Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.
Tokoh supremasi kulit putih Richard Spencer berpidato provokatif di hadapan 200-an pendukung gerakan sayap kanan di Ibu Kota Washington D.C. Media berhasil merekam momen Spencer menegaskan pandangannya bahwa Amerika itu negara khusus warga kulit putih.
Videos by VICE
Spencer, 38 tahun, adalah pria yang mengklaim dirinya sebagai pencipta istilah ‘alt-right’: sebutan gaya baru kelompok yang pada dasarnya perkumpulan kulit putih rasis. Dia juga memimpin organisasi bernama National Policy Institute, mengaku melakukan kajian ‘ilmiah’ demi menjaga nilai-nilai kebangsaan AS. Pada 19 November lalu Spencer berpidato di Gedung Ronald Reagan di ibu kota Amerika Serikat, merayakan kemenangan Donald Trump. Acara ini digelar hanya beberapa blok dari Gedung Putih.
Salah satu isi pidato provokatif itu menyerang kaum Yahudi. Spencer tak tanggung-tanggung mengutip istilah propaganda Nazi Jerman untuk menyerang media massa anti-Trump, lalu memproklamirkan Amerika sebagai, “negara ciptaan kaum kulit putih, Amerika adalah warisan kita, negara ini milik kita.”
Beberapa aktivis alt-right menimpali akhir pidato Spencer dengan mengulurkan salam hormat gaya Nazi, sembari bersorak “Heil Trump, Heil victory!”
Anggota alt-right sejak lama dikenal rasis. Lembaga Southern Poverty Law Center mendeskripsikan aktivitas kelompok itu sebagai “kalangan berideologi kanan garis keras, serta grup dan individu yang percaya bahwa ‘identitas kulit putih’ sedang di ujung tanduk.”
Kelompok sayap kanan semacam itu menjadi pendukung utama presiden terpilih Donald Trump selama masa kampanye lalu. Acara di Washington D.C ini digelar khusus buat merayakan momen kemenangan Trump, yang disebut Richard sebagai penanda “kebangkitan identitas kulit putih.”
Berbagai media massa memberitakan isi pidato Richard. Kendati demikian, hanya The Atlantic yang sukses merekam utuh pidato penuh kebencian plus salam ala Nazi dari sebagian peserta. Media berbasis di Kota Boston itu lalu mengedit rekaman ini menjadi video pendek, menampilkan momen-momen paling membuat para penonton merinding.
“Tak ada yang menghargai kita jika kalah dengan terhormat. Tak ada yang menangisi segala kejahatan besar yang dilakukan pada kita,” ujar Spencer pada semua hadirin. Kata ‘kita’ dalam pidatonya itu merujuk pada supremasi dan ‘hak’ orang kulit putih. “Bagi kita, pilihannya cuma menang atau mati!”
Pernyataan pers yang sama mengingatkan bila Holocaust tidak dimulai dengan pembunuhan; peristiwa tragis itu awalnya dipicu oleh kata-kata provokatif. “USHMM meminta segenap warga negara AS, pemuka agama, dan elemen warga sipil serta segala pemimpin di berbagai level pemerintahan agar bersatu memerangi pemikiran rasis dan ujaran-ujaran penuh kebencian yang memecah belah negara ini.”
Minggu lalu, sebelum muncul cuplikan pidato di Washington D.C, Twitter telah memblokir akun twitter Spencer. Tindakan Twitter ini bukan yang pertama kalinya. Jejaring sosial mikroblogging itu sejak lama berusaha memerangi akun-akun mempromosikan ujaran kebencian.