Solusi Kreatif Belajar Jarak Jauh: Pelajar Tukar Sampah dengan Paket Internet di Jakbar

Pelajar Bisa Tukar Sampah dengan Paket Internet di Koja Jakarta barat

Pandemi Corona mengubah keseharian penduduk Indonesia, termasuk para pelajar. Sistem pembelajaran jarak jauh memaksa jutaan pelajar beradaptasi, dengan mengandalkan Internet untuk tetap menempuh pendidikan. Namun, bagi mereka yang berasal dari keluarga menengah ke bawah, akses Internet stabil, katakanlah untuk mengakses aplikasi video tiga jam sehari, cukup memberatkan ongkos.

Menyadari kondisi tersebut, Iing Solihin atau biasa dijuluki Gus In, mengajak siswa SD hingga SMA tidak mampu di Kecamatan Koja, Jakarta Barat, terlibat bank sampah Majelis Taklim yang dia kelola bersama warga. Pelajar bisa menukarkan sampah anorganik yang dapat didaur ulang seberat satu kilogram, untuk mengakses gratis data Internet senilai Rp340 ribu. Paket data itu dapat dipakai selama sebulan. Inisiatif swadaya ini, merujuk laporan Liputan6.com, sudah berlangsung sejak awal Agustus lalu.

Videos by VICE

“Banyak terobosan memang kita buat, program ini satu di antaranya,” kata Gus In saat diwawancarai Republika.

Salah satu pelajar, Dimas Anwar Putra, mengapresiasi adanya wifi gratis hasil ditukar sampah daur ulang. Bersama kawan-kawannya, dia berkeliling kawasan Koja mengumpulkan bermacam sampah plastik dan kardus. “Mengumpulkan sampah itu seperti amal buat saya dan selain itu juga dapat data internet gratis,” ujarnya saat diwawancarai kantor berita Reuters.

Gus In sendiri sejak lama dikenal menjalankan program progresif agar anak muda tertarik ikut mengelola bank sampah Majelis Taklim. Dia memperkenalkan konsep tukar sampah untuk biaya liburan ke tiga negara, sampai memberi pelatihan anak jalanan cara memperbaiki pendingin ruangan.

Inisiatif kreatif agar pelajar tak mampu bisa mengakses internet sebelumnya sudah muncul di Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Salah satu rukun tetangga di kawasan tersebut memanfaatkan uang hasil jimpitan beras untuk menyediakan akses wifi gratis di balai RT. Pelajar juga bisa belajar bersama meamnfaatkan layar besar yang disediakan warga secara swadaya.

Ridwan Suryanagara, sang kepala RT, menyatakan uang jimpitan beras dari 55 kepala keluarga itu mencapai Rp1,6 juta per bulan, dapat dipakai membeli koneksi 50 Mbps. “Kalau ada anak dari luar kampung mau ikut belajar dikarenakan tidak mempunyai HP, ya kami persilahkan dengan catatan diperiksa dulu setiap hari kesehatannya, ikutin aturan di kampung kami,” kata Ridwan seperti dikutip Suara.com.

Kebijakan Kemendikbud agar sekolah mengggelar pembelajaran jarak jauh menampilkan jurang ketimpangan akses internet di Tanah Air. Merujuk data Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), baru satu dari enam keluarga di Indonesia yang dapat mengakses internet. Itu belum mencakup persoalan sinyal yang seringkali tidak stabil di beberapa wilayah.

Solusi yang diambil menyiasati PJJ di beberapa daerah selama ini adalah penyediaan internet gratis oleh pemda, namun koneksi sering menjadi sorotan. Langkah swadaya seperti di Koja dan Subang bisa menjadi contoh, bahwa solidaritas warga menghadirkan akses internet berbayar bisa lebih berkesinambungan dibanding mengandalkan terus menerus APBD dan rantai birokrasi pemerintah.