Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.
Wanita yang menggugurkan kandungan kini bisa diampuni oleh gereja, demikian pernyatan Paus Fransiskus melalui surat terbuka diumumkan awal pekan ini. Keputusan Tahta Suci itu merupakan bagian dari dispensasi khusus Sri Paus yang akan dijalankan para pastur seluruh dunia dalam rangka “Tahun Pengampunan”.
Videos by VICE
Bagi Gereja Katolik, selama ini aborsi tergolong dosa besar. Gereja menolak alasan apapun, baik karena faktor kesehatan atau karena para perempuan itu merupakan korban pemerkosaan. Paus memandang adanya jenis-jenis dosa tak terampuni dalam praktik gereja kontradiktif dengan doktrin Kristianitas. “Berdasarkan prinsip Katolik, saya bisa dan harus menyatakan bahwa tidak ada dosa yang tidak bisa dijangkau dan dihapus oleh pengampunan Tuhan,” tulis Paus Fransiskus.
Tahun Pengampunan dimulai sejak Desember 2015 dan berakhir di pekan terakhir November tahun ini. Tujuan prosesi tersebut mendorong umat Katolik tergerak mengampuni dan mengasihi dosa-dosa yang selama ini dianggap tak termaafkan. Selama periode pengampunan, wanita penganut Katolik diizinkan meminta pengampunan dosa aborsi dari pastur, tidak harus dari uskup seperti biasanya. Keputusan ini dibuat agar wanita yang melakukan aborsi dapat kembali beribadah di Gereja. Pengampunan ini sejalan dengan sikap Paus kelahiran Argentina itu—yang sejak terpilih menduduki Tahta Suci—membuat institusi keagamaan yang dipimpinnya lebih inklusif bagi semua kalangan.
Dalam suratnya, Paus Fransiskus menyatakan wanita yang baru saja melakukan aborsi bisa meminta pengampunan dari pastur tanpa harus khawatir soal batas waktu tertentu. “Saya harap setiap pastur membimbing, mendukung, dan menenangkan umatnya dalam perjalanan mencari pengampunan,” tulis Paus.
Jon O’Brien, Ketua Catholics for Choice, sebuah organisasi Katolik pro-aborsi berbasis di Washington D.C, menyatakan sikap Paus Fransiskus harus disambut baik. Kendati begitu, fakta Tahta Suci masih memandang aborsi sebagai dosa tetaplah “menyedihkan.”
O’Brien, melalui keterangan tertulis, mengatakan wanita Katolik kebanyakan tidak berbondong-bondong ke gereja meminta pengampunan. Surat Paus Fransiskus, baginya, lebih baik dimaknai sebagai pesan simbolis mendamaikan perempuan Katolik yang memilih aborsi dengan para pastur yang kerap saklek menentang pengguguran kandungan.
“Mungkin pesan Paus Fransiskus yang sesungguhnya bukan ditujukan bagi para perempuan Katolik, melainkan menyasar para pastur dan uskup yang terkadang ngotot menghukum wanita yang membuat keputusan pribadi berbeda dari aturan agama,” kata O’Brien.