang-buang waktu semata. Pusatkan isi kepala memikirkan cara memanfaatkan waktu dan energi mentalmu secara maksimal. Ingat, membebaskan diri dari dendam bukan proses yang terjadi dalam sekejap. Jadi, wajar kalau kamu kadang masih kembali terpikir dendam yang pernah kamu rasakan. Memang seharusnya begitu, meski proses ini kadang sebetulnya merugikan juga. Jadi, tiap kali kamu “mendendam,” akui dulu pikiran itu dengan legowo lalu alihkan perhatianmu ke dirimu sendiri—entah itu pengalaman-pengalamanmu, kedaanmu saat ini dan apa yang kamu ingin raih di masa depan — Stacy Rosenfeld , psikolog dan direktur Gatewell Therapy Center


Banyak anak muda di Indonesia butuh konsultasi psikolog atau ke psikiater, tapi tak tahu harus ke mana. Mereka takut kena stigma. Bacalah pengakuan seorang pengidap gangguan mental mencari teman curhat yang pas:

Beri Ruang Empati untuk Musuhmu

Seringkali kita harus mencoba melihat sesuatu dari sudut pndangan orang lain, agar kita bisa paham motivasi dan tindakan mereka. Cobalah tempatkan dirimu di posisi orang lain dan carilah altenatif penjelasan tindakan mereka sebanyak mungkin. Tujuannya bukan memaafkan perbuatan mereka, tapi justru buat membantumu merasionalisasi alasan mereka melakukan tindakan kejam atau menyakitkan di masa lalu. Dari semua alternatif jawaban yang kamu dapatkan, mana yang paling membuatmu paling merasa lega? Bocoran: begitu kamu memilih penjelasan yang bikin kamu lega, pilihan tersebut pasti membantumu sedikit lepas dari dendam dan energi negatif yang muncul d sekitarnya — Cheryl Dillon, konsultan perceraian dan pendiri Equitable Mediation Services

Cari Teman Curhat yang Tepat

Kalau kamu menyimpan dendam karena merasa kurang didengar, dipahami dan dipercaya, carilah orang yang mau mendengarkanmu. Tapi ada syaratnya: kamu harus mencari orang yang mau mendengar keluh kesahmu sembari tetap bisa objektif. Curhat pada orang yang cuma bisa mengiyakan ceritamu saja tidak membantu sama sekali. Teman dan keluargamu umumnya punya bias karena mereka sayang sekali padamu. Nah, bila kamu butuh orang yang bisa mendengarkanmu, menunjukkan kepedulian dan memvalidasi pengalamanmu, sambil tetap bisa memberikan saran yang tulus dan jujur, mungkin saatnya kamu ketemu psikolog profesional. Jangan lupa kamu berhak hidup tenang dan bahagia. Tinggalkan dendam dan ambil jalan yang membawamu menuju kebebasan dan kebahagiaan diri. — Melody Li, psikolog berlisensi dan pakar hubungan antar manusia