Suriah yang dilanda perang telah berubah menjadi “narco state”, julukan untuk negara pemasok narkoba terbesar di dunia.
Captagon, obat sintetis turunan dari amfetamin, merupakan sumber pendapatan besar bagi rezim pemerintah. Charles Lister, direktur program Syria and Countering Terrorism and Extremism untuk Middle East Institute di Washington DC, menyebut penghasilan captagon di negara tersebut telah jauh melampaui kartel Meksiko.
Videos by VICE
“Skala produksi dan ekspornya dua hingga tiga kali lipat, bahkan berpotensi empat kali lipat daripada yang diproduksi di Meksiko. Jumlah peredaran narkobanya benar-benar luar biasa,” terang Lister saat menghadiri webinar yang diadakan oleh Hamoon Center, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berfokus pada krisis politik di Suriah.
Menurutnya, perkiraan terbaru menunjukkan tahun lalu, pil captagon senilai $5,7 miliar (Rp88,8 triliun) yang diselundupkan dari Suriah telah disita di luar negeri. Jumlahnya hampir dua kali lipat dari obat sitaan senilai $3,5 miliar (Rp54,5 triliun) pada 2020, dan jauh lebih tinggi daripada ekspor legal tahunan Suriah sekitar $800 jutaan (Rp12,4 triliun).
Pejabat regional mengungkapkan jumlah obat yang disita, yang dilaporkan meningkat lagi pada 2022, hanya mencakup sekitar “5-10 persen” dari total pengedaran captagon Suriah.
Lister mengatakan, kalaupun satu dari 10 pengiriman berhasil digagalkan, penyelundupan captagon dapat menghasilkan kira-kira $57 miliar (Rp888 triliun). Sementara itu, nilai gabungan industri obat-obatan terlarang di Meksiko hanya sekitar $5-21 miliar (Rp78-327 triliun).
Hasil investigasi telah menemukan adanya keterlibatan elit penguasa dalam industri captagon ilegal di Suriah. Konco politik presiden Bashar al-Assad, terutama adik laki-lakinya, Maher al-Assad, dan Divisi Infanteri 4, telah diketahui mempunyai peran besar dalam produksi dan distribusi narkoba. Mereka bahkan mencatut penjualannya.
“Captagon telah mengikat erat ketiga institusi negara. Dari rezim, elit kroni hingga unit keamanan loyalis saling bekerja sama. Industrinya mendapat bekingan dari pemerintah, jadi tidak heran produksinya bisa besar-besaran. Rezim telah mengatur segalanya,” Lister memberi tahu VICE World News.
Captagon diciptakan untuk menirukan obat ADHD buatan Jerman yang kini telah dicabut peredarannya. Dipatenkan oleh Jerman pada 1961, obat itu mengandung stimulan jenis amfetamin yang disebut fenethylline. Meski obat aslinya telah dilarang pada 1980-an, captagon telanjur banyak dipakai untuk keperluan rekreasi di Timur Tengah. Sejak larangan berlaku, obatnya diproduksi secara diam-diam dengan kandungan amfetamin murahan, kafein dan filler.
Captagon versi pasar gelap, yang dijuluki “dua bulan” karena sering ada gambar cetakan bulan sabit di atasnya, menjadi alternatif yang lebih terjangkau di Suriah. Dibandingkan speed atau kokain ciptaan negara Barat, obat tablet ini jauh lebih murah.
Di Suriah, captagon dijual seharga 1 Dolar (Rp15.600) saja, dan biasa dikonsumsi sebagai “doping” atau penahan lapar. Namun, harga satu butirnya bisa melejit hingga $25 (Rp390 ribu) begitu diselundupkan ke negara-negara Teluk dan Arab Saudi — pasar terbesar captagon, yang seperempat dari keseluruhan penyitaan amfetamin di dunia sekitar tiga tahun lalu terjadi di sana.
Pasar captagon berkembang pesat, dan jumlah barang sitaan untuk satu operasi razia bisa sangat besar. Pada Juli 2020, Suriah menyelundupkan 84 juta butir captagon bernilai $1 miliar (Rp15 triliun) ke Italia, tapi berhasil digagalkan di pelabuhan Salerno. Pada Maret tahun lalu, 94 juta butir captagon disita di pelabuhan Klang, Malaysia.
Sebagian besar captagon diproduksi dan diedarkan dari daerah-daerah yang dikuasai rezim Assad, seperti ibu kota Damaskus dan Latakia, kota pelabuhan yang terdapat pangkalan udara Rusia di sana. Obatnya lalu diselundupkan melalui jalur laut dengan kedok mengangkut hasil panen dan peralatan medis ke Yordania dan Lebanon. Sejak tahun lalu, Arab Saudi tak mau lagi menerima kapal pengangkut buah-buahan dari Lebanon transit di negaranya karena mendapati 5,3 juta butir captagon berjejalan di dalam kiriman buah delima.
Jihad Yazigi, pendiri dan editor buletin online Syria Report, menerangkan, keuntungan dari perdagangan captagon langsung masuk kantong milisi bersenjata yang melancarkan transaksinya. Para penguasa negara, seperti Presiden Assad, juga kebagian jatah.
“Sebagian besar pendapatannya dinikmati kroni rezim, preman dan milisi yang berafiliasi dengan Iran—orang-orang yang berbahaya bagi rakyat Suriah. Mereka-mereka yang tangannya berlumuran darah rakyat Suriah,” tutur Yaziqi.
“Mustahil jika Assad tidak kebagian jatah. Tak mungkin Presiden diam saja jika melihat orang-orang terdekatnya meraup keuntungan besar. Melihat betapa besarnya kendali Assad di negara ini, serta dinas keamanan, dan lanskap ekonomi dan politik negara, Assad pasti juga merasakan keuntungannya.”
Laporan yang diterbitkan oleh Newlines Institute awal tahun ini menunjukkan, jumlah captagon ciptaan Suriah yang telah disita selama tujuh tahun terakhir mencapai 800 juta butir. Lembaga think tank AS itu juga menyebut rezim Assad sebagai pendorong utama majunya industri ilegal tersebut.
“Dengan keterlibatan tingkat menteri dalam produksi dan penyelundupan, pemerintah Suriah memanfaatkan perdagangan captagon sebagai sarana kelangsungan hidup ekonomi dan politik di tengah sanksi internasional. Pemerintah Suriah tampaknya bekerja sama dengan kelompok bersenjata seperti Hizbullah untuk memperlancar produksi dan perdagangan captagon.”
Lister memberi tahu VICE World News, negara-negara seperti Turki dan Irak semakin gencar melakukan razia captagon. Baru-baru ini dilaporkan obatnya juga diselundupkan ke Afrika utara. Menurut informasi intel yang diperoleh Lister, razia berskala kecil juga terjadi di Israel dan Tepi Barat.
Namun, meski rezim Suriah menyandang predikat produsen narkoba terbesar, isu ini tampaknya kurang mendapat perhatian negara Barat. Yazigi menduga karena obat-obatan terlarang ciptaan Suriah tidak diselundupkan ke benua Eropa atau Amerika Serikat, berbeda dari kartel Meksiko yang jaringan peredaran narkobanya sangat luas. “Sulit membuat perbandingan antara industri narkotika di Suriah dan Meksiko. Tapi yang pasti, perdagangan captagon bukan masalah politik yang besar seperti kartel Meksiko, karena captagon tidak diselundupkan ke AS atau Eropa,” simpulnya.