Korupsi

Terjerat Suap Benih Lobster, Edhy Prabowo Ajukan Pengunduran diri ke Jokowi

Edhy minta maaf karena khianati kepercayaan presiden. Istana belum berkomentar soal pengganti menteri KKP, namun asosiasi nelayan berharap Jokowi memilih profesional tapi bukan Susi lagi.
Menteri KKP Edhy Prabowo Ajukan Pengunduran diri ke Jokowi Karena Kasus Suap Benih Lobster Benur
Menteri KKP nonaktif Edhy Prabowo saat menjalani rapat bersama DPR RI pada 6 Juli 2020. Foto oleh Bambang Tri/AFP

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo telah menyerahkan surat pengunduran diri kepada Presiden Joko Widodo sejak Kamis (26/11) malam. Informasi itu disampaikan Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar seperti dilansir CNN Indonesia.

"Surat pengunduran diri sudah ditandatangani Pak Edhy kemarin,” ujarnya. Edhy ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan menerima suap untuk menguntungkan pengusaha sektor ekspor benih lobster, atau biasa disebut benur.

Iklan

Status Edhy saat ini telah nonaktif dari kabinet Indonesia Maju, tugasnya digantikan sementara oleh Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, menegaskan citra Luhut sebagai menteri spesialis rangkap jabatan di masa-masa darurat. Istana Presiden sejauh ini belum mengumumkan rencana penunjukkan Menteri KKP baru.

Dalam jumpa pers di Gedung KPK kemarin, Edhy sempat meminta maaf pada berbagai pihak karena tersangkut skandal korupsi. Dia mengakui suap yang menjeratnya mencederai kepercayaan masyarakat. “[Kasus] ini adalah kecelakaan yang terjadi dan saya bertanggung jawab atas ini semua,” ujarnya seperti dilansir Okezone.com.

Secara spesifik, politikus 47 tahun ini juga meminta maaf pada Presiden Jokowi dan mentor politiknya di Partai Gerindra, Prabowo Subianto. “Saya minta maaf kepada bapak presiden, saya telah menghianati kepercayaan beliau,” kata Edhy.

Beberapa jam setelah Edhy ditangkap tim KPK di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta Tangerang sepulang dari lawatan ke Amerika Serikat, Presiden Jokowi baru memberi sedikit komentar. Dia meyakini KPK sudah profesional dan transparan mengusut dugaan suap yang menjerat pimpinan KKP.

Edhy ditangkap bersama beberapa orang lain yang disinyalir memuluskan suap tersebut, termasuk asisten pribadi serta istrinya, Iis Rosita Dewi yang saat ini menjabat anggota Komisi V DPR RI. Komisi antirasuah menaksir suap yang diterima Edhy sebesar Rp3,4 miliar.

Iklan

Sebagian uang panas tersebut dia belanjakan bersama keluarga di Kota Honolulu, Negara Bagian Hawaii, sepanjang kurun 21 November sampai dengan 23 November 2020. Seperti dilansir Tempo.co, penyidik KPK menyita jam tangan Rolex, tas Louis Vuitton, hingga baju Old Navy. Pemberi suap adalah Suharjito, Direktur PT Dua Putra Perkasa yang sedang berkepentingan mengurus izin ekspor benih lobster. Suap itu ditransfer ke dua staf khusus Edhy.

Isu ekspor benih lobster lewat Peraturan Menteri KP Nomor 12/2020 menjadi salah satu kebijakan paling disorot selama Edhy menjabat. Politikus Gerindra itu sejak akhir 2019 ngotot membuka jalan ekspor, berkebalikan dengan Susi Pudjiastuti, menteri KKP sebelumnya, yang terang-terangan menolak.

Kebijakan pembukaan keran ekspor benih menurut beberapa nelayan yang dihubungi BBC Indonesia, hanya menguntungkan eksportir. Klaim Edhy bahwa semua pihak bakal kecipratan untung, khususnya nelayan yang melakukan budi daya, jauh panggang dari api. “Di pasar, pengepul dan negara tujuan harga jatuh. Di pasar Rp5.000 per ekor. Tidak memberikan dampak besar pada kesejahteran nelayan,” kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan yang diwawancarai BBC.

Harga benur di pasaran saat ini antara Rp5.000 hingga Rp10 ribu, padahal jika dijual lagi di pasar internasional, harganya melonjak jadi Rp150 ribu. Negara tujuan ekspor benih lobster Indonesia terbesar sepanjang enam bulan terakhir adalah Taiwan dan Vietnam, pada Agustus saja volumenya mencapai 4,2 ton.

Kendati Presiden Jokowi belum berkomentar lebih lanjut mengenai sosok pengganti Edhy, Koordinator Nasional Jaringan Nelayan Matahari (JNM) Sutia Budi mendesak istana agar mempertimbangkan sosok profesional di bidang kelautan. “Bukan dari partai,” tandasnya, lewat keterangan tertulis.

Kendati demikian, Sutia Budi masuk kubu yang tidak setuju bila Susi Pudjiastuti ditunjuk kembali mengisi pos menteri KKP. Sebab kebijakan Susi selama menjabat cenderung konservatif, serta mengedepankan keberlanjutan sumber daya. Susi melarang pemakaian cantrang, pukat harimau, membatasi akses kapal sesuai bobot tertentu di beberapa wilayah perairan, hingga melarang ekspor benih dan mendorong Indonesia menjual lobster dewasa saja.

Karena bermacam kebijakan agresif itu, sebagian kelompok nelayan di Pantai Utara Jawa cenderung antipati pada Susi. “Kami pastikan, jika bu Susi jadi menteri lagi, para nelayan dan masyarakat perikanan akan kembali turun ke jalan,” kata Budi.