Games

‘Pokémon GO’ Beradaptasi Dengan Situasi Pemain Tak Bisa Keluar Rumah

Pokémon GO kini bisa dimainkan tanpa harus keluar rumah

Masih ingat ketika game Pokémon GO viral pada 2016? Kombinasi beberapa faktor seperti perusahaan gaming yang digemari banyak orang, banyaknya pengguna ponsel pintar dan developer game yang menghabiskan waktu bertahun-tahun menguji konsep game ini bertanggung jawab menciptakan sebuah game yang mendorong pemain untuk ke luar rumah dan bersosialisasi alih-alih diam di sofa semalaman penuh.

Bahkan setelah momen viral game lewat, jutaan pemain yang loyal tetap setia memainkan Pokémon GO. Ini membuktikan bahwa ide game realita tambahan yang dikembangkan developer Niantic lewat game mereka terdahulu, Ingress, bukanlah sekedar gimmick belaka, tapi jenis permainan baru yang akan terus dimainkan. Kemudian Covid-19 mengubah semuanya, dan memaksa orang untuk menjaga jarak dan diam di rumah. Namun jangan khawatir, Pokémon GO yang sempat menjadi fenomena global sebagai game yang memaksa pemain untuk keluar rumah, kini telah berevolusi dengan iklim dunia saat ini.

Videos by VICE

Niantic berhasil mengubah Pokémon GO menjadi game yang bisa dimainkan secara nyaman dari rumah, yang secara tidak langsung membuat game ini menjadi lebih aksesibel bagi sekelompok orang yang selama ini merasa diabaikan: gamer yang tinggal di daerah pedesaan dan orang-orang dengan disabilitas.

Sejak 15 April, Niantic berjanji fitur-fitur Pokémon GO lebih mudah dimainkan di rumah di masa karantina. Pembaruan yang dilakukan april lalu (beberapa pembaruan aktif setelahnya, tapi tetap menjadi bagian dari pengumuman 15 April) membantu pemain mencapai PokeStops, menetaskan telur, dan menyelesaikan penyerangan tanpa harus terlalu dekat dengan orang lain dan tanpa harus bepergian ke lokasi-lokasi terlarang selama karantina.

Ada juga perubahan-perubahan yang selama ini sudah sering diminta oleh pemain-pemain Pokémon GO yang tinggal di pedesaan dan yang memiliki disabilitas. Menurut CEO developer Pokémon GO, Niantic, pandemi corona menantang perusahaan mereka untuk mengubah persepsi tentang cara main game tersebut.

“Kami menciptakan perusahaan kami berdasarkan tiga prinsip: kami ingin game kami mendorong orang untuk bergerak secara fisik, untuk mengeksplor tempat-tempat baru, dan bermain bareng-bareng di dunia nyata,” ujar Hanke saat dihubungi Motherboard. “Ketiga konsep tersebut sangat ditantang dalam situasi pandemi virus corona saat ini. Kami mencoba sangat keras menemukan solusi agar game bisa beradaptasi dengan situasi saat ini tanpa mengubah esensi dari gamenya.”

Hanke mengatakan dia ingin memastikan Pokémon GO akan tetap tersedia bagi para pemain setelah virus corona mereda dan kehidupan kita kembali mendekati situasi normal. “Tapi dengan komponen bermain di rumah yang lebih kuat dari sebelumnya,” ujarnya. “Kuncinya adalah menambah fitur untuk bermain di rumah tapi tidak mengubah inti dari game itu sendiri.”

Bagi para gamer dengan disabilitas, pembaruan ini sudah lama sekali mereka nantikan. “Memang sekarang gamenya lebih aksesibel untuk beberapa alasan berbeda,” ujar ‘Sthomde’, seorang streamer Twitch dengan disabilitas via DM Twitter.

Pokémon GO menggunakan peta dunia nyata untuk menghasilkan Pokemon, Gyms, adu serangan, dan PokeStops untuk dikumpulkan pemain-pemain setempat. Sebelum pandemi corona, pemain harus secara fisik mendatangi lokasi obyek-obyek ini agar bisa berinteraksi dengan mereka. Menurut Hanke, Niantic sudah sadar produk mereka menjadi bermasalah di awal pandemi dan mereka mulai mengulik Pokémon GO agar menyesuaikan diri dengan realita sejak Maret.

Menurut Hanke, Niantic memperluas radius jarak pemain bisa berpartisipasi dalam adu serangan menjadi 500 meter. Pada 12 Maret lalu, Niantic mengumumkan pembatasan acara-acara komunitas, mengurangi jarak yang dibutuhkan pemain untuk menetaskan telur, membuat PokeStops lebih sering mengeluarkan hadiah, dan meningkatkan jumlah Pokemon yang muncul.

