Kepolisian anti-mafia Italia mencokok 21 anggota “geng Sibillo” pada akhir April 2021. Klan Camorra terlibat dalam peredaran narkoba, pemerasan dan kekerasan di Napoli, Italia, setidaknya selama 10 tahun terakhir. Mereka menegaskan kekuasaannya di daerah tersebut dengan menghukum siapa saja yang tidak tunduk kepada mereka.
Didirikan oleh bocah Emanuele Sibillo, klan ini lebih dikenal dengan sebutan “Paranza dei bambini” (secara harfiah berarti “jaring anak-anak”) atau “Piranha”.
Videos by VICE
Remaja laki-laki itu tewas dalam konflik geng pada saat usianya baru 19 tahun. Setelah kematiannya, Sibillo sontak dielu-elukan sebagai pahlawan kota Napoli. Penghormatan kepada bos mafia tersebut terjadi di berbagai daerah. Polisi menemukan altar beserta abu ketika menggeledah rumah keluarganya di distrik Forcella, Napoli.
Popularitas Sibillo di kalangan muda Camorra kian melejit berkat patungnya — lengkap dengan rambut ala pesepakbola, jenggot panjang dan kacamata bingkai gelap. Menurut saksi, anggota geng kerap memaksa pemilik toko berlutut menghormati patung setelah menyerahkan pungli.
Terlepas dari usianya yang sangat muda, Sibillo sukses mencapai posisi tinggi dalam waktu singkat. Dia ditangkap pertama kali pada 2011 atas kepemilikan senjata api ilegal. Lelaki yang saat itu baru 15 tahun mendekam di lapas anak. Dia mengikuti kursus jurnalisme dan mengembangkan minat pada video liputan selama dibina di sana.
Hukuman tak membuatnya jera. Setelah bebas pada 2012, dia mulai merekrut anak muda untuk mendirikan kartel baru. Rencananya sangat ambisius: mengambil alih kota dari tangan klan tua Camorra. Hanya dalam beberapa tahun, mereka melancarkan “perang dagang” dan berhasil merebut kendali atas pusat kota Napoli.
Kelompok Sibillo terkenal akan perdagangan narkoba mereka yang agresif, sering melakukan kekerasan, “stese” (bahasa gaul Neapolitan untuk baku tembak yang dilakukan serampangan sambil kebut-kebutan skuter) dan dandanan mereka yang mengintimidasi. Pasalnya, penampilan mereka sebagian terinspirasi oleh jihadis ISIS.
“Sibillo memanjangkan jenggot bukan karena ingin gabung ISIS,” ungkap Marcello Ravveduto, guru besar Universitas Salerno dan pakar sejarah Camorra. “Penampilan ini memicu kekaguman dan kekerasan. Sibillo tahu kalau setiap komunitas membutuhkan identitasnya sendiri, bahkan untuk klan Camorra sekali pun — [identitasnya] dapat terbentuk dari sosok pemimpin.”
Sibillo begitu diagungkan karena nafsunya akan kekuasaan dan sikapnya yang memberontak. “Dia dianggap sebagai inovator — seseorang yang memiliki keberanian melawan pihak berkuasa,” Ravveduto melanjutkan.
Sepanjang 2013-2015, labelnya “ES17” — “ES” adalah inisial namanya, sedangkan “17” berarti “S”, abjad ke-17 dalam bahasa Italia — menghiasi dinding-dinding seantero kota. Selain untuk menghormati pemimpin muda, grafiti tersebut berfungsi sebagai tanda kekuasaan di daerah itu.
Bagaimana pun juga, Sibillo masih remaja. Dalam dokumenter bertajuk ES17 yang digarap jurnalis Conchita Sannino dan penulis naskah Diana Ligorio, pasangannya yang bernama Mariarca Savarese menceritakan: “[Emanuele] pulang pukul enam pagi dan langsung tidur. Dia bangun pukul tiga atau empat sore, lalu minum susu dan makan biskuit. Kami nonton bareng Gomorrah seminggu sekali, lalu clubbing.”
Diadaptasi dari buku nonfiksi Roberto Saviano, serial TV tersebut menuai pro kontra di Italia. Wali kota Napoli, misalnya, menyebut serial TV itu “merusak otak, jiwa dan hati ratusan anak muda”. Sementara yang lain berpendapat penggambaran kejam mafia Camorra tak beda jauh dari kenyataan hidup banyak orang.
Sibillo merupakan inspirasi utama karakter “Sangue Blu” (“Darah Biru”), yang pertama kali muncul di musim ketiga serial tersebut.
Ketika diwawancarai oleh VICE Italia, Ligorio mengaku selama menggarap dokumenter tersebut, “Kami menyadari kenyataan jauh lebih kejam daripada Gomorrah. Saya mendapat kesan para mafia ‘paranza’ menganut kode moral Gomorrah” dengan cara yang lebih ekstrem.
Menurutnya, Sibillo merupakan salah satu mafiosi muda yang melancarkan propaganda melalui media sosial. Dia dan rekan-rekannya memamerkan kehidupan mewah memamerkan di Facebook — mengunggah foto mobil mahal, berpakaian kece dan makan di restoran mewah.
Mereka menampilkan diri layaknya tokoh penting untuk mempertahankan kekuasaan Sibillo baik di dalam maupun di luar lingkaran kriminalnya. Ravveduto berujar, Sibillo dan para cecunguknya mengorganisir “jaringan kontak di mana setiap orang melakukan tindakan yang sama, memperkuat identitas kelompok dan membangun hegemoni budaya”. Dengan “memamerkan seluruh keistimewaan yang dimiliki mafia Camorra”, mereka menjadi influencer dan “panutan” para mafia muda.
Klan saingan lama-lama muak juga dengan tingkah laku Sibillo. Perang mafia pecah di pusat kota Napoli, menewaskan lebih dari 40 orang termasuk Sibillo. Dia ikut menyerbu klan Buonerba pada Juli 2015. Dia ditembak berulang kali ketika terjebak di gang sempit Oronzio Costa, yang dikenal sebagai “Baghdad” atau “Jalan Kematian”. Sibillo segera dilarikan ke rumah sakit terdekat, tapi hanya bisa bertahan beberapa jam saja.
Hingga kematiannya, Sibillo berada di garis depan perubahan paradigma di Camorra. Struktur keanggotaannya lebih mirip geng Amerika Selatan ketimbang mafia Italia yang memiliki ikatan keluarga. Tak seperti sindikat Sicilian Cosa Nostra atau Calabrian ‘Ndrangheta, anggota geng Sibillo direkrut dari “jalanan” dan daerah sekitar.
“Bukan kebetulan jika orang-orang ini tidak pernah meninggalkan wilayah mereka,” tutur Ravveduto. “Kehidupan mereka berpusat di sekitar daerah tersebut. Mereka menggunakan dialek Neapolitan sebagai bahasa utama. Alasannya lagi-lagi untuk menegaskan identitas.”
Sebagai pemimpin muda yang tewas di masa keemasannya, Sibillo menyandang status suci di kalangannya. “Dia pelindung lingkungan,” ujarnya. “Tindakan menyembah patung menandakan klan ini membutuhkan sebuah pengenal. Patung Sibillo menjadi pemersatu di dunia yang penuh kekerasan antara fraksi.”