Kenapa Sih Cowok Gandengan Tangan Masih Dianggap Tabu?
Semua foto oleh Vincent Dolman

FYI.

This story is over 5 years old.

Stigma Buat Cowok

Kenapa Sih Cowok Gandengan Tangan Masih Dianggap Tabu?

Fotografer Vincent Dolman memotret lelaki dari berbagai usia di India yang terbiasa gandengan tangan sebagai tanda persahabatan, tanpa dicap aneh. Manis banget...

Apa bedanya Jakarta dan Mumbai? Kalau dari pemandangan sih enggak terlalu beda. Kota pelabuhan Mumbai penuh kedai menjual chai (teh), orang-orang memanjat perancah bambu setinggi 40 kaki tanpa tali pengaman, dan gedung-gedung tua. Nyaris sama lah. Bedanya, di Jakarta, cowok yang pegangan tangan akan dicap orang-orang homofobik sebagai penyuka sesama jenis (yang kalaupun benar, ya suka-suka mereka dong mau gandengan tangan atau tidak).

Iklan

Sebaliknya, di Mumbai dan kota-kota besar India lainnya, cowok gandengan tangan pas jalan bareng sudah biasa. Cowok-cowok tadi sekadar temenan, atau bahkan nge-geng, dan enggak dapat stigma buruk.

Saat mengunjungi India untuk pertama kalinya, hal paling menarik perhatian fotografer Inggris Vincent Dolman bukan kekacauan atau cuaca panas India—melainkan para laki-laki yang bergandengan tangan, yang mana tidak umum di kalangan laki-laki di negaranya, sama seperti di Indonesia.

Puncak interaksi fisik di kalangan sebagian besar pemuda Inggris terjadi setelah tim sepak bola kesayangan mencetak gol. Lebih menyedihkannya lagi, di Inggris baru-baru ini dilaporkan lebih dari dua pertiga pasangan LGBTQ tidak bergandengan tangan karena mereka takut mengalami kekerasan. Apalagi di negara yang mayoritas warganya memandang homoseksualitas penuh stigma.

"Dalam masyarakat Inggris, rekan-rekan gay hanya mendapatkan pelukan dari pasangan ketika sedang berada di pub dan sudah minum beberapa gelas, atau ketika bergembira di sebuah festival musik," ujar Vincent.

Sayangnya, batasan di sekitar homoseksualitas bahkan lebih parah di India. Melakukan hubungan seks sesama jenis tak hanya tabu, tapi juga ilegal di India—meski undang-undang ini sedang ditinjau ulang, dan masih akan menjadi terobosan besar bagi hak-hak LGBTQ kalau dicabut. Tetapi, laki-laki bergandengan tangan adalah hal lumrah di India, terlepas dari seksualitasnya. Bagi mereka, bergandengan tangan adalah tanda persahabatan dan keakraban. Setelah bepergian keliling India beberapa kali, Vincent menyadari fenomena ini di latar belakang beberapa foto yang dia ambil, jadi dia kembali ke Mumbai untuk mendalami tema ini.

Iklan

Tonton dokumenter VICE soal seniman lelaki di Banyumas yang ingin melawan stigma buruk penari lengger lanang dan tekanan buat LGBT:


"Saya menghabiskan beberapa hari sampai akhirnya mendapat foto bagus pertama saya," ujarnya.
"Mulanya saya mencari di tempat-tempat yang salah dan di waktu yang salah pula. Tapi, dengan bantuan fixer lokal dan obrolan-obrolan, saya menyadari bahwa laki-laki bergandengan tangan saat mereka justru sedang bersantai."

Foto-foto ini adalah buktinya; ada laki-laki muda dan tua, dan bahkan remaja. Ada yang bergandengan dengan kelingkingnya, dengan jari-jari bertautan, dengan erat. Sebagian besar foto ini diambil diam-diam, beberapa foto menampilkan subjek yang berpose, semuanya berbahagia—ini semua menunjukkan kasih sayang intim tapi juga santai.

Laki-laki bersenda gurau di pantai dan di jalanan, cinta dan dukungan untuk satu sama lain terpancar lewat gestur tubuh yang begitu sederhana: bergandengan tangan. Fotografi Vincent terasa amat manis dan membebaskan.

"Ya seperti saat kita menaruh tangan di pundak teman," ujar Vincent. "Gandengan tangan hal yang berbeda untuk budaya saya, tapi dianggap normal di budaya lain.

Temuan kayak gini sangat menarik. Saya senang bagaimana para laki-laki bisa, bahkan tanpa pikir panjang, menunjukkan kedekatan mereka. Saya ingin laki-laki di negara manapun seharusnya bisa melakukan hal sama."

Mengapa? "Karena ini melambangkan cinta dan persahabatan," ujar Vincent, "yang sangat dibutuhkan di dunia saat ini."

Iklan

Simak foto-foto lain soal cowok yang biasa gandengan tangan di India dari Vincent Dolman:


Artikel ini pertama kali tayang di i-D