Hal paling menakjubkan dari tren sinetron azab yang ramai di televisi Indonesia beberapa bulan belakangan, adalah kemampuan tim kreatif membayangkan berbagai siksaan gila terhadap jenazah tanpa harus teler. Luar biasa lho, ketika kalian sanggup mengoplos adegan meteor jatuh, tanah terbelah, angin puting beliung, hingga ‘molen’ pengaduk semen bisa dikombinasikan untuk menggambarkan betapa jasad para pendosa (dan orang-orang di sekitarnya) menderita sampai di liang lahat.
Jujur, saya pasti angkat tangan kalau diminta menyumbangkan ide ‘combo’ azab macam apa yang harus diberikan kepada jasad orang yang semasa hidupnya rutin berbuat bejat—plus kenapa malah jenazahnya yang diazab ya, kan udah mati? Ngerepotin warga lain yang enggak bersalah aja nih. Saya yakin penulis skenario ataupun sutradara sinetron pasti punya fantasi yang liar (sekali lagi, kalau emang enggak pakai teler ya).
Videos by VICE
Walaupun kagum sama mereka, saya dan teman-teman di redaksi VICE punya kritik terhadap tayangan sinetron seputar azab di berbagai TV swasta kita. Dari nyaris 200 episode tayangan macam ini, kenapa hampir semua azab menimpa orang kecil? Pedagang kelas UMKM, pengangguran, atau ibu rumah tangga yang terpaksa berbuat nekat gara-gara uang dari suaminya tak cukup bikin dapur ngebul? Agak ada bias kelas menengahnya nih.
Coba lihat saja deretan judul sinetron azab berikut yang tayang di MNCTV atau Indosiar: azab penjual kerupuk kulit curang, berikutnya tukang cendol yang jasadnya ‘dikerjain’ yang maha kuasa, nasib buruk jasad mandor kejam yang ikonik itu, hingga penjual tabung gas yang suka mengakali pembeli. Kumparan mencatat hanya ada 10 episode yang tokoh utamanya dari kalangan menengah atas. Wah, enggak bener nih. Kenapa sih PH sinetron enggak bikin episode azab buat diktator fasis, koruptor kakap, pejabat yang mendorong privatisasi layanan publik, atau azab keji bagi pemilik TV yang cuma mau iklan doang dan malas bikin acara bagus?
VICE akhirnya mengajak para pembaca untuk membayangkan azab bagi para bajingan pelaku kejahatan kerah putih. Bukankah manusia macam itu yang lebih sering bikin hidup kita enggak hepi di Indonesia? Mumpung pekan ini Presiden Joko Widodo menyebut-nyebut “politikus sontoloyo” dalam pidatonya di Jakarta, diperuntukkan bagi lawan-lawan politiknya yang dianggap suka mengadu domba dan menyebar fitnah untuk kepentingan pemilu tahun depan.
“Sebetulnya ini dimulai dari urusan politik, yang sebetulnya setiap lima tahun pasti ada. Dipakailah yang namanya cara-cara politik yang tidak beradab, yang tidak beretika,” kata Jokowi saat dikonfirmasi jurnalis soal maksud pidatonya. “Jengkel saya.”
Kalau maksud presiden adalah politikus yang jadi bohir hoax, hobi merekrut cyber army buat debat dan ngotorin timeline kita, mainan isu ras dan agama, lalu nggerakin ormas buat demo, kami setuju mereka emang sontoloyo banget. Mau yang pendukung pemerintah ataupun oposisi, politikus begituan memang cocok kena azab. Apalagi kalau mereka korup. Wah, wajib kena azab berganda tuh.
Nah, dalam artikel ini, kami meminta pembaca VICE ikutan mengirim ide bagi produsen sinetron agar menggeser fokus azabnya. Udah lah, jangan orang kecil melulu. Saatnya kita kreatif bikin azab bagi para politikus sontoloyo. Kami bikin tantangan kreasi azab ini dalam format kolom six words. Artinya, coba gambarkan azab macam apa paling cocok menimpa politikus sontoloyo tapi maksimal cuma dalam enam kata.
Ternyata respons pembaca ramai euy. Gokil-gokil pula. Banyak anak muda emang kesal sama politisi sontoloyo memberi azab bagi mereka sekalipun hanya dibatasi dalam enam kata. Berikut hasilnya. Kami beneran berharap bos-bos PH dan TV swasta mempertimbangkan usulan azab ini.
“Koruptor dana bencana kuburannya digenangi Indomie.” — Dahar, 19
“Tersedak tikus akibat menjadi dalang kasus.” — Gea, 26
“Ingkar janji, politisi mati digebuki istri.” — Reza, 26
“Sebar hoaks, politisi ditipu malaikat akhirat.” — @qpqtis
“Politikus meninggal terbakar api flaming drink.” — Dini, 25
“Jenazahnya mati kejepret karet bungkus gado-gado.” — Ardila, 27
“Di kuburan dapat kerjaan ngeramasin kuntilanak.” — Nessia, 25
“Jenazah traveling ke Eropa saat akan dikebumikan.” — Faizal, 20
“Korupsi dana e-KTP, jenazahnya langsung dilaminating.” — Riyadh, 21
“Sering pakai buzzer, kuburannya diblokir Kominfo.” — Ardian, 26
“Rusak hutan, kuburannya tertimbun pupuk kompos.” — Lutfi, 25
“Korupsi PSSI, lambungnya terjebret hakim garis.” — Ridho, 24
“Kuburan politisi korup dipenuhi rancangan Undang-undang.” — Gregorius, 28
“Curangi pemilu, politisi mati dicoblos pemilih.” — Amril, 20
“Tukang hoax, saat mati dikira komedi.” — Rizka, 30
“Koruptor mati tersedak uang suapnya sendiri.” — Nalendra, 21
“Kebanyakan nempel poster kampanye, jenazah lengket.” — Manan, 34
“Sebar hoax, mati tertimpa menara seluler.” — Afdal, 25
“Berlidah dusta, mulut politisi tersambar petir.” — Umifirda, 23
“Azab politisi biadab, kelamin pindah ke jidat.” — Ino, 23
“Korupsi, jenazah kena paku bumi proyek.” — Mirza, 23
“Derita politikus tersedot wastafel akibat korupsi.” — Dandrel, 22
“Koruptor buncit kuburannya keluar dokumen palsu.” — Mochamad, 33
“Menipu rakyat, jenazah politisi masuk kotak suara.” — Azhar, 30
“Kampanye SARA, tewas tertimpa baliho partai.” — Rio, 28
“Korupsi, tangan terjepit lubang anusnya sendiri.” — Merry, 26
“Jenazah politikus sontoloyo terkubur reruntuhan Meikarta.” — Adinda, 30