Artikel ini pertama kali tayang di Tonic.
Bagi Sky Sutton, insomnia dan mimpi buruk muncul setelah pemilu presiden Amerika Serikat digelar tahun lalu. “Malam ketika Donald Trump terpilih sebagai presiden, saya bermimpi seisi kotaku lari dari kejaran Trump,” kata Sutton. “Saya belum pernah ketemu Trump, tapi kami semua tahu Trump bakal datang. Area yang kutinggali sangat liberal, ramah terhadap kaum queer. Jadi, jelas dalam mimpi saya, dia datang untuk menghukm kami. Makanya, kami, semua orang tetangga dan teman-temanku, harus kabur. Jumlah kami mungkin sampai 2000 orang dan kami semua berlari.”
Videos by VICE
Ketika Sutton terbangun, pikirannya kalut, degup jantungnya tak terkendali, dia pun muntah. Sejak saat itu, dalam seminggu Sutton bisa dihantui mimpi buruk yang ada sangkut pautnya dengan Trump, setidaknya tiga kali dalam seminggu. Meski tak semua mimpi buruk itu berujung pembantaian, ada mimpi-mimpi yang bandel, menolak untuk dilupakan. “Mimpi yang aku alami minggu lalu itu skor keseramannya sepuluh dari sepuluh.” ujar Sutton sambil berusaha mengingat mimpinya. “Dalam mimpi itu, rumahku sangat gelap, sosok-sosok tanpa muka mengerubungiku. Aku harus bertarung melawan mereka agar bisa keluar rumah. Aku butuh waktu seharian agar bisa melupakan mimpi itu.”
Seperti Sutton, banyak penduduk Amerika Serikat masih berusaha memahami kenyataan pahit yang mereka hadapi: Donald Trump jadi presiden ke-45—dan dampak psikis terpilihnya Trump terlihat di mana-mana. Menurut American Psychological Association, pada bulan Januari 2017, tingkat stress di AS mengalami peningkatan drastis sejak tahun 2017. Pun, kasus mimpi buruk seperti yang dialami Sutton bukan satu-satunya di Negeri Paman Sam. November tahun lalu, Slate merangkum mimpi buruk tentang trump yang dialami awaknya. Minggu lalu, beberapa kelompok orang curhat tentang mimpi buruk tentang Trump yang mereka alami lewat Yahoo.
Nyatanya, bocornya keresahan politik AS ke dalam alam mimpi penduduk Negeri Paman Sam tak bikin para peneliti cukup terperangah. “Setiap dari kita punya semacam peta mental tentang pemahaman diri kita, pemahaman akan pemimpin kita serta dunia yang kita tinggali. Saban kali ada insiden yang mengancam pemahaman kita ini, kemungkinan besar akan diasosiasikan dengan mimpi buruk.” jelas Anne Germain, seorang associate professor of psychiatry di University of Pittsburgh yang banyak mendalami gangguan tidur. “Jadi mimpi buruk itu tak cuma berakar pada sesuatu yang telah terjadi pada kita, bisa jadi akarnya adalah peristiwa yang memaksa kita untuk beradaptasi.”
Dengan kata lain, mimpi buruk adalah bagian dari segala peristiwa yang dialami manusia. Mimpi dikejar atau diburu adalah jenis mimpi yang paling umum terjadi seperti mimpi kecelakaan, mendapatkan kekerasan fisik, didatangi hantu dan jatuh. Sebuah penelitian mengungkap bahwa antara 8 sampai 30 persen orang melaporkan bahwa mereka setidak bermimpi buruk sekali dalam sebulan serta 2 sampai 6 persen lainnya mengaku bermimpi buruk minimal sekali dalam satu minggu? Barangkali kalian bertanya kenapa ada rentangan persen mereka yang mengalami mimpi. Sejatinya itu semua terjadi karena para peneliti belum sepakat tentang bagaimana mimpi buruk harus didefinisikan. Jadi, apa yang dimaksud dengan mimpi buruk bervariasi dari satu penelitian ke penelitian lainnya.
Edisi kelima Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, misalnya, mendefinisikan mimpi buruk sebagai mimpi yang terus teringat dan sangat disphoric yang biasanya menggambarkan usaha untuk menghadapi ancaman keselamatan, keamanan atau integritas fisik. Mimpi buruk, dalam pengertian yang sama, kerap membuat seseorang bangun. Karena ada anggapan bahwa mimpi buruk membuat seseorang tersentak bangun, beberapa peneliti menggunakan istilah “mimpi jelek” untuk mimpi dengan karakteristik serupa yang tak membuat seseorang bangun dari tidurnya.
Namun, banyak pakar yang dengan senang hati mengkritik definisi di atas. “Menurut saya, harusnya definisi mimpi buruk itu harus lebih fleksibel. Saya sih percaya jika pasien menggambarkan mimpi yang menyeramkan sebagai mimpi buruk meski mereka tak langsung terbangun saat mengalaminya.” terang Patrick McNamara, associate professor of neurology di Boston University School of Medicine serta penulis buku Nightmares: The Science and Solution of Those Frightening Visions During Sleep. “Jika isi mimpinya masih sangat menggangu bagi pasien saya dan mereka terus merasa dihantui oleh mimpi itu meski tak langsung terjaga, saya sih tak langsung mengatakan bahwa itu bukan mimpi buruk.” (oh ya, dalam artikel ini istilah mimpi buruk dan mimpi jelek akan digunakan bergantian).
Meski para pakar belum sepakat tentang apa yang dimaksud dengan mimpi buruk, mereka cenderung satu suara tentang apa yang menyebabkan mimpi jelek. Yang jelas, stress adalah salah satunya. Para peneliti telah berhasil mengungkap bahwa mimpi buruk akan lebih banyak muncul pasca sebuah insiden besar—bencana alam misalnya—terjadi. Dalam sebuah hasil penelitian yang dipublikasikan oleh American Psychological Association di 1992, ditemukan korelasi antara mimpi buruk dan gempa bumi yang melanda San Francisco pada tahun1989. Selama tiga minggu masa penelitian, 40 persen mahasiswa yang menjadi subyek penilitian di Bay Area mengaku mengalami satu atau lebih mimpi buruk setelah gempa bumi. Angka ini jauh lebih tinggi dari 5 yang dijumpai grup pembanding di Arizona.
Di sisi lain, gangguan mental juga bisa berperan dalam munculnya mimpi jelek dan gangguan tidur. Sebuah penelitian yang dilakukan pada 2015 oleh American Academy of Sleep Medicine terhadap 14.000 orang dewasa menunjukan bahwa insomnia dan depresi adalah faktor utama pemicu muncul mimpi buruk yang sering muncul. Penyalahgunaan obat-obatan dan pengalaman traumaris juga bisa meningkatkan frekuensi mimpi buruk. Penelitian yang digagas oleh Kent State University menemukan bahwa dar 314 peserta penelitian—kesemuanya baru saja mengalami kecelakan motor atau mobil—25 persen di antaranya masih mengalami mimpi buruk dua minggu setelah kecelakan. Sementara 19 persen lainnya masih dihantui mimpi jelek bahkan sampai 3 bulan setelahnya. Bahkan pada mereka yang mengalami gangguan pasca trauma akibat kekerasan seksual, mimpi buruk bisa muncul enam hari dalam seminggu.
Yang menarik, bahkan peristiwa menggembirakan macam perkawinan dan kelahiran bayi bisa memicu mimpi jelek lantaran masih ada kegusaran dan kebutuhan untuk beradaptasi di dalamnya, ungkap Germain. Namun, mimpi jelek kadang juga bisa muncul tanpa sebab yang jelas. “Otak manusia tak seperti pesawat TV; otak tak bisa seenaknya dimatikan ketika kita hendak tidur. Dalam otak kita, ada beberapa tipe aktivitas di bagian otak yang berbeda juga saat kita melek dan saat kita tidur.” kata Germain. “Saat mimpi, bagian otak yang emosional tetap “online” namun bagian cortex depan, bagian yang membantu kiTA memahami gambar yang kita terima, tidak begitu aktif. Akibatnya, saat kita mengalami aktivitas otak yang emosional, otak kita gagal memahaminya. Ini yang membuat beberapa gambaran mental yang jelek muncul dalam mimpi kita.”
Beberapa mimpi buruk memang kadang muncul secara acak. Namun, pendapat ini ditentang oleh beberapa pakar. Salah satunya adalah Tore Nielsen, seorang profesor psikologi dan direktur Dream and Nightmare Laboratory di University of Montreal. Nielsen kini tengah menggagas sebuah teori baru yang berusaha menjelaskan asal-usul mimpi buruk. “Premisnya adalah mimpi-mimpi buruk ini punya akar jauh di pengalaman-pengalaman yang tak mengenakan di masa kecil—misalnya perpisahan dengan orang tua, kurangnya kasih sayang, disiplin yang terlampau ketat, kecelakaan, sakit, bullying hingga diskriminasi.” jelasnya. “Pengalaman dan sensasi yang tak menyenangkan ini yang harusnya bisa dipendam dengan mekanisme yang disebut infantile Amnesia malah dengan gampang diakses oleh alam sadar kita dan muncul kembali dalam mimpi. Ini yang memancing munculnya sensasi kuat yang barangkali rasanya asing bagi kita.”
Seperti layaknya ada perdebatan panas definisi mimpi buruk, ada juga perdebatan sengit tentang apakah mimpi buruk punya fungsi tersendiri. Di 2000, ahli syaraf asal Finlanda Antti Revonsuo mengajukan Threat Stimulation Theory yang langsung jadi “favorit media,” seperti yang dikatakan Nielsen. Intinya, teori itu mengatakan bahwa mimpi jelek adalah semacam metode untuk melatih kita merespon terhadap segala macam ancaman. Dengan demikian, mimpi buruk punya peran penting dalam evolusi manusia karena tatkala ancaman itu benar-benar hadir dalam kehidupan nyata, kita sudah terlatih lebih dulu untuk menghadapinya. Jadi, menurut pandangan teori ini, ketika nanti Sutton harus kabur dari Northampton guna menghindari Trump, dia akan dengan mudah melakukannya karena sudah berlatih berkali-kali dalam mimpi.
