Besar di kota Kanpur, India utara, jurnalis foto Arun Sharma tak pernah menyadari ada komunitas pawang ular yang menetap di desa-desa sekitar 100 kilometer jauhnya dari tempat tinggal Sharma. Dia berkenalan dengan seorang jurnalis di Kanpur pada 2016, dan dari situ dia baru mengetahui suku semi-nomaden nath yang mayoritas berprofesi sebagai pawang ular.
“Saya rasa [suku] itu cukup menarik,” Sharma memberi tahu VICE World News. Masih di malam yang sama, dia segera mengunjungi desa Jogi Dera.
Setibanya di sana, tak satu pun warga mau mengaku punya ular. Sharma menebak penduduk desa menyembunyikan informasi tentang pekerjaan mereka dan kepemilikan reptil karena adanya undang-undang dan regulasi yang mengatur perlindungan satwa liar.
Videos by VICE
Keesokan harinya, Sharma meminta izin kepala desa untuk mendokumentasikan komunitas pawang ular. Dia berjanji akan bersikap netral dan tidak memihak selama menjalankan proyek fotonya. Usai mengantongi izin, dia mulai berhadapan dengan berbagai ekor ular. “Hampir setiap keluarga memiliki setidaknya dua ular di rumah,” tuturnya.

Sejak itu, Sharma mengeksplorasi tantangan dan aspirasi para pawang ular di Jogi Dera lewat karya fotonya.
Ular berbisa meliuk-liuk dari dalam keranjang mengikuti irama seruling adalah tontonan favorit orang India di masa lalu. Pawang ular berkeliling kota memamerkan kelihaian ularnya di jalanan ramai.
Namun, popularitas kesenian rakyat ini kian meredup begitu undang-undang perlindungan satwa ditegakkan. Wildlife Protection Act (1972) melarang warga India mengeksploitasi satwa liar untuk kepentingan komersial atau dijadikan peliharaan. Pertunjukan ular menari pun dilarang di India.
Ditambah lagi, semakin ke sini orang India semakin terlena dengan budaya populer dan teknologi canggih.
Pemerintah menanamkan microchip untuk mengendalikan jumlah ular di penangkaran. Selain itu, pawang ular harus memiliki lisensi untuk bisa tampil. Organisasi nirlaba telah berupaya merehabilitasi pawang ular dengan mengajarkan cara membedakan spesies ular dan merawatnya di penangkaran.

Walaupun begitu, ular masih sangat dimuliakan di negara bermayoritas umat Hindu. Pawang ular mengunjungi politikus dan industrialis pada festival agama nag panchami yang didedikasikan untuk dewa ular.
Sharma menemukan mayoritas pemuda desa tak tertarik meneruskan profesi keluarganya. Mereka merantau ke kota untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. “Kebanyakan penduduknya sudah tua dan masih anak-anak. Tak ada seorang pun yang berusia 20 dan 30-an di desa itu,” terang Sharma.
Sharma terpesona melihat kedekatan anak-anak itu dengan ular peliharaan mereka. “Saya belum bisa percaya itu reptil sungguhan. Pada saat yang sama, saya tahu mereka akan menjadi subjek yang lebih kuat dari lelaki dewasa.”



Artikel ini pertama kali tayang di VICE World News
More
From VICE
-
Screenshot: Gameforge 4D GmbH -
LightFieldStudios/Getty Images -
(Photo by Kevin Dietsch/Getty Images) -
Vincent Feuray/Contributor/Getty Images