Pemerintah sempat menagih pengembalian dana beasiswa dari pengacara HAM Veronica Koman sebesar Rp773 juta. Dia dianggap melanggar kontrak beasiswa dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), lembaga di bawah Kementerian Keuangan, karena tak kembali ke Indonesia tepat waktu selepas studi S2 di Australia.
Dua bulan setelah penagihan, uang diklaim terkumpul lewat patungan warga Papua, dan siap dibayar lunas. Tim Solidaritas Ebamukai untuk Veronica Koman bermaksud menyerahkan uang beasiswa LPDP sebesar Rp773.876.918 secara simbolis, Rabu (13/1), di depan gedung Kementerian Keuangan. Ebamukai adalah istilah lokal Papua untuk menyebut patungan sukarela.
Videos by VICE
Anggota tim solidaritas dan mantan tapol Jakarta Six Ambrosius Mulait mengatakan, pengumpulan dana dilakukan atas dasar solidaritas masyarakat Indonesia dan internasional (bahkan pemikir legendaris Noam Chomsky angkat suara). Veronica dianggap gigih membela harkat dan martabat orang Papua sampai harus jadi buronan Interpol dan terpaksa enggak pulang ke Indonesia.
“Rakyat Papua menganggap ini sesuai adat Papua. Perwakilan rakyat Papua Sorong-Samarai besok akan antar dana ebamukai. Aang dikumpulkan secara simbolik ke Kementerian Keuangan,” ujar Mulait kepada Jubi. “Berapa pun nominal yang diminta oleh negara melalui LPDP, rakyat Papua siap memberikan kepada negara. Kami yang akan mengembalikan uang kecil tersebut kepada negara, yang selama ini telah mengambil banyak dari tanah kami.”
Aksi patungan ini bikin Veronica terharu. “Awalnya sempat down akibat persekusi tanpa henti yang mengganggu kerja advokasi. Tapi, persekusi yang ini justru jadi kesempatan saya melihat bahwa ternyata kerja saya selama ini dihargai,” kata Veronica kepada Tirto. “Ini menjadi petunjuk jalan bagi saya, di tengah lautan cercaan sebagai pengkhianat, ternyata jalan saya sudah benar di mata kebanyakan rakyat Papua.”
Penggalangan dana dilakukan tim solidaritas di berbagai daerah di Papua seperti Jayapura, Dogiyai, dan Wamena. Veronica ditagih uang Rp700 juta oleh negara karena dianggap melanggar kontrak dengan LPDP, lembaga yang memberinya beasiswa, untuk berada di Indonesia selepas studi.
Veronica mengklaim sudah mematuhi ketentuan karena kembali ke Indonesia pada September 2018 dan mengabdi di Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia untuk Papua (PAHAM Papua).
Pada Juli 2019, ia bertolak ke Australia untuk menghadiri wisudanya sembari masih aktif mengadvokasi demonstrasi menentang rasisme terhadap orang Papua yang dipicu insiden asrama mahasiswa Papua di Surabaya.
Demo besar imbas insiden tersebut pada Agustus-September tahun lalu membuat Veronica dijerat UU ITE. Penyebabnya, ia aktif mengunggah foto dan video ribuan orang Papua yang masih turun ke jalan saat internet di Papua diperlambat dan sempat dimatikan pemerintah Indonesia. Pada 3 Juni lalu, keputusan Menkominfo dan Presiden menghambat sarana komunikasi ini divonis PTUN Jakarta sebagai perbuatan melanggar hukum.
Status buronan membuat Veronica kesulitan kembali ke Indonesia sehingga kewajibannya sebagai alumni LPDP tak bisa dipenuhi. Aktivitas advokasi Papua-nya juga membuat Vero dikecam sebagai musuh negara.
“Bukan hanya ancaman mati dan diperkosa kerap saya terima, namun juga menjadi sasaran misinformasi online yang belakangan ditemukan oleh investigasi Reuters sebagai dibekingi dan dibiayai oleh TNI,” sebut Veronica saat diwawancarai Suara Papua.
Penggalangan dana tercatat sudah dimulai sejak 12 Agustus 2020 silam. Tersebar poster yang diserukan kepada warga Papua Barat untuk menyisihkan uang seribu-dua ribu rupiah untuk disumbangkan. Perkumpulan Jubi juga membuka rekeningnya sebagai wadah bagi mereka yang mau berdonasi via transfer bank.
More
From VICE
-
Screenshot: Sony Interactive Entertainment -
Screenshots: HBO, Sony Interactive Entertainment -
Screenshot: ASUS -
Screenshot: WWE/USA Network