Nielsen tak yakin penjelasan teori ini tepat. “Menurut saya sih begini: walau kita sering bermimpi tentang ancaman, dalam mimpi kita tak selalu bisa mengatasinya, jadi bisa dibilang ada sedikit paradoks [dalam teori ini],” ungkapnya. Baginya fungsi mimpi buruk yang sebenarnya tidak seperti itu. Mimpi yang tak enak dialami, dalam benak Nielsen, sejatinya berfungsi mengurangi ketakutan dengan mengkombinasikan elemen menakutkan dengan elemen netral atau malah positif serta konteks yang aman karena ini semuanya toh hanya terjadi dalam mimpi. “Dengan demikian, mimpi buruk meredakan ketakutan tertentu.” jelas Nielsen.
Germain teringat salah satu contoh dari apa yang dimaksud Nielsen. Seorang dengan fobia ketinggian berusaha memandang mimpi buruknya sebagai semacam tantangan “Jadi orang ini bermimpi bahwa dia sedang mendaki gunung—pengalaman yang bikin orang dengan fobia ketinggian mengkerut. Orang ini kemudian diberi kesempatan untuk mencoba skydiving. Ternyata tawaran ini diterima. Barangkali dia berpikir ‘kalau aku pernah ketakutan setengah mati dalam mimpi dan bangun baik-baik saja, seharusnya aku akan baik-baik saja melakukan skydiving.’” Germain sepenuhnya sadar bahwa ini bisa dianggap sebagai contoh yang lebay, tapi ia meyakini bahwa “mengalami sendiri hal-hal yang bikin kita takut setengah mati di dalam mimpi, bisa mengubah persepsi mereka dan memunculkan keberanian mencoba berbagai hal baru setelah bangun.”
Untuk kebanyakan orang, mimpi buruk—bahkan yang muncul beberapa kali selama seminggu dan menyangkut ketakutan yang mendalam—bukan masalah sama sekali selama mereka bisa melupakannya setelah terjaga. Namun, bagi beberapa orang lainnya, mimpi buruk terus menghantui mereka bahkan setelah terjaga sampai-sampai mereka ketakutan bakal kembali mengalaminya. Justru inilah yang membuat mimpi-mimpi itu muncul lebih kerap. “Jika mimpi buruk muncul dengan kekerapan tinggi atau terus-terus muncul sampai penderitanya susah beraktivitas di siang hari, tak bisa tidur nyenyak, ada baiknya mencari bantuan spesialis.”
Penanganan terhadap mimpi buruk mencakup sebuah terapi perilaku kognitif yang disebut image rehearsal therapy (IRT). Pasien yang menjalani terapi ini diminta menuliskan kembali mimpi buruk mereka dan mengimbuhinya dengan akhir yang lebih positif. Setelah itu, mereka diminta “berlatih” skenario ini di siang hari. Sepintas metode ini terdengar sederhana dan agak-agak berasa New Age namun terapi ini sangat efektif. Sebuah penelitian yang diterbitkan di JAMA menunjukan bahwa ketika penyintas kekerasan seksual mencoba metode IRT, frekuensi mimpi buruk mereka berkurang dan kualitas tidur mereka meningkat. Sebuah penelitian lainnya—kali ini lebih kecil skalanya—mengungkap bahwa di samping penderita bisa tidur dengan lebih nyenyak dan kekerapan mimpi buruk turun, IRT membuat penderita tak gampang gusar dan geram.
Perkembangan di ranah virtual realitas juga menawarkan solusi bagi mereka yang dirundung mimpi buruk. Saat ini, McNamara tengah merancang sebuah terapi VR yang menggabungkan langkah-langkah memerangi rasa takut dan lucid dream. “Yang membuat orang takut mimpi buruk adalah anggapan mereka tak bisa mengendalikan apa yang mereka lihat dalam mimpi. Dengan program VR kami, mereka bisa mengecilkan gambar, membuat gambar di atasnya dan pindah ke gambar lain. Setelah pasien bisa mengontrol level stres dan emosi negatif saat mendapati imaji-imaji tertentu, diharapkan mereka bisa mengendalikan mimpi buruk mereka juga.” jelas McNamara.
Tatkala saya bertanya pada Sutton apakah dirinya akan menjalani perawatan tertentu jika mimpi buruknya terus menghantui. “Saya tak akan membiarkan Trump mempengaruhi kehidupan nyata saya sampai-sampai saya harus minum obat tertentu. Saya tak mau minum obat apapun,” ungkapnya. “Saya tak rela Trump bikin otak saya jadi bego.”