Ngobrol Bareng Om Hao, Sosok di Balik Popularitas Kanal ‘Kisah Tanah Jawa’

Om Hao di kantor Kisah Tanah Jawa sedang memamerkan buku-buku untuk riset sejarahnya_ Photo by Alfian Widi

Manusia umumnya mengalami dunia lewat lima indra: mata, telinga, mulut, hidung, dan kulit. Kamu dan aku, berada di level realitas yang sama. Tapi tidak dengan Om Hao, seorang sejarawan, pecinta budaya, sekaligus praktisi retrokognisi. Berbeda dari orang kebanyakan, Om Hao punya “akses spesial” ke dimensi metafisik—yang tidak terlihat.

“Dulu selalu ingin main sepak bola tapi enggak diajak, malah teman enggak kelihatan sering ngajak main,” tutur Om Hao menceritakan masa kecilnya yang ganjil.

Videos by VICE

Kini, bersama 10 orang di timnya, ia dikenal sebagai pengasuh kanal sejarah-mistis Kisah Tanah Jawa (KTJ). Sejak 2018, kanal ini rutin menyajikan kisah sejarah berbalut mistis dan supranatural dari berbagai lokasi penjuru Pulau Jawa. Dari jalan raya Pos Daendels di Anyer, hingga angkernya Alas Purwa di Banyuwangi.

Berbeda dengan sejarawan biasa yang bersumber pada literatur atau saksi, Om Hao kerap memanfaatkan saksi-saksi tak kasat mata, alias makhluk astral untuk mendapatkan cerita. “Tapi tidak langsung dipercaya, sebagai crosscheck,” ujarnya.

Ia lahir di Jombang, 13 April 1987 dengan nama Hari Kurniawan. Masa kecilnya ia habiskan dengan perasaan bingung atas apa yang ia lihat dan alami. “Dulu Bapak punya usaha kan, sering lihat [mahluk] serem-serem, ternyata itu kiriman teluh dari saingan bisnis. Untung ada kakek yang mengerti kondisi saya, dia falsafah Kejawen-nya kuat,” ceritanya.

Meski dikenal sebagai pencerita sejarah dengan bumbu mistis yang kental, Om Hao tak ingin sembrono. Itu sebabnya dia tetap melanjutkan studi S2 di Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada. “Saya ingin memperkuat metode dan historiografi, jadi ketika menyampaikan ke banyak orang, saya punya dasar yang kuat.”

Caranya menjelaskan hal-hal supranatural dengan pendekatan logis ini terhitung jarang muncul di tengah maraknya konten bertema mistis di YouTube, dan membuat KTJ berbeda dengan kanal sejenis.

Di balik layar Kisah Tanah Jawa_ Arsip tim KTJ.png
Proses di balik layar syuting salah satu episode ‘Kisah Tanah Jawa’. Foto dari arsip tim KTJ

Kini KTJ telah punya 2 juta subscribers di Youtube. Mereka juga merilis seri buku KTJ, dan bahkan membuat lini kanal baru seperti Dongeng Tanah Jawa untuk audiens anak-anak. Setelah selama ini banyak berkutat dengan sejarah kolonial di konten-kontennya, segera mereka ingin pergi ke Belanda. “Ingin penelitian arsip dan lacak jejak ke museum-museum. Cuma karena pandemi, ya kita tunggu dulu,” ujar Om Hao.

VICE menemui Om Hao di kantor KTJ, di Condongcatur, Yogyakarta. Datang hampir kuyub karena hujan deras, ia bercerita banyak soal dunia supranatural, ilmu sejarah humaniora, hingga reaksi makhluk astral terhadap dunia kita, termasuk terhadap ancaman krisis iklim, sawit, dan tambang batu bara.

Sobat Javanica, silakan menyimak cuplikan obrolannya!

VICE: Dikenal sebagai pakar supranatural, seperti apa mata Om Hao melihat dunia?
Om Hao
: Sebenarnya mata kita ada dua, mata lahir dan mata batin. Makhluk astral yang kelihatan di mata lahir itu sudah dalam bentuk energi, kalau  mata batin tak terdefinisi. Seperti membuka layer-layer yang infinity, tergantung mau sampai lapisan keberapa. Makin dalam makin halus. Orang ketika frekuensi otaknya bisa di bawah 5hz, dia bisa merasakan energi, informasi, makhluk astral. Makhluk halus itu disebut halus karena gelombangnya memang di bawah 5hz.

Apakah pilihan KTJ menyajikan cerita sejarah dengan bumbu mistis, ada hubungannya dengan sifat orang Indonesia yang tidak bisa lepas dari supranatural?
Ya, memang diyakini begitu. Tapi begini, legenda dan mitos itu bukan sejarah, tapi sejarah mengandung nilai mitos dan legenda. Yang kedua, harus diakui orang kita lebih suka didongengi daripada membaca. Lalu, ketika kita menyampaikan suatu cerita yang ada mistisnya orang itu penasaran, kalau full sejarah ngantuk (tertawa).



