Terima kasih kepada Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) yang sudah mengingatkan, kalau kita berhak menolak diwajibkan ikut tes urine deteksi narkoba. Begini poinnya: jika kalian tidak tertangkap dalam kondisi membawa narkotika, warga sipil berhak kok menolak dites urine. Bila ditanya dasar hukumnya, sebut saja UU 35/2009 tentang Narkotika Pasal 75 Huruf l.
Untuk lebih jelasnya lagi, ICJR menerangkan bahwa tes yang memakai sampel tubuh manusia hanya boleh dilakukan aparat saat proses penyidikan (alias ketika penyelidikan sudah selesai dan sudah ada penetapan tersangka). Dan sekali lagi, tes urine maupun tes dengan sampel tubuh lain saat penyidikan itu mensyaratkan ada bukti kepemilikan narkotika dulu.
Videos by VICE
Pengingat dari ICJR ini dilontarkan menanggapi rencana Polda Metro Jaya, yang tiba-tiba mengumumkan bakal ngadain tes urine rutin sebulan sekali di kampus-kampus Jakarta, dimulai pada November 2022.
“Kita akan join dengan beberapa universitas untuk melakukan tes urine bersama. Semoga program ini bisa sukses dan lancar dengan menekan angka-angka pengguna yang ada di wilayah Jakarta pada khususnya dan Indonesia pada umumnya,” ujar Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Mukti Juharsa dilansir Detik, Rabu (19/10) lalu.
Yang baru aja ditangkap karena narkotika kan jenderal polisi, kok yang dites justru mahasiswa? Apa alasan polisi/BNN memilih kelompok demografi ini? Dari penjelasan Mukti, kayaknya sih bermodal asumsi doang. Soalnya doi cuma bilang, latar belakang program ini karena ada data BNN bahwa jumlah pengguna narkoba naik.
Well, kenaikan ini bisa disumbang dari kelompok mana aja selain mahasiswa. Yang jadi ironi, data 2016 dan 2020 milik polisi sendiri yang menunjukkan bahwa ada tren kenaikan jumlah polisi tersangkut kasus narkoba (termasuk jadi pemakai). Bahkan selain kasus Irjen Teddy Minahasa, baru Kamis pekan lalu ada 6 polisi di Belitung terdeteksi positif narkoba.
Selain di kantor polisi, tes urine bisa pula diadakan rutin di pengadilan mengingat Mei kemarin dua hakim PN Rangkasbitung ditangkap BNN karena memakai sabu. Mau tahu mereka makainya di mana? Di tempat kerja.
Sayangnya, mungkin karena sama-sama awam hukum, sejauh ini Pj. Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan Plt. Dirjen Dikti Kemendibudristek Nizam justru mendukung-mendukung aja terkait rencana ini.
Balik ke penjelasan ICJR, ada beberapa hal lain soal tes urine deteksi narkoba yang bakal berguna untuk melawan kezaliman aparat sewaktu-waktu. Kami akan menyajikan resumenya sebagai berikut, tapi kamu bisa juga menyimak penjelasan ini di video ICJR berikut. Lalu ada versi lengkap pembahasan di buku Buah yang Baik dari Pohon yang Baik, ditulis Miko Susanto Ginting dan diterbitkan ICJR awal tahun ini.
Begini resumenya. Pertama, tes urine atau sampel tubuh lain hanya bisa dilakukan pada orang yang memiliki atau menguasai narkotika (UU 35/2009 tentang Narkotika Pasal 75 Huruf l). Kedua, kalaupun tertangkap dalam keadaan memiliki/menguasai narkotika, seseorang enggak serta merta bisa ditahan.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) 4/2010 dan SEMA 3/2011 mengatur gramatur (jumlah gram minimal narkotika) yang dipakai buat menentukan seseorang ini pemakai atau pengedar. Dia akan dianggap pemakai jika gramaturnya di bawah standar, dan jika dia dianggap pemakai, ancaman pidananya di bawah 4 tahun yang artinya dia tak perlu ditahan. Beberapa contoh gramatur narkotika yang diatur SEMA, yakni sabu 1 gram, ganja 5 gram, dan kokain 1,8 gram. Daftar lengkapnya ada di sini.
Lalu, ada beberapa skenario terkait penggeledahan kepemilikan narkotika.
1. Tidak ada barang bukti tapi tes urine positif.
Artinya doi enggak bisa disidik, tidak bisa dipidana, tapi bisa direhab.
2. Ada barang bukti di bawah batas gramatur, tes urine positif narkotika.
Artinya doi bisa disidik, bisa direhab, wajib dikenakan UU Narkotika Pasal 127 (pidana di bawah 4 tahun), tidak boleh ditahan karena ancaman pidana di bawah 4 tahun, serta hakim dapat memberi vonis rehab alih-alih penjara (UU Narkotika Pasal 103).
3. Barang bukti di atas gramatur, tes urine positif.
Artinya doi dapat ditahan namun sambil dirawat agar lepas dari ketergantungan, juga bisa disidik sembari direhab dengan rekomendasi dari Tim Asesmen Terpadu (TAT). Doi juga bakal diposisikan sebagai pengedar/bandar/kurir/produsen, tapi masih mungkin untuk dikenakan Pasal 127 “doang”.
4. Barang bukti di bawah gramatur, tes urine negatif.
Artinya doi bisa direhab dan kudu dikenakan Pasal 127.
Hal lain yang kami anggap penting banget: pengguna narkoba yang ingin sembuh bisa menjalani rehab sukarela (enggak perlu nunggu ditangkap BNN). Istilah formal buat peserta rehab ini ialah menjadi peserta Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Daftar IPWL se-Indonesia bisa dicek di sini. Jika tarafnya masih pemakai, peserta IPWL ini enggak bisa dipidana.