Kami Mencicipi Pizza Buatan Robot di Prancis

Mesin pemotong pizza

Ada banyak yang ditakutkan umat manusia dari kehadiran robot, salah satunya dibinasakan secara kejam seperti di film-film. Namun, kecemasan terbesar masih seputar mesin canggih ini akan mengambil alih dunia dan pekerjaan kita suatu saat nanti.

Dengan berubahnya struktur dunia kerja akibat otomatisasi, seperti yang terjadi di pabrik misalnya, maka tidak mengherankan jika sebagian orang khawatir mereka takkan lagi bisa melakukan pekerjaannya di masa depan.

Videos by VICE

Pendiri restoran Pazzi di Paris curi start untuk mengamati langsung seperti apa perubahannya. Mereka mempekerjakan sepasang tangan besi sebagai koki utama pembuat pizza.

Robot berbentuk sepasang tangan besi perak dan sepasang kaki merah di balik sekat kaca
Penampakan koki robot di restoran Pazzi.

Koki robot di Pazzi mampu membuat tiga porsi pizza sekaligus. Tangan-tangan besi itu bekerja di balik sekat kaca, sehingga para pembeli dapat menyaksikan proses pembuatannya.

Pertama-tama, pembeli memasukkan sendiri pesanan mereka secara digital. Setelah pesanan itu masuk, robot akan meratakan adonan bulat dengan alat silinder merah. Adonan yang sudah rata kemudian diberi saus dan topping sebelum dimasukkan ke dalam oven. Pizza jadi dalam beberapa menit, dan segera dibungkus pakai kotak. Pembeli lalu mengambil pesanan mereka dari celah-celah dinding transparan. Semuanya berlangsung secara otomatis, tapi tetap diawasi staf manusia.

Selain membuat pizza, robotnya jago membawakan koreografi diiringi musik yang menggelegar dari speaker karyawan. Mereka mampu melakukannya sambil mempersiapkan adonan.

“Kami terinspirasi dari pertunjukan masak,” ungkap salah satu pendiri Pazzi, Sébastien Roverso. Dia mengacu pada restoran-restoran yang kokinya melakukan atraksi di depan pembeli. “Kami cukup transparan — tujuannya supaya pembeli terhibur saat menonton.”

Juliette Lansoy merupakan seorang engineer di perusahaan teknologi informasi IProject. Dia bertanggung jawab atas perangkat lunak koki robot. “Di dalam lengan, ada 120 part yang bergerak dan 200 sensor,” Lansoy menjelaskan mekanisme mesinnya. “Ini besar sekali. Selalu ada kemungkinan terjadi masalah teknis. Dengan model seperti ini, semua akan ikutan rusak kalau ada satu yang bermasalah.”

Robot berbentuk sepasang tangan besi perak dan sepasang kaki merah di dapur

Ini bukan kali pertama industri katering memanfaatkan robot di dapur. Pada 2018, Miso Robotics menciptakan Flippy yang kini bisa membolak-balikkan 150 burger dalam satu jam. Waralaba makanan cepat saji CaliBurger di Pasadena, California, sangat mengandalkan kecepatannya. Awal tahun ini, sebuah koki robot membuat kehebohan di Spanyol. Pasalnya, banyak yang tidak terima paella (masakan tradisional khas Valencia) dibuat tanpa sentuhan tangan manusia.

Restoran-restoran yang sepenuhnya dijalankan mesin otomatis juga dapat ditemukan di Guangzhou, Tiongkok dan Berlin. Namun, contoh paling terkenal adalah Spyce di Boston. Robot itu diawasi koki berbintang Michelin Daniel Boulud untuk membuat makanan sehat hanya dalam lima menit. Dirakit oleh empat mahasiswa MIT yang uangnya pas-pasan, Spyce awalnya beroperasi di kafetaria kampus. Robot ini dimanfaatkan untuk menyederhanakan makan sehat bagi para pelajar yang tidak bisa masak.

Awal tahun ini, rekan kerjaku Andrea Strafile mencoba pizza buatan Mr. Go, mesin penjual otomatis pizza pertama di Roma. Dia kecewa berat dengan rasanya.

Eksperimen robot pembuat pizza di Amerika Serikat juga tidak berjalan lancar. Perusahaan Zume mengerahkan armada truk pizza otomatis pada 2018, tapi gagal total.

Teknologi sudah menjadi bagian dari hidup kita, tapi mesin otomatis di restoran dianggap belum mampu menghasilkan makanan lezat. Ada anggapan alat-alat ini digunakan hanya untuk meraup keuntungan besar. Namun, Roverso mengklaim restorannya menggunakan bahan-bahan segar. Resep mereka bahkan disempurnakan oleh koki Thierry Graffagnino. “Kami bisa saja merampungkannya lebih cepat kalau tidak mencoba bikin pizza yang luar biasa,” terangnya.

Saya membuktikan klaim tersebut dengan memesan satu potong Margherita dan salah satu menu pizza keju. Menurut saya, rasa pizza Pazzi tidak buruk-buruk amat. Adonannya yang tipis dan garing mampu menyaingi tren pizza Neapolitan yang menggemparkan seisi Paris. Akan tetapi, teksturnya agak mirip pizza beku yang bisa dibikin sendiri di rumah.

“Kami tak bermaksud mengganti pizzeria lokal,” tutur Roverso. “Kami ingin menjadi yang pertama di ceruk ini.” Koki manusia tetap yang terbaik dalam urusan membuat pizza, tapi tampaknya robot akan semakin banyak diluncurkan di restoran cepat saji seperti Pazzi. Alasannya tentu karena lebih cepat dan murah, dua hal yang sangat penting bagi industri takeaway. Pazzi, misalnya, menjual pizza dengan harga bersaing di salah satu daerah paling mahal di ibu kota Prancis.

Pendukung koki robot cenderung percaya keberadaannya tidak akan menggantikan manusia karena robot hanya mengurusi proses yang padat karya. “Pada akhirnya, robot berfungsi sebagai asisten,” kata Enrique Lillo dari br5, perusahaan yang mengembangkan robot paella, ketika diwawancarai The Guardian. “Ibaratnya seperti mesin pembuat jus jeruk. Itu juga robot, tapi orang tak pernah menyadarinya. Mesin penjual kopi juga seperti itu. Tapi tak ada, tuh, yang berpikir: ‘Sial! Mereka merebut pekerjaan manusia!’”

Jangan terlalu khawatir dengan munculnya otomatisasi. Robot Pazzi pun melalui minggu-minggu yang sulit. Mesinnya perlu diistirahatkan sesekali untuk pemeliharaan. Pazzi tak pernah terpikir untuk mengambil alih dunia. Mereka cuma berharap bisa bertahan lebih lama daripada Zume.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE France.