Saat keuangan mulai menipis dan stok makanan tinggal mi instan, dengan murung aku mencari lowongan kerja yang “menjanjikan”. Kayaknya seru kalau punya pekerjaan yang bisa membuatku jalan-jalan ke luar negeri dan punya banyak uang, tapi enggak membutuhkan gelar tinggi. Setelah menjelajahi portal pencarian kerja, profesi pengasuh anak tampaknya bisa mewujudkan semua keinginanku itu.
Di satu sisi, aku bisa melihat daya tariknya, apalagi kalau gajinya besar dan kalian tinggal di rumah majikan. Tanggung jawab kalian paling hanya menemani anak-anak, mengajak mereka bermain dan menidurkannya saat mengantuk. Namun, ada kemungkinan majikan kalian orang kaya rese’ yang merasa diri mereka segala-galanya dan bisa melakukan apa pun sesuka hati mereka.
Videos by VICE
Penasaran, aku pun bertanya kepada sejumlah orang, seperti apa rasanya mengurus anak orang kaya. Hal apa saja yang bikin mereka kapok bekerja untuk majikan.
‘Anak majikan mengancamku pakai pisau’
Saat au pair, aku tinggal bersama keluarga di rumah yang indah tak jauh dari pusat kota Bologna. Putra mereka baru enam tahun, dan dia anak tunggal. Aku mengalami beberapa kejadian aneh dengannya. Di hari terakhirku, dia mengancam dengan mengayunkan pisau di depanku. Ibunya datang dan cuma ngomong, “Bisa turunkan pisaunya?”
Di hari yang sama, anak itu mengambil sendok kayu dari dapur dan memukul kakiku keras-keras. Pukulannya hampir meninggalkan bekas. Orang tuanya seakan enggak peduli dengan sifat anak mereka. Enggak pernah ada hukuman atau teguran sama sekali. Aku rasa mereka menganggapku seperti barang yang bisa disuruh-suruh. Emma.
‘Ibu mengeluarkan anaknya dari sekolah dan memintaku untuk mengajarinya’
Aku sudah hampir belasan tahun berkecimpung di dunia mengasuh anak. Belum lama ini, aku mengurus putri seorang pengacara yang umurnya baru sembilan tahun. Aku awalnya ditugaskan merawat anak dan mengajarinya membaca, tapi lama-lama aku menjadi “gurunya” juga. Tiga bulan setelah bekerja di rumah mereka, ibu yang pengacara secara ilegal mengeluarkan anaknya dari sekolah — aku satu-satunya sumber pendidikan untuk anak itu, dan dia belajar dari buku yang telah aku pilih di hari libur.
Aku sendiri yang membuat kurikulumnya, seperti membaca, menulis dan matematika, padahal aku bukan guru resmi. Ibu anak itu memperlakukanku dengan buruk. Dia juga selalu membatalkan ini-itu secara dadakan, dan bahkan menahan gaji. Isa.
‘Mereka memecat kami seminggu kemudian’
Aku dan pasangan pindah ke Inggris dari Eropa, dan ingin mengasah kemampuan berbahasa Inggris kami. Majikan kami baru pindah ke kawasan perumahan elit di Buckinghamshire, dan rumahnya seharga £1,8 juta (Rp36 miliar). Mereka baru punya mobil, anjing peliharaan dan pengasuh anak baru. Mereka memperlakukan kami bagaikan sampah. Misalnya, mereka mengatakan kami bisa menggunakan mobil mereka, tapi kami dilarang memakai mobil begitu kami bekerja di rumah mereka.
Dua bulan kemudian, mereka ingin memecat kami karena ayahnya kehilangan pekerjaan di perusahaan besar. Kami sudah dikontrak selama 12 bulan, dan ada kesepakatan mereka akan memberi kami kompensasi jika membatalkan kontrak. Ketika kami meminta kontrak itu, ibunya mengaku hilang. Tapi aku yakin dia berbohong.
Mereka memecat kami seminggu kemudian, padahal sudah tahu kami belum punya tempat tinggal. Selama seminggu itu, kami hanya boleh mengambil susu dan mentega. Peter.
‘Putra mereka melempariku dengan kotoran kuda’
Aku au pair untuk keluarga yang tinggal di wilayah pegunungan Corsica. Pemandangan di sekitar rumahnya sangat luar biasa — ibunya mengelola restoran yang ada kolam renang. Dua putranya sangat lucu ketika aku menemui mereka [pertama kali], tapi semua berubah keesokan harinya. Mereka enggak seperti anak-anak kebanyakan. Mereka punya tiga ekor kuda, dan melempariku dengan kotoran.
Ada juga kucing liar yang di sekitar peternakan, dan suatu hari mereka menangkap dan memasukkannya ke dalam kandang tanpa minuman dan makanan. Aku kesal sekali ketika akhirnya menemukan kucing itu. Mereka juga kencing sembarangan, seperti di kolam renang, tapi sang ibu enggak pernah menegur mereka. Mereka bahkan mengancam akan menembakku. Aku enggak tahu mereka akan melakukannya beneran atau enggak, tapi bisa saja ada senjata di rumah itu karena mereka sekeluarga berburu dengan anjing. Semua ini terjadi hanya dalam tiga hari. Aku akhirnya memberi tahu mereka akan berhenti bekerja karena sudah enggak sanggup. Naomi.
‘Aku merasa majikan sengaja ingin menangkap basah aku enggak mengurus anaknya dengan benar’
Di hari pertamaku, sang ayah mengatakan ada urusan di luar selama 15 menit. Dia belum juga pulang sejam kemudian. Aku pun meletakkan bayinya di tempat tidur karena harus buang air kecil. Aku selalu membawa nanny cam ke kamar mandi untuk jaga-jaga. Saat aku di kamar mandi, majikan masuk dan mengajak bayinya ngobrol. Dia membawa putrinya ke kamar lain untuk mengganti popok.
Sekeluarnya dari kamar mandi, dia mengomentari sikapku yang ke kamar mandi saat anaknya sedang tidur. Dia bilang itu “mengkhawatirkan”. Aku meyakinkan bayinya aman-aman saja, tapi aku rasa dia sengaja nge-gep seolah-olah aku lengah. Aku memutuskan keluar saat itu juga. Jess.