Polisi Papua Nugini masih terus berupaya mencari dan menyelamatkan empat peneliti yang disandera kelompok bersenjata pada Minggu, 19 Februari 2023 waktu setempat. Otoritas menyatakan akan menindak tegas pelaku jika tak kunjung menyerah.
Kejadian bermula pekan lalu, ketika profesor Australia melaksanakan studi lapangan bersama tiga mahasiswa asal Papua Nugini di dekat Gunung Bosavi, berlokasi sekitar 600 kilometer di bagian barat laut ibu kota Port Moresby. Dari keterangan polisi, aktivitas mereka terendus kelompok bersenjata yang berkeliaran di sana. Tidak ada motif khusus di balik penyanderaannya, tapi pelaku minta uang tebusan sebesar 3,5 juta Kina (setara Rp15,1 miliar). Uangnya harus diserahkan dalam 24 jam.
Videos by VICE
Dilansir media lokal awal pekan ini, Perdana Menteri Papua Nugini James Marape mengatakan pihaknya masih “melakukan negosiasi” dengan para penyandera.
“Tim kami sedang bekerja keras menjangkau para penyandera melalui bantuan perantara,” terang PM Marape, lalu menambahkan perantaranya adalah misionaris yang mengabdi di dataran tinggi tersebut. “Kami juga telah mengerahkan personel untuk mempercepat prosesnya. Tapi kami berharap para penyandera segera membebaskan tawanan.”
Komisaris polisi David Manning mengonfirmasi misi penyelamatan tengah berlangsung. Pihaknya siap mengambil tindakan tegas dan memberi ancaman hukuman yang sangat berat kepada para pelaku.
“Pasukan khusus kami akan melakukan segala cara untuk melawan para penyandera, termasuk kekerasan guna memastikan keselamatan orang yang disandera,” kata Manning dalam pernyataan resminya. Untuk saat ini, otoritas setempat masih bersedia memberikan keringanan hukum jika pelaku membebaskan keempat peneliti.
Sinclair Dinnen, peneliti Department of Affairs Universitas Nasional Australia, menyebut penyanderaan semacam ini “jarang sekali terjadi”.
“Saya menduga pelaku melihat peluang untuk melakukan kejahatan, sedangkan korban berada di waktu dan tempat yang salah,” terangnya. “Penyanderaan ini tidak terencana.”
Dinnen mengungkap angka kemiskinan di Papua Nugini cukup tinggi, khususnya di daerah dataran tinggi yang terpencil. Bukan tidak mungkin, motif penyanderaannya sebatas mendapatkan uang.
Ia justru khawatir keselamatan para peneliti terancam oleh tindakan keras polisi, yang menurutnya kerap mengambil jalur kekerasan dalam menyelesaikan sesuatu.
“Polisi [Papua Nugini] punya kecenderungan menggunakan kekerasan ketika berhadapan dengan penjahat,” kata Dinnen. “Dalam situasi penyanderaan seperti ini, kekerasan justru dapat membahayakan mereka yang disandera.”
Namun, Dinnen optimis masalahnya terselesaikan dengan baik. Pihak berwenang Papua Nugini pasti tidak akan mengambil tindakan yang dapat mencoreng reputasinya di mata internasional.
“Saya yakin otoritas setempat sadar Papua Nugini berada dalam sorotan dunia, mengingat penyanderaannya melibatkan warga negara asing,” lanjutnya. “Mereka pasti akan berusaha menyelesaikan masalah tanpa menyebabkan kerugian berarti, terutama bagi para tawanan.”
Follow Gavin Butler di Twitter.