Meski telah dilarang di sejumlah negara, tak sedikit pengguna rokok elektrik seperti vape yang percaya jenis rokok ini lebih aman daripada lainnya. Studi memang menyebut vape dapat menghilangkan kecanduan rokok, tapi penelitian yang diterbitkan untuk Konferensi Stroke Internasional Asosiasi Stroke Amerika di Honolulu tahun lalu menunjukkan nge-vape justru memiliki risiko terserang penyakit jantung dan stroke yang lebih tinggi. Dan belum lama ini, laporan terbaru menyampaikan pengguna vape yang masih merokok berisiko hingga dua kali lipat mengalami stroke.
Diterbitkan dalam American Journal of Preventive Medicine, penulis studi menganalisis lebih dari 160.000 tanggapan pada penggunaan rokok tembakau dan elektrik. Sebagian besar penggunanya laki-laki dalam rentang usia 18-44. Mereka menyimpulkan penggunaan dua jenis rokok bersamaan dikaitkan dengan peluang stroke 2,91 kali lebih tinggi. Sementara peluang terkena stroke pada perokok 1,83 lebih tinggi, jumlahnya meningkat hingga 2,54 pada mantan perokok yang kini ngevape.
Videos by VICE
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam rasio ini yaitu frekuensi merokok dan ngevape, demografis, hipertensi, riwayat kesehatan seperti diabetes, kadar kolesterol, indeks massa tubuh, aktivitas fisik dan konsumsi alkohol. Kesimpulannya, sama sekali tidak ada manfaat yang dirasakan ketika seseorang beralih ke rokok elektrik. Selain itu, ada efek jangka panjang rokok elektrik pada metabolisme serebrovaskular yang perlu dipertimbangkan.
“Penelitian kami menunjukkan perokok muda yang juga ngevape memiliki risiko kesehatan yang lebih besar,” ujar peneliti utama Dr Tarang Parekh. “Ada efek berbahaya bagi pembuluh darah, jantung dan otak perokok elektrik.” Dia lalu menambahkan, “Penelitian ini bisa dijadikan pesan penting bagi pengguna vape yang mengira rokok elektrik lebih aman daripada rokok biasa.”
Follow Shamani Joshi di Instagram.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE India.