Pangeran Saudi Mendesak Negaranya Segera Mengakhiri Larangan Perempuan Menyetir Mobil

Artikel ini pertama kali tayang di Broadly.

“Di Arab Saudi, memperbolehkan wanita menyetir dipandang sebagai isu remeh. Padahal ini sebetulnya masalah yang mudah diselesaikan—apa logikanya melarang wanita menyetir? Arab Saudi adalah satu-satunya negara yang menerapkan larangan semacam ini,” kata Rothna Begum, peneliti hak-hak wanita Timur Tengah yang bekerja untuk lembaga Human Rights Watch. Dia menjelaskan selama bertahun-tahun para pegiat perempuan di Saudi sudah berupaya keras menghapus larangan ini.

Videos by VICE

Dulu perempuan dilarang menyetir di negara-negara Arab, yang berada dekat Teluk Persia (mencakup Kuwait, Bahrain, Irak, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab). Kini tinggal Saudi saja yang masih mempertahankan beleid itu. Kendati begitu, banyak orang mengaku polisi lalu lintas di Saudi pura-pura tidak melihat saja jika melihat perempuan mengendarai mobil sendiri. Apalagi jika perempuan ini menyetir di pedesaan.

Belakangan, desakan kepada Kerajaan Petro Dollar semakin menguat. Apalagi Pangeran Alwaleed bin Talal, salah satu sosok yang terkenal dan berpengaruh, terlibat aktif upaya membiarkan wanita menyetir.

Sikap Pangeran Alwaleed diunggah melalui Twitter dan situs pribadinya, berisikan argumen mengapa wanita harusnya boleh menyetir. “Larangan menyetir seperti ini secara fundamental adalah pelanggaran hak-hak perempuan,” kata sang pangeran. “Apalagi di era sekarang, wanita Saudi sudah bisa mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang layak.”

Alwaleed turut menggarisbawahi bagaimana larangan ini bakal menimbulkan masalah ekonomi. Akibat larangan ini, para suami harus mengantar istri mereka ke mana-mana. “Ini mengurangi produktivitas para tenaga kerja pria yang akhirnya berdampak terhadap ekonomi nasional Arab Saudi.” Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan untuk menyewa sopir. Semua ini mempengaruhi keadaan keuangan rumah tangga Saudi.

Meski dengan dukungan dari Pangeran kerajaan pertama kalinya terjadi, Begum tidak yakin situasi ini akan berubah dalam waktu dekat. Soalnya, Pangeran Alwaleed yang malang melintang sebagai pengusaha multinasional sejak lama dikenal liberal. Pandangan politik Pangeran Alwaleed tidak banyak berpengaruh di hadapan mufti-mufti Kerajaan Saudi.

“Alwaleed itu seorang reformis yang menganut paham liberal dan sering membela hak-hal wanita,” kata Begum. “Jadi tidak heran dia meminta larangan wanita menyetir dihapuskan.” Begum mewanti-wanti agar publik internasional tidak terlalu menaruh harapan hanya karena satu pangeran memberi dukungan. Masih banyak pangeran berpengaruh di Negeri Petro Dollar ini yang berpaham puritan soal larangan wanita keluar rumah. “Kalau pangeran Arab Saudi yang lebih konservatif mulai berani berbicara soal ini, barulah kita bisa bilang kalau perjuangan membuahkan hasil.”

Bagi para wanita Saudi, larangan menyetir ini hanyalah bagian kecil dari masalah yang lebih besar. Masyarakat Arab Saudi menjerat wanita dalam struktur patriarki penuh tekanan yang dikenal sebagai sistem perwalian. Tanpa wali pria, wanita Saudi tidak diperbolehkan pergi ke luar negeri, menikah, bercerai, atau melakukan prosedur medis tertentu. Biarpun sempat ada secercah harapan simbolis—untuk pertama kalinya, salah satu kandidat pemilihan gubernur di Arab Saudi adalah seorang wanita—akses ruang publik bagi kebanyakan wanita di Saudi masih sangat terbelakang.

Upaya menghapus larangan menyetir untuk wanita telah menyita perhatian banyak media internasional. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir banyak sekali aktivis perempuan Saudi yang ditangkap dan dipenjarakan. Pada 2011, melalui sebuah video YouTube, aktivis Manal al-Sharif mengajak para wanita Saudi secara simbolis menyetir beramai-ramai sebagai pembangkangan. Akhirnya Manal ditangkap dan dilarang berbicara ke media. Aksinya lalu menyulut gerakan pembelaan hak-hak wanita Saudi. Ribuan orang menandatangani petisi pada 2013, dan beberapa wanita Saudi menunjukkan sikap protes mereka dengan cara menyetir seharian. Dua tahun lalu, seorang aktivis berumur 25 tahun bernama Loujain Hathoul nekat menyetir mobil sendirian, melewati perbatasan Uni Emirat Arab-Saudi. Dia juga akhirnya ditangkap dan dipenjara. Sayangnya, usaha-usaha aktivis ini tidak pernah menggoyahkan para aparat.

Manal al-Sharif, aktivis yang mempelopori dimulainya upaya pergerakan agar wanita Saudi diperbolehkan menyetir. Foro via Wikimedia Commons

“Ketika upaya penghapusan larangan menyetir ini dimulai 2011 lalu. Pemerintah Saudi khawatir apabila isu perempuan menyetir dikabulkan, mereka harus mulai mereformasi lebih banyak lagi aturan-aturan negara lainnya,” ungkap Begum. “Larangan menyetir bagi wanita ada simbol dari opresi terhadap hak-hak wanita di Saudi. Aparat Saudi khawatir apabila wanita diperbolehkan menyetir, isu-isu yang lebih besar seperti sistem perwalian akan diperdebatkan. Maka dari itulah larangan ini dibiarkan.”

Begum mengatakan tidak hanya wanita yang akan bangkit melawan Kerajaan Saudi, apabila kebijakan soal menyetir diperlunak. “Pemerintah Saudi represif dalam banyak hal,” jelasnya. “Protes dilarang, membentuk perserikatan dilarang, berkumpul juga dilarang. Apabila masyarakat Saudi diberi lebih banyak kebebasan—biarpun dalam hal ini hanya setengah dari masyarakat (wanita)—maka banyak lapisan-lapisan masyarakat lainnya yang akan tergerak menuntut keadilan mereka juga.”

Kelak, jika pemerintah Saudi memperbolehkan wanita menyetir, kemungkinan besar ini akan dipicu motif ekonomi dan karena ada perubahan ideologis. “Wanita akan dituntut menyetir agar sampai kantor tempat waktu—bagi mereka yang mempunyai pekerjaan—namun tanpa perubahan prinsip dari sisi pemerintah Saudi, ekonomi kita tidak akan berkembang,” jelas Begum.

Seiring dengan meningkatnya kekhawatiran tentang resesi ekonomi di Saudi akibat harga minyak yang jeblok, tuntutan menghapus larangan menyetir bagi wanita makin menguat. Terutama dari para pelaku ekonomi. Mungkin saja akhirnya larangan ini akan dihapus. Tapi tidak dalam waktu dekat.