Sebulan kemudian, Niantic bahkan mengumumkan sistem penyerangan jarak jauh, dan membuat pemain lebih mudah mengunjungi PokeStops dan melakukan berbagai aktivitas sambil diam di satu tempat. Kini, pemain bisa berpartisipasi dalam serangan manapun dalam map mereka, tidak peduli seberapa jauh dengan cara membeli kartu tanda masuk serangan jarak jauh menggunakan mata uang di dalam game seharga US$0.99 per kartu atau US$2.50 untuk tiga kartu.

“Fungsi baru yang diperkenalkan seperti izin serangan jarak jauh adalah sesuatu yang saya dambakan semenjak game ini pertama kali diluncurkan,” ujar pemain Pokémon GO sekaligus Streamer Twitch “MissRogueFlame”, yang memiliki disabilitas via email. “Ini membuka aksesibilitas bagi banyak sekali orang dan mendorong mereka untuk melakukan serangan dari kediaman mereka masing-masing.”

Bagi Sthomde, pembaruan ini adalah awal yang baik, tapi dinilai belum cukup. “Memiliki izin untuk serangan jarak jauh hanya berguna dalam satu aspek gamenya,” ujarnya. “Kalau kamu seseorang yang sama sekali secara fisik tidak bisa meninggalkan rumah, gamenya tetap saja tidak bisa dimainkan kecuali kamu beruntung dan tinggal di area dengan populasi tinggi. Spinning stops, mendapatkan hadiah, aspek-aspek seperti itu masih asing bagi banyak orang.”

Sthomde mengatakan perubahan yang sudah dilakukan game selama pandemi sebaiknya terus diterapkan, dan semakin diperluas. “Perubahan-perubahan yang sudah dilakukan bagus, tapi mereka masih ketinggalan dibanding game-game lain yang lebih ramah terhadap penyandang disabilitas.”

Baik Hanke dan Sthomde menyebut fitur Knight Bus dalam Harry Potter Wizards Unite, game lain rilisan Niantic yang mirip dengan Pokémon GO tapi menggunakan mitologi Harry Potter. Knight Bus, merupakan fitur pasca Covid-19, memberi pemain kesempatan untuk teleportasi ke lokasi-lokasi jauh dan melakukan berbagai aktivitas yang normalnya harus dilakukan dengan cara menyambangi lokasi secara fisik.

“Biarpun fitur ini terbatas untuk durasi pendek dalam sehari, ini tetap hal positif bagi penyandang disabilitas. Pokémon GO enggak punya yang kayak gitu,” ujar Sthomde.

Hanke mengatakan Knight Bus sebaiknya terus diterapkan dan diperluas penggunaannya ke dalam game-game Niantic lainnya.

“Game-game ini memang fokusnya agar pemain ke luar rumah, tapi sekitar 30 persen dari aspek game ini didesain agar bisa dimainkan dari rumah atau kantor,” ujar Hanke. “Jadi kami mengambil semua energi kreatif tim kami dan memfokuskannya di aspek 30 persen produk yang sebelumnya tidak menjadi fokus utama.”

Perubahan yang dilakukan Niantic agar game mereka lebih ramah karantina telah membantu perusahaan bertahan. Analis memperkirakan pendapatan Pokémon GO tetap terjaga, biarpun sempat anjlok di awal 2020. Hanke berharap perubahan ini akan “membuat game lebih aksesibel dan menyenangkan bagi orang-orang yang memiliki preferensi berbeda atau gaya hidup yang terbatas.” Namun, dia tidak mau mengatakan bahwa semua perubahan ini bersifat permanen.

“Beberapa perubahannya bersifat permanen, dan beberapa lainnya akan disesuaikan dengan keadaan,” ujarnya. “Bagaimana kami memperluas akses aspek outdoor game dan mempergemuk aspek indoor akan terus diterapkan dan membuat game lebih aksesibel bagi penyandang disabilitas atau mereka-mereka yang kesulitan mengakses gamenya.”

MissRogueFlame meyakini Niantic telah mengambil pendekatan yang tepat untuk memastikan pemain bisa terus menikmati game ini. “Sayangnya developer harus ditantang pandemi global untuk kemudian berpikir ‘gimana caranya agar produk kita semakin baik?’ dan akses bagi penyandang disabiltas sayangnya tidak menjadi fokus sebelumnya, tapi kemajuan apapun bagi demografik ini tentunya akan disambut dengan baik!”

Sthomde tidak seoptimis itu.

“Kalau aku terpaksa harus keluar rumah, aku bisa biarpun akan kepayahan,” ujarnya. “Ini bukan kemewahan yang semua penyandang disabilitas miliki. Terutama bagi generasiku, millenial, kami besar memainkan Nintendo dan Pokemon jadi game ini merupakan pelampiasan yang baik untuk keluar dari kukungan fisik yang kami miliki. Dalam aspek ini, seharusnya perusahaan bisa berbuat lebih.”

Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard