Kongkow bareng teman kantor itu sama sekali enggak asik cuy. Pertama-tama, pembentukan “perkawanan” ini bermula saat kita semua menandatangani kontrak kerja, menyatakan diupah oleh orang yang sama. Pada akhirnya, selain pekerjaan tak ada kesamaan lain yang kalian miliki. Lebih mudah berkomunikasi dengan seorang sopir taksi (atau bahkan sopir Gojek, yang lebih mirip teriak-teriakan ketimbang ngobrol karena angin yang kencang), setidaknya pada situasi-situasi tersebut kamu bisa ngomongin hal yang sama berulang kali, seperti macetnya ibukota atau ngata-ngatain politisi korup.
Dengan kolega, ada urusannya lebih kompleks. Kita kudu mencoba peduli terhadap hal-hal yang sebenarnya kita tidak pedulikan sama sekali. Kita enggak bisa menggunakan cara ngobrol dengan sopir Gojek, pada lingkungan kantor. Kalau kita terus-terusan mengulang kata “Hoo iya…” dan “Masa, sih?” kita bakal disangka—atau ketahuan—brengsek. Dicap sebagai orang brengsek di kantor sebetulnya bukan masalah besar, tapi kita akan menghadapi hambatan operasional di keseharian kantor; seperti tidak ada yang mau meminjamkan charger ponsel.
Bayangkan pada suatu hari kerja, masih jauh dari akhir pekan, kamu membayangkan kemacetan yang sebentar lagi akan kamu arungi bersama babang Gojek. Kamu menonton beberapa video sambil menunggu jam resmi pulang kantor. Saat waktu yang dinanti-nanti tiba, ternyata semua orang di kantor kepengin kongkow setelah pulang kerja dan kamu mestinya ikutan.
Videos by VICE
ALASAN TOPCER BUAT NGABUR
Ada dua cara menghadapi situasi seperti ini. Keduanya membutuhkan semacam sifat tertentu supaya berhasil; yang pertama mewajibkanmu menjadi pembohong kelas kakap dan supaya berhasil dengan yang satunya kamu perlu menjadi dominan dan alfa banget, sehingga orang-orang mau-enggak-mau nurut dan menerima keenggananmu berbasa-basi.
Kalau mau bohong, pakai cara ini: Ketika kamu berbohong, selalu ingat jurus-jurus klasik. Ada alasannya film-film mengisahkan cerita yang sebentulnya sama, atau bahkan remake amburadul: ya karena kisah lama hampir selalu berhasil. Namun sebagaimana membuat remake, kita harus mengeluarkan kreatifitas supaya orang-orang percaya dengan kebohongan kita. Alasan-alasan seputar keluarga hampir selalu berhasil, karena orang Asia dianggap memiliki hubungan kuat dengan keluarga. Tapi ingat, mustahil sanak saudara meninggal dunia lebih dari empat kali dalam kurun waktu setahun. Jadi ingat-ingat alasan sederhana dan mudah dipercaya, seperti: “nyokap minta anterin nih, gue enggak enak ngeles mulu.” Kenapa kamu enggak enak ngeles mulu? Enggak bakal ada yang nanya.
Kalau males bohong, pakai cara ini: sebenarnya yang perlu dilakukan adalah bilang bahwa kamu udah punya rencana. Dan rencanamu jauh lebih asyik ketimbang kongkow-kongkow enggak jelas (plis deh, besok juga ketemu lagi!). Misalnya, bilang aja season terbaru Game of Thrones bakal keluar bentar lagi, jadi kamu mau nonton ulang semua episode dari awal supaya enggak lupa nama-nama tokohnya yang banyak banget itu, dan siapa yang musuhan atau tidur dengan yang mana. Haqul yakin, kolega-kolegamu bakal memaklumi dan memahami betapa pentingnya rencanamu ini.
STRATEGI PATUNGAN YANG OKE
Idealnya sih, perusahaan lah yang harusnya bayar semua pengeluaran yang ditujukan untuk senang-senang selama outing atau ketika sedang ada pesta. Tapi, ayolah, enggak semua orang kerja di perusahaan tajir seperti perusahaan minyak dan gas dan kongkow dengan pegawai kulit putih woles yang tiap hari pakai baju batik standar. Jadi, berbagi tagihan makanan atau pengeluaran untuk senang-senang itu adalah hal yang wajar.
