Petinju legendaris Filipina Manny Pacquiao sudah meraih banyak capaian sepanjang karirnya. Dia satu-satunya petinju yang berhasil jadi juara dunia di delapan kelas berbeda. Pacquiao pun sukses meniti karir sebagai politikus, pengusaha, sekaligus pengkhotbah sembari melanjutkan karirnya di atas ring.
Mungkinkah fase selanjutnya bagi sosok berusia 41 tahun itu adalah menjadi presiden Filipina?
Videos by VICE
Kemungkinan ke arah sana terbuka lebar. Mantan petinju yang kesohor dengan julukan ‘PacMan’ itu sudah lebih dari empat tahun berkarir di politik. Bahkan, pekan ini dia terpilih menjadi ketua partai berpengaruh, yang sebelumnya melalui koalisi sukses mengantarkan sosok Rodrigo Duterte menjadi presiden Filipina.
Beberapa pengamat politik lokal menyebutnya pertanda bila elit-elit politik Manila berniat menyorongkan namanya menjadi kandidat presiden untuk pemilu 2022. Pacquiao sendiri sampai sekarang tetap bertanding. Dia bilang ingin bertinju sampai minimal 2021. Manny Pacquiao kini masih berstatus juara dunia kelas welter versi WBA.
Pacquiao kini menjabat sebagai ketua harian partai PDP-Laban. Duterte tetap menduduki posisi ketua umum, namun mantan wali kota Davao itu tidak mungkin lagi maju di pilpres, sebab konstitusi Filipina membatasi masa jabatan presiden hanya sekali seumur hidup dalam kurun enam tahun. Duterte sendiri dalam beberapa pidatonya secara terbuka ingin melihat Pacquiao menjajal ikut pilpres.
Spekulasi makin santer setelah Bob Arum, mantan promotor tinju yang melambungkan karir Pacquiao di kancah internasional, mengaku pernah ngobrol dengan sang legenda. Arum mengklaim Pacquiao ingin mencalonkan diri untuk pilpres setelah Duterte lengser.
“Saya sempat teleponan sama Pacquiao lewat Zoom beberapa saat lalu. Dia bilang, ‘Bob, kalau saya maju jadi capres 2022 dan menang, saya ingin kamu datang ke upacara pelantikan’,” kata Arum.
Pacquiao, seorang penganut Katolik taat, memilih menjawab diplomatis tiap ditanya wartawan soal keingiannya maju jadi capres. Dia jelas punya semua modal untuk meraih simpati jutaan penduduk Filipina, berkat citranya sebagai olahragawan religius dan sukses.
“Kita lihat saja nanti, apakah memang Tuhan mengizinkan,” kata Pacquiao ketika diwawancarai wartawan pada 2016, tentang peluang nyapres. Dalam karir politiknya, Pacquiao terbukti bisa menggaet dukungan suara. Saat maju menjadi senator, sang olahragawan lolos ke parlemen mengantongi 16 juta suara.
Penunjukkan Pacquiao sebagai ketua PDP-Laban memicu trending topic di medsos Filipina. Sebagian pemilih kelas menengah tidak begitu suka melihat potensi negara mereka dipimpin lagi pemimpin yang cuma bermodal popularitas. Duterte saja, sekalipun sering dikritik karena kebijakan perang narkobanya menewaskan ribuan orang, sudah punya pengalaman menjadi wali kota sebelum beranjak jadi presiden.
Pacquiao diramal bakal meneruskan kebijakan perang narkoba brutal ala Duterte, serta pernah terekam media menunjukkan ketidaksukaan pada komunitas LGBTQ, yang disebutnya “lebih buruk dari binatang.” Pacquiao meminta maaf secara terbuka atas komentarnya itu.
Selain modal popularitas, jalan Pacquiao menuju kursi presiden terbuka lebar berkat kekayaanya. Dia masuk daftar 10 besar atlet terkaya sedunia pada daftar Forbes 2019, dengan taksiran harta senilai US$435 juta. Artinya, Pacquiao punya cukup dana untuk membiayai kampanye keliling negeri.
Selain itu, karena tingkat pendidikan di Filipina tidak merata, penduduk pedesaan dan kota-kota kecil hampir pasti akan memilih sosok yang tenar seperti Pacquiao. “Kuncinya sekarang di politikus yang menguasai parlemen lokal. Jika Pacquiao bisa meraih simpati mereka, maka dia hampir pasti menang pemilu,” kata Jan Robert Go, guru besar ilmu politik dari the University of the Philippines, saat dihubungi VICE World News. “Tentu saja, penunjukkan Pacquiao menjadi ketua PDP merupakan simbol persiapan pilpres 2022.”
Pacquiao merupakan anak keluarga miskin, dan tumbuh besar dari kota kecil di Provinsi Saranggani. Dia adalah perwujudan semua hal yang ideal bagi masyarakat Filipina, karena sukses meniti karir dari bawah.
Meski begitu, Robert Go mengingatkan kalau strategi menang pemilihan senat berbeda dari arena pilpres. “Dia bukan sekadar butuh dukungan banyak masyarakat, tapi juga elit-elit politik yang menguasai jaringan di Filipina,” tandas Go.