Pelaku Bom Bunuh Diri di Medan Pakai Atribut Ojol, Tanda Radikalisme Bukan Soal Pakaian

Pelaku Bom Bunuh Diri di Mapolrestabes Medan Pakai Atribut Ojol, Tanda Radikalisme Bukan Soal Pakaian

Menteri Agama Fachrul Razi mewacanakan larangan bagi ASN untuk mengenakan cadar dan celana cingkrang, dengan alasan memerangi ekstremisme agama. Padahal terorisme tak pernah mengenal standarisasi cara berpakaian.

Serangan bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan pagi ini buktinya. Sekira pukul 8:30 WIB, seorang lelaki dengan atribut ojek online meledakkan diri di halaman Mapolrestabes Medan dan melukai lima orang anggota polisi dan satu orang warga sipil.

Videos by VICE

Juru bicara Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan pagi itu banyak warga yang tengah mengurus surat keterangan catatan kepolisian (SKCK). Polisi menduga kuat serangan tersebut adalah bom bunuh diri.

“Hari ini secara kebetulan masyarakat banyak berbondong-bondong membuat SKCK. (Tapi) kejadian masih di halaman parkir,” kata Dedi dikutip Kompas TV. “Dugaan sementara betul kejadian bom bunuh diri. Sementara pelaku diduga meninggal dunia. Tapi mohon untuk sabar, tim masih olah TKP.”

Polisi telah mengungkap identitas pelaku sebagai Rabbial Muslim Nasution, pria kelahiran 11 Agustus 1995. Berdasarkan data yang diungkap oleh aparat, pelaku masih berstatus sebagai pelajar/mahasiswa. Belum diketahui jenis bom dan motif Rabbial meledakkan diri di Polrestabes Medan.

Dilansir Detik.com, sebelum kejadian pelaku sempat digeledah dua kali oleh anggota kepolisian di luar markas. Namun aparat tidak menemukan benda mencurigakan, hanya buku di dalam tas ransel yang dibawanya. Saat ditanya, Rabbial mengaku hendak mengurus SKCK. Tak berselang lama, Rabbial meledakkan diri di halaman Mapolrestabes.

“Yang bersangkutan sudah dua kali diperiksa karena tindak tanduknya mencurigakan,” kata Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Tatan Dirsan Atmaja. “[Dia] ditegur oleh anggota, ‘Mau ke mana pak?’ ‘Mau buat SKCK’. Buka jaket, dibuka, bawa tas apa isinya, dibuka nggak ada apa-apa hanya buku. Digeledah tidak ada benda mencurigakan. Itu di luar Polres.”

Melakukan penyamaran sebagai driver ojol untuk melakukan kejahatan memang marak terjadi belakangan ini. Di Kota Bekasi misalnya, dalam satu bulan ada laporan 50 kejahatan bermodus driver online. Para kriminal mungkin sadar bahwa menyamar jadi driver ojol dipastikan tak terlalu menarik perhatian. Wajar, sebab ada jutaan driver ojol di Indonesia. Kasus kriminal yang melibatkan driver ojol abal-abal ini rata-rata pencurian.

Serangan bom di markas kepolisian sempat marak sepanjang dua tahun belakangan. Pada Juli 2016, Mapolresta Solo juga diguncang bom bunuh diri. Pelakunya, yang teridentifikasi sebagai Nur Rohman, memacu motor matiknya ke halaman Mapolresta sebelum meledakkan diri. Tak ada korban dalam serangan yang dianggap gagal oleh para jihadis tersebut.

Serangan bom di markas kepolisian juga terjadi di Surabaya dan Riau pada 2018. Di Surabaya, sesaat setelah bom meledak di tiga gereja, sepasang suami istri dengan tiga orang anaknya mendatangi Polrestabes Surabaya dengan menggunakan sepeda motor. Tepat di palang gerbang masuk Polrestabes Surabaya, bom meledak.

Selang tiga hari kemudian, giliran Mapolda Riau diserang. Kali ini tidak dengan bom, melainkan dengan sebuah mobil dan senjata tajam. Dalam peristiwa itu, lima orang meninggal dunia, satu di antaranya aparat kepolisian. Beberapa di antaranya mengalami luka-luka.

Ketika Menteri Agama memukul rata bahwa ekstremisme identik dengan celana cingkrang, pernyataan itu terasa berbahaya. Kelompok teroris termotivasi melakukan hal sebaliknya demi menghindari kecurigaan.