Contohnya ngobrolin berapa jumlah yang harus dibayar dan bagaimana membaginya, menentukan apa yang harus dipesan saja sudah bikin kikuk. Misalnya, mayoritas orang kantor sepakat memesan martabak ramai-ramai, sebagai orang yang datang telat dan ketinggalan proses pengambilan keputusan, kamu punya dua pilihan: ikut patungan untuk makanan yang mungkin kamu enggak suka-suka banget, atau enggak ikut sekalian dan mesen makanan sendiri. Pilihan pertama bikin kamu kelihatan bisa kerja sama sengan orag lain (mirip lah seperti yang kamu cantumkan dalam resume) sementara pilihan kedua membuatmu bisa tersenyum jumawa karena bisa mempertahankan jati dirinya……setidaknya dalam masalah pesan memesan makanan.
MENGATASI SENIORITAS DAN HIERARKI
Ini pertanyaan nyebelin sih: bos kita kehitung masih bos atau enggak sih setelah jam kantor? Jawabannya bisa iya, bisa enggak. Bisa saja kita bakal bersikap lebih tua dari umurnya agar bisa kongkow bareng staffnya, berusaha keras memberikan pendapat tentang “musik anak muda zaman sekarang” dan mati-matian bikin instragram story kekinian saat ngobrol semalam suntuk denan kita. Camkan, dalam kasus-kasus seperti ini, bosmu tak lagi jadi bosmu. Tapi esok pagi, ketika semua yang “asoy-asoy” ini berakhir, bosmu kemali menjalankan fungsinya seperti sediakala. Bersiaplah, bisa saja dia datang dengan penilaian performa kerjamu sebulan terakhir.
METODE BASA-BASI
Kamu sudah kerja dengan mas-mas IT itu sudah berapa lama? Empat tahun? Atau bahkan lebih? Tenang, kalau kamu belum tahu nama istrinya sampai sekarang, itu suatu yang normal. Semua juga pernah merasakan hal itu. Hubungan kerja kalian baik-baik saja sampai..eng ing eng komputermu ngadat. Mas itu datang dan memperbaikinya, dan kamu bilang “gue utang budi ama lo. Kapan-kapan gue balas.” percayalah, janji macam ini sudah kayak duit monopoli yang dipakai belanja di supermarkert. Enggak ada harganya. Dan Mas itu tahu kok. Yang justru penting bukanlah bagaimana hubungan kerja kalian yang sudah dengan rapih dijaga. Melainkan bahwa kamu enggak tahu apapun tentang apapun kecuali bahwa dia jago banget beresin komputer.
Ngobrol tentang pekerjaan sambilan di luar jam kerja mungkin jadi salah satu cara paling aman untuk melewati hubungan kerja macam ini. Tapi ya itu cuma bisa dipakai beberapa kali, selebihnya kamu harus putar otak lagi. Lagian buat apa ngobrol tentang kerjaan, kalian toh bosan tentang pekerjaan. Coba deh ngobrolin hal lain yang lebih fresh.Misalnya tentang hal-gal yang filosofis, agama atau kalau berani menyentil sedikit tentang politik praktis. Masih punya nyali? Coba buka omongan tentang jurang pendapatan antara gaji staff marketing yang menjulang dan staff lain yang cuma..begitulah.
ETIKA NGEGOSIP
Di luar sekat-sekat bilik, di dapur kantor atau mana lah, politik internal kantor pasti sering dibahas. Acara kumpul-kumpul kantor itu tidak jauh beda dengan forum Magisteriat Romawi kuno, yang mana gosip faksi lawan dan hak-hak pegawai korporasi diperbincangkan. Kadang-kadang pembunuhan politik terjadi, dalam bentuk perilaku bermuka dua, biarpun biasanya hanya terwujud dalam bentuk ngomongin orang di belakang.
Dengan atau tanpa efek alkohol, nongkrong dengan rekan kerja biasanya hanya diisi dengan keluhan-keluhan seputar pekerjaan dan hal-hal yang terjadi di kantor. Di keesokan hari, ketika jam kerja, anda bisa mengukur kesuksesan acara nongkrong kantor lewat seberapa banyak gosip dari malam sebelumnya masih dibahas. Misalnya, ada yang keceplosan, atau ada yang saling naksir, atau lupa ikut patungan bayar bil. Kalau pembahasan dari malam sebelumnya masih banyak terjadi, berarti acara nongkrong sukses. Bekerja itu kerap membosankan, jadi sekalian aja ngumpul dan ngeluh bareng-bareng.
Setidaknya faktor bebas ngeluh ini yang bikin ga selamanya nongkrong sama teman sekantor nyebelin. Cuma jangan sering-sering aja sih.