Διασκέδαση

Kangen Nonton Tayangan Olahraga? Dokumenter F1 di Netflix Bisa Mengobati Kerinduanmu

Penggemar Formula 1 wajib nonton Dokumenter F1 di Netflix

Banyak hal yang tidak bisa lagi kita nikmati akibat pandemi corona. Tidak ada lagi nongkrong di bar sama teman-teman, tidak ada lagi nonton gig musik di venue, tidak ada lagi menyantap makanan lezat di sebuah restoran yang ramai, dan tidak bisa lagi menonton tim olahraga favorit beraksi secara langsung.

Absennya menonton pertandingan olahraga secara langsung membuat saya mencari alternatif-alternatif baru buat hiburan. Saat ini, saya sedang menonton KBO, liga baseball Korea Selatan yang akhirnya kembali ditayangkan di ESPN biarpun tanpa penonton di stadium. Pokoknya saya kelabakan mencari tontonan olahraga buat mengisi waktu.

Videos by VICE

Sejauh ini, penemuan tontonan olahraga terbaik yang saya temukan adalah dokumenter Formula 1 di Netflix. Sebelum tidak sengaja menonton Senna—dokumenter 2010 tentang driver legendaris Brasil, Ayrton Senna—saya sama sekali enggak paham tentang balapan mobil. Namun setelah menonton dokumenter langka besutan sutradara Asif Kapadia yang sama sekali tidak menampilkan komentator atau reporter di depan kamera, saya langsung menjadi penggemar F1.

Biarpun balapan otomobil sendiri tidak pernah menarik buat saya, Senna menampilkan drama di belakang industri otomotif bagi pemula seperti saya. Determinasi kuat Senna untuk bersaing mengingatkan saya dengan Michael Jordan. Persaingannya dengan rekan setim saat itu, Alain Prost menjadi bahan sinetron olahraga yang penuh intrik. Kematiannya yang tragis pada 1994 akibat kecelakaan di belakang setir F1 membuktikan betapa berbahayanya olahraga balap mobil.

Senna merupakan salah satu dokumenter 2010an terbaik dan pintu masuk seru ke dalam sejarah F1. Namun, F1: Drive To Survive merupakan film sempurna untuk mendalami intrik-intrik dan narasi terbaru olahraga ini. Serial dokumenter ini, yang juga diproduseri oleh salah satu produser Senna, mengandalkan akses ke dalam 20 pengemudi liga yang terbagi dalam 10 tim. Seperti olahraga seru lainnya, acara ini menampilkan cuplikan highlight balapan F1, persaingan atlet, kisah underdog, dan sengketa kontrak.

Di season dua, acara ini menampilkan tim kelas berat seperti Mercedes dan Ferrari, tapi jalan cerita yang paling seru justru muncul dari tim-tim kecil seperti Haas dari AS, yang pemiliknya, Guenther Steiner yang doyan ngomong kasar menjadi MVP serial ini. Belum lagi tim Inggris, Williams, yang tadinya adalah nama besar dalam olahraga ini (dan memiliki dokumenter Netflix sendiri) yang kini terelegasi ke posisi buncit.

F1: Drive To Survive mendalami season F1 2018 dan 2019 dan ketika menonton, sulit sekali untuk tidak memilih jagoan versimu sendiri. Ketika Steiner kesal akibat pengemudi Haas, Kevin Magnussen dan Romain Grosjean saling bertubrukan, menyebut mereka “dua orang bego,” aku tertawa. Tawaku semakin kencang ketika dia berteriak, “Eh anjing, anak TK elo semua.”

Ada juga sosok pengemudi Australia menawan, Daniel Riccardo yang selalu terlihat ceria sepanjang serial, membuatnya mudah digemari. Kisah pengemudi pemula Pierre Gasly yang turun pangkat di tengah season Red Bull Racing menjadi kisah comeback yang seru. Tanpa sisi drama yang ditampilkan serial Netflix, pemula F1 seperti saya mungkin akan menganggap olahraga ini tidak lebih dari sekedar mobil-mobil ngebut memutari lintasan.

Cara terbaik untuk menghindari depresi dan kebosanan akibat karantina di rumah adalah untuk menyelami sesuatu yang baru. Dengan adanya Senna dan F1: Drive to Survive, ini adalah momen yang tepat untuk mengeksplor olahraga yang mungkin masih asing bagi banyak dari kita. Kalaupun balap mobil dan F1 terdengar tidak menarik, mempelajari sesuatu yang baru itu seru lho. Biarpun balapan F1 di dunia nyata sedang rehat, tapi tidak ada salahnya kamu menyiapkan diri biar nanti bisa mengikuti olahraga seru ini begitu pandemi berakhir.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE US.