Kenapa budaya timur senantiasa lekat dengan mistis dan supranatural?
Karena kita relijius dan supranaturalis. Banyak agama lahir di Asia, bahkan jauh sebelum itu, kita temukan beberapa peninggalan pemujaaan oleh nenek moyang seperti punden berundak, menhir, ritual di gunung, pohon besar, dan macam-macam. Yang mereka lakukan sebenarnya pendekatan terhadap energi alam semesta. Sehingga ini jadi kebiasaan yang turun-temurun sampai hari ini.

Selama ini seolah-olah kedekatan penduduk Tanah Air dengan hal supranatural dianggap sebagai “ketertinggalan” atas budaya barat. Tapi apakah ada sisi positif dari kedekatan ini?
Sebenarnya begini, orang barat itu juga percaya (supranatural), cuma pendekatannya ke logik dan sains, sementara kita tradisional. Misal pranatamangsa (hitungan musim), itu kalau dicermati berkaitan dengan pola-pola yang pernah terjadi. Kita bangsa yang suka mencatat dan niteni (mengamati).

Kayak perhitungan weton, itu tidak ada unsur magic-nya, itu murni sebenernya data yang pernah ada. Bukan ramalan, tapi berdasarkan statistik dan probabilitas. Bahwasanya di zaman dulu 100 responden orang Jumat Kliwon seperti ini, lalu jadilah probabliti karakter orang yang lahir pada hari itu. Antara sugesti dan data yang pernah ada. Kalau disimpulkan, pendekatannya lebih kepada Sang Pencipta, ke alam semesta, dan mengamati segala fenomena yang ada. Termasuk mahkluk astral itu juga fenomena.

KTJ berfokus ke Jawa saja, Apakah karena menganggap peradaban nusantara berpusat di Jawa?
Enggak, Nusantara itu sebenarnya dari Madagaskar sampai Perairan Pasifik. Kalau KTJ, kami lahir dan besar di Jawa. Sebelum ibarat kata menyeberang tanah, kita harus paham tanah kita. Peradaban itu menyebar dimana saja. Tapi kalau ngomongin kebangkitan nusantara itu butuh waktu. Makanya kami berharap ada kisan tanah Sumatra, Sulawesi, Papua, tapi tentu dengan Om Hao-Om Hao lain. Kalau sudah ada semua, kita kumpulkan jadi kisah Nusantara.

Omong-omong, Om Hao bilang melakukan retrokognisi saat membuat konten KTJ. Prosesnya seperti apa sih?
Retrokognisi itu satu kesatuan untuk menganalisis, menyimpulkan, dan merekonstruksi kembali suatu kejadian atau peristiwa yang pernah ada. Kalau di bidang sejarah ditambahi, berdasarkan saksi hidup, literatur, ataupun sumber tersier, yaitu residual energi. Jadi (retrokognisi) poinnya hanya 5 persen. Pelaku retrokognisi harus ada kemampuan bahasa sumber, jadi misal Kolonial ya Belanda, Jawa ya Jawa lama, atau bahasa Jepang.

Jadi bukan asal menerawang, harus ada analisis mendalam. Ada baiknya pelajari data dulu, jadi ketika mau ke 1920, terus ketemu sosok ngaku-ngaku tahu padahal pakaiannya dari 1840, berarti dia bohong. Kalau retrokognisi ditambah data jadi klaim sejarah, itu output KTJ selama ini. Nanti setelah diuji baru jadi fakta sejarah, tapi ada kok beberapa cerita kami yang sudah jadi fakta, seperti episode “Jawa Kalung Besi”, dan “Tragedi Bintaro”.

Pernah dapat cerita dari sumber mahluk astral yang berbeda dari penjelasan ilmu sejarah?
Penelusuran jalan raya pos Daendels. Kita diajarkan sejak kecil, itu kerja paksa enggak dibayar, disiksa. Tapi di lapangan ketemu sosok astral mantan pekerja, justru masalah itu datang dari orang kita sendiri, karena sistem feodal. Dari kolonial Belanda upah itu ada, tapi catatan hilang dan ya ada yang masuk kantong penguasa feodal itu. Itu kasusnya sama kayak proyek jalur kereta api, bukan kerja paksa ternyata. Korban meninggal itu karena sistem K3 enggak sebagus sekarang. Enggak ada APD dan kejar target, yang nekan siapa, ya feodalnya sendiri. Ini sudah kami konfirmasi ke ahli dan cocok.

Apa menurut Om Hao anggapan paling disalahpahami publik soal perkara supranatural?
Mikirnya kalau orang “bisa” itu pasti dukun atau paranormal. Biasanya dipukul rata semua, dari ngusir hantu, ngusir setan, tanya peruntungan, tanya jodoh, bahkan bantuan naik jabatan pernah semua (tertawa), kalau bisa ya mending saya naik jadi PNS kan (tertawa), logikanya kan gitu. Jadi dianggap mrantasi, semuanya bisa.

Om Hao di depan kantor Kisah Tanah Jawa_ Photo by_ Alfian Widi.jpg
Berkat popularitas kanalnya, tim Kisah Tanah Jawa kini sudah bisa memiliki kantor di Yogyakarta. Foto oleh Alfian Widi

Tapi bagaimana sih relasi dunia fisik dan metafisik? Misal, kita sekarang kan sedang krisis iklm serta pandemi, di dunia astral gimana?
Secara interdimensional, yang terjadi di alam nyata dan astral itu tidak ada hubungannya, tapi ada kaitan. Di sini pandemi, di sana biasa saja. Cuma peradabannya memang lebih maju sana. Sama-sama mengenal kehidupan sehari-hari, punya keluarga, mikir pendidikan anak, dan lainnya. Ada satu perbedaan waktu, 1.000 tahun di dunia sama dengan 1 hari di sana. Dan memang ada portal-portal  untuk pergi ke sana. Makanya sering ada kejadian orang hilang di gunung, mengaku baru pergi 3 menit padahal sudah hilang 7 hari misalnya.

Hutan gunung sering disebut tempat peradaban makhluk astral hidup. Lalu ketika ada penggundulan hutan atau tambang yang merusak, apa respon makhluk-makhluk ini?
Saya pernah nanya ketika di Kalimantan. Negosiasinya aja, ketika negosiasi itu kan perlu orang untuk penerjemah dan komunikasi. Kalau project besar ya negosiatornya harus punya kemampuan. Jadi ini hutan mau diratain, misal mau dibikin sawit, perlu negosiator supaya yang menguasai daerah situ mau direlokasi. Lha kalau orang awam biasa, buang air kecil, ya bisa langsung dislenthik (diisengin). Karena orang ini nggak bisa ngomong (dengan pihak astral). Ibarat kata, lingkungan preman nih, kita tugaskan orang yang bisa mediasi, dan ini ada orang biasa yang tiba-tiba menantang.

Mereka mau dipindah? Bahkan ketika tahu proyeknya berdampak buruk?Iya, kayak kita ada proyek jalan tol. Asal ganti ruginya cocok ya mereka mau, kayak manusia aja. Kalau tiba-tiba yang punya rumah digusur proyek, nggak ada kompensasi ya marah, tapi ketika itu dibeli tiga kali lipat ya mau.

Apa kompensasinya yang biasa mereka minta?
Tergantung permintaan, misal tumbal dalam bentuk hewan, bisa manusia, sehingga terjadi satu kejadian (kecelakaan). Proyek besar ya beda mintanya (tertawa). Jadi kita dan mereka sebenarnya sama kok, negosiasinya sama.

Jadi perusahaan sawit, tambang, dan lainnya itu punya orang-orang yang mengurusi perkara metafisik?
Ada praktisi itu pasti. Rahasia umum sih. Logikanya kan, orang biasa aja suka nanya gitu-gitu, apalagi orang yang punya kepentingan. Dan untuk urusan lain juga, politik, kekuasaan, dan lain-lain ada semua.

Bagi orang yang mendalami dunia metafisik seperti Om Hao, definisi hantu itu apa sih?
Kalau saya menganggap makhluk astrral itu energi. Bentuk yang terlihat itu dasar pikiran kita yang tercopy-paste, kita yang menciptakan. Jin itu kan dari api, bisa dilihat tapi nggak bisa dipegang dan bentuknya berubah-ubah seperti air, mengikuti tempat. Misal kunti, pocong, itu biasanya sudah kepikiran duluan maka terbentuklah.

Dan tergantung kebersihan hati. Yang kita lihat itu cerminan dari diri kita, kalau orang masih sering maaf ya ngomongin orang, iri hati, melihat sosok ya berdarah-darah seram, bertaring. Tapi orang yang menep, ibadahnya terjaga, lisannya terjaga, lihat ya cakep cantik.

Suasana lokasi syuting tim KTJ_ Arsip tim KTJ.png
Suasana lokasi syuting tim KTJ. Foto dari arsip tim KTJ

Akhir-akhir ini tren healing, program meditasi, kristal-kristal ini itu, apa pendapat Om Hao?
Kita lakukan untuk mencari ketenangan batin, tapi jangan sampai kita mengacu ke bendanya. Energi healing bisa dimana aja, lakukanlah sesuai yang kamu sukai. Kristal atau batu, itu medianya. Kita mungkin terbantu, tapi itu membantu saja, kita yang meng-healing diri kita sendiri, bukan batunya.  Tapi sejatinya memang benda-benda alam, batu, kayu, suara air itu punya vibrasinya sendiri. Jadi kalau healing, pakai sugesti atau vibrasi.

Terima kasih atas obrolannya Om Hao!


Titah AW adalah jurnalis lepas yang bermukim di Yogyakarta. Follow dia di Instagram