Kondom gratis untuk para atlet merupakan salah satu tradisi yang biasanya muncul dalam tiap gelaran Olimpiade. Namun pada Olimpiade Tokyo 2020 (yang terpaksa baru digelar pada 2021 akibat pandemi), panitia terpaksa mengubah skema bagi-bagi kondom gratis.
Menurut laporan kantor berita Kyodo News, alat kontrasepsi itu baru akan diberikan setelah semua kompetisi tuntas, tepatnya ketika tiap kontingen bersiap kembali ke negara masing-masing. Panitia beralasan kebijakan ini dilakukan untuk menekan risiko penularan Covid-19 di Desa Atlet Olimpiade.
Videos by VICE
Dengan demikian, untuk pertama kalinya sejak 1988, panitia Olimpiade tak lagi membagikan kondom pada para atlet di momen awal kompetisi olahraga internasional paling bergengsi tersebut. Program kondom gratis muncul pada akhir dekade 80’an untuk mencegah penularan HIV di kalangan atlet. Sebab, para atlet biasanya sering bersenggama dengan sesama atlet atau dengan pasangan masing-masing di tengah kompetisi. Sebelum 1988, penyakit menular seksual sering muncul di kawasan desa atlet yang jadi tempat tinggal sementara para peserta Olimpade.
Selain menunda pembagian kondom gratis, panitia Olimpiade Tokyo juga memastikan tiap anggota kontingen menerapkan social distancing. Alhasil, penataan kamar serta situasi di desa atlet amat berbeda dari ajang serupa yang berlangsung saban empat tahun sekali itu.
Semua itu demi mengantisipasi risiko merebaknya Covid-19. Bahkan, kalau ada atlet yang birahi, mereka tak bisa sembarangan “main” di kasur kamar yang disediakan panitia. Desain kasur ramah lingkungan dari kardus daur ulang itu hanya bisa menopang maksimal bobot dua orang dewasa. Artinya, tidak bisa terjadi threesome antar atlet (yang lazimnya juga sering terjadi di masa penyelanggaraan Olimpiade).
Selain membatasi kemungkinan para atlet ena-ena, panitia Olimpiade Tokyo juga mewajibkan setiap peserta mengisi daftar nama yang akan mereka temui selama acara. Gunanya tentu untuk pelacakan, andai risiko terburuk penularan Covid-19 terjadi. Jadi panitia bisa tahu hari ini atlet A bertemu pelatih, fisioterapis, atau malah pasangannya. Jika nekat melanggar berbagai aturan tersebut, atlet dan timnya bisa didiskualifikasi.
Sejak 24 Juli 2021, Olimpiade Tokyo resmi dimulai. Sebanyak lebih dari 18 ribu atlet dari berbagai negara kini tinggal di desa atlet kawasan Distrik Harumi, pinggiran Tokyo. Desa atlet itu luasnya mencapai 44 hektar, namun tak terasa ramai karena tiap penghuni pondokan dilarang bersosialisasi dengan atlet negara lain.
Minum alkohol diperbolehkan, tapi hanya bisa di kamar masing-masing. Di area jamuan bersama, tiap peserta Olimpiade wajib berjarak 2 meter dan pakai masker saat tidak makan atau minum.
Olimpiade kali ini mendapat penolakan justru oleh warga Jepang sendiri. Massa yang menggelar protes beralasan risiko penularan Covid-19 bisa meningkat akibat Olimpiade, lantaran tingkat vaksinasi di Jepang kalah jauh dibanding negara maju lainnya. Bahkan, dalam jajak pendapat terbaru, 86 persen responden khawatir angka penularan virus SARS-CoV-2 bisa melonjak sesudah Olimpiade dan Paralympic berakhir.
Kekhawatiran itu cukup beralasan. Sudah ada beberapa tim yang dipulangkan dari Jepang karena positif Covid-19. Di antaranya adalah kontingen atlet dari Uganda. Untuk menekan keraguan publik, panitia Olimpiade berdalih sudah menyiapkan 40 ribu dosis vaksin Pfizer untuk tiap atlet dan staf pendamping. Selain itu, panitia menyebut 80 persen peserta telah mendapat vaksinasi dosis pertama sebelum menginjakkan kaki di Jepang.
Bisa dibilang, ini olimpiade yang paling tidak “menggembirakan” bagi untuk atlet maupun penonton. Para peserta Olimpiade Tokyo disarankan tidak jalan-jalan saat kompetisi berakhir. Selain itu, panitia secara unik juga tidak menyediakan sushi, makanan laut khas Jepang, di pujasera bersama.
Sementara, para penonton yang ada di Jepang juga tidak akan bisa maksimal mendukung atlet dari negara favoritnya. Sebab, tiap lokasi pertandingan dibatasi hanya untuk 10 ribu penonton yang dipilih acak dan diperiksa ketat. Suasana pertandingan pun akhirnya jadi tidak semegah saat pandemi belum melanda dunia ini.