Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto ditusuk seorang lelaki saat berkunjung ke Pandeglang, Banten. Saat kejadian dia hendak meresmikan Gedung Kuliah bersama Universitas Mathla’ul Anwar di Kampus UNMA Banten pukul 11:15 WIB. Insiden ini menjadi upaya pembunuhan pejabat tinggi Indonesia pertama yang terekam kamera.
Seperti dilaporkan Detik, upaya pembunuhan ini terjadi dalam hitungan detik, saat Wiranto yang mengenakkan batik hijau lengan panjang lengkap dengan pecinya turun dari mobil dinas. Dia sedang menyalami petugas kepolisian yang berdiri dihadapannya dan hendak menyambangi warga.
Videos by VICE
Syahril Alamsyah alias Abu Rara yang berpura-pura sebagai warga yang hendak ingin bersalaman dengan Wiranto tersebut langsung menyerang Wiranto dari belakang petugas kepolisian dengan menggunakan pisau kecil (mirip seperti di manga Naruto) dan melayangkannya ke arah perut Wiranto. Wiranto nampak terhuyung dan terjatuh di tengah kerumunan warga. Politikus 72 tahun itu menderita dua luka tusukan pada bagian sebelah perut kiri bawah. Sementara Syahril segera dibekuk oleh personel kepolisian.
Ajudan Wiranto bernama Fuad dan Kapolsek Menes Kompol Dariyanto turut melindungi Wiranto dalam insiden itu. Akibatnya mereka terluka di bagian punggung.
“Kejadian penusukan tersebut secara tiba-tiba langsung menyerang atau menusuk ke bagian perut Jenderal TNI Purnawirawan Wiranto dengan sajam,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo dalam jumpa pers.
Wiranto kemudian langsung dibawa ke RSUD Berkah, Pandeglang, dipangku oleh sang ajudan. “Beliau mendapat dua luka di bawah perut dan ditangani RSUD dalam kondisi sadar,” ujar dokter Firmansyah selaku Direktur RSUD Berkah saat dihubungi awak media
RS Berkah menyatakan menkopolhukam menderita luka tusuk cukup dalam. Firmansyah mengatakan faktor seperti usia dan kedalaman luka berpengaruh pada lamanya pemulihan Wiranto. Atas berbagai pertimbangan tadi, Wiranto langsung diboyong ke Jakarta menggunakan helikopter untuk dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto untuk menjalani operasi.
Saat ini Abu Rara, yang diduga berkomplot dengan istrinya Fitri Andriana dalam upaya membunuh Wiranto telah diamankan polisi. Pelaku dari penyelidikan sementara diduga terpapar paham radikal ISIS. Di media sosial, banyak orang terus memperdebatkan motif penyerangan Wiranto.
Perbincangan di medsos pun mengarah ke satu topik: Apakah peristiwa penusukkan ini merupakan kelanjutan dari upaya pembunuhan pejabat negara saat buntut kerusuhan 22 mei 2019 lalu?
Wiranto sempat dikabarkan jadi target pembunuhan kelompok yang rusuh sesudah pemilu. Kesimpulan itu diperoleh Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Muhammad Iqbal, usai menangkap 6 tersangka perusuh, yakni HK alias Iwan, AZ, IF, TJ, AD, dan AF alias Fifi yang masing-masing memiliki peran berbeda.
Selain Wiranto, tiga pejabat negara lain yang masuk ke dalam target pembunuhan adalah Luhut B. Panjaitan Menko Maritim, Budi Gunawan (Kepala Badan Intelijen Negara), dan Gories Mere (Stafsus Presiden bidang intelijen dan keamanan). Merespons ancaman pembunuhan ini Wiranto menegaskan hal seperti itu adalah ancaman yang harus siap dia terima.
Upaya pembunuhan pejabat tinggi macam ini pernah terjadi sebelumnya. Pada 2012, Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis hukuman penjara 12 tahun untuk Hendi Soehartono, pelaku terorisme bom buku. Hendi bersama kawannya Pepi Fernando membuat sejumlah bom yang berbentuk buku yang akan dikirimkan ke beberapa orang yang alamatnya dicari Hendi melalui internet.
Sejumlah nama pejabat negara yang ia jadikan target yakni politisi Japto Suryosumarno, Kepala BNN Goris Mere. Hendi dan Pepi berusaha mengincar rombongan Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu tengah menjabat sebagai Presiden Indonesia.
Alasan Pepi ingin mengirim bom kepada SBY karena perasaan kekecewaannya yang selalu mengikuti langkah kebijakan politik SBY selama ini. “Dalam pemahaman terdakwa dalam kenyataannya negara yang dipimpin Presiden SBY saat ini banyak orang-orang yang secara fakta tidak beriman dengan masih kebanyakan korupsi, perzinahan dan lain-lain,” kata Jaksa Penunutut Umum (JPU) Bambang Suharyadi saat membacakan dakwaan di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Moestafa di PN Jakarta Barat.
Alasan lain yang mendorong dia nekat mengirim bom ke Gories Mere, karena jenderal polisi itu merupakan pimpinan Densus 88 Antiteror yang pernah menangkap kawan-kawan jaringannya di Indonesia. Upaya pemboman rombongan presiden ini direncanakan ketika mobil RI-1 melintas di kawasan Cawang dan di jalan alternatif Cibubur ke arah Cikeas, Bogor. Dedi berniat menggunakan bom berbentuk termos yang telah terhubung dengan telepon genggam yang berfungsi sebagai pengendali, namun rencana mereka keburu dipergoki aparat.
Insiden pembunuhan pejabat negara lainnya, dan berhasil, dialami Hakim Agung, Syafiuddin Kartasasmita pada 26 Juli 2001. Dia tewas saat mengendarai mobil dalam perjalanan menuju kantornya. Empat orang yang mengendarai dua sepeda motor Yamaha RX King yang melepaskan empat kali tembakan peluru ke tubuh Hakim Agung tersebut.
Motif pemunuhan Syafiuddin dilatari kasus kriminal—tidak sepenuhnya politis—setelah dia menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara dan denda Rp 30,6 miliar kepada Tommy Suharto atas kasasi kasus tukar guling tanah milik Bulog dengan PT Goro Batara Sakti.
Karena terbukti jadi dalang pembunuhan berencana Syaifuddin, anak bungsu mendiang Presiden Suharto itu diganjar hukuman 15 tahun. Setelah peninjauan kembali oleh hakim Mahkamah Agung, ditambah dengan berbagai pengurungan hukuman (remisi), Tommy hanya mendekam di Lapas Nusakambangan selama empat tahun.