Tanggal 1 Januari telah ditetapkan sebagai penanda tahun baru sejak Julius Caesar mereformasi kalender romawi pada 45 Sebelum Masehi (SM). Perayaannya kini diperingati dengan berbagai cