The VICE Guide to Right Now

Sembilan Orang Tertular Corona di Tangerang karena Cium Tangan Sesepuh

Sementara di Batam, 12 orang tertular usai satu orang membalurkan liur jenazah positif Covid-19 ke wajah. Kasus-kasus penularan tragis macam ini memicu dilema karena terkait budaya masyarakat.
Sembilan Orang Tertular Corona di Tangerang karena Cium Tangan Sesepuh Guru Ngaji
Momen tangan Ruhollah Khomeini dicium, sebagai ilustrasi cium tangan. Foto via Wikimedia Commons/domain publik

Hilangkan dulu sifat sungkanmu karena sekarang adalah satu-satunya masa untuk kita sebaiknya tidak mencium tangan para sesepuh yang kita temui di jalan.

Laku penghormatan ini terbukti jadi metode ampuh corona bertransmisi. Tangerang mencatat pertambahan kasus baru gara-gara ini. Pada Senin (24/8), Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah mengumumkan sembilan warganya positif tertular Covid-19 karena mencium tangan guru mengaji saat bertemu.

Iklan

“Guru ngaji itu nularin ke sembilan orang. Dia enggak ngajar [ngaji lagi] sebenarnya, dia sesepuh. Tapi, orang kalau ketemu itu mau enggak mau cium tangan, ya namanya sesepuh ya. Makanya saya imbau, tanpa mengurangi rasa hormat ya, hindari dulu lah cium tangan. Kan sesepuh kita, kasihan dianya. Dia juga ketularan,” kata Arief kepada Kompas.

Per 24 Agustus, kasus positif di Kota Tangerang sudah mencapai 789 kasus. Rinciannya: 44 pasien meninggal dunia, 558 pasien sembuh, dan 187 pasien masih dirawat.

Tiba-tiba harus menghentikan kebiasaan salaman dan cium tangan emang bikin kagok banyak orang. Itu jadi salah satu penyebab protokol pencegahan COVID-19 sulit diterapkan di institusi pendidikan, misalnya.

Di masa-masa awal pandemi, SDN 6 Mataram aja masih sempat ragu menghilangkan budaya cium tangan, meski Kemendikbud udah meluncurkan protokol penanganan di lingkungan pendidikan pada 8 Maret lalu yang salah satunya melarang salim-saliman.

“Kalau salaman itu masih ya. Saat anak-anak melihat guru, mereka refleks ambil tangan kami untuk salaman. Ini yang membuat saya bingung, jadi serbasalah ya,” kata Siti kepada Lombok Post. Di SDN 6 Mataram, menurut Siti, ada budaya 5S (salam, sapa, senyum, sopan, dan santun) yang diterapkan sekolah untuk mendidik siswa. Jadinya, sulit untuk langsung menerapkan keseharian tanpa cium tangan.

Bentroknya kebiasaan baru menghadapi pandemi dengan kebiasaan masyarakat emang kerap bikin masalah. Sebelumnya, VICE pernah mengulas perihal aksi jemput paksa jenazah COVID-19 yang berulang kali terjadi di berbagai daerah. Alasan utama insiden disebabkan pihak keluarga dan tetangga yang tidak terima apabila jenazah dikebumikan tidak sesuai dengan kepercayaan yang dianut, sebuah ajaran sakral yang harus direlakan praktiknya apabila jenazah tersebut dikonfirmasi terjangkit virus.

Iklan

“Kematian dan prosesi ritual keagamaan yang menyertainya sangat penting, sangat runtut, sakral, dan dalam beberapa hal sangat menuntut secara sosial-budaya. Semua prosesi sakral ini hilang begitu saja, karena yang meninggal divonis terkena Covid-19,” kata sosiolog Amika Wardana dari Universitas Negeri Yogyakarta kepada VICE.

Konflik jemput paksa ini memperburuk situasi dan berpotensi bikin kluster penularan baru. Contoh kasus di Batam bisa jadi panduan. Penjemputan paksa jenazah Covid-19 di RS Khusus Infeksi COVID-19 Pulau Galang oleh 23 orang membuat para penjemput tertular virus. Dari 23 orang yang terlibat, 12 di antaranya dinyatakan positif pada Sabtu (22/8) silam.

Usut punya usut, penularan terjadi karena salah seorang penjemput membalurkan air liur jenazah yang dijemput ke wajahnya. Motif tindakan konyol ini masih misteri karena sampai hari ini, pelaku belum diketahui keberadaannya.

Jadi pemberani boleh, tapi ya enggak gini juga caranya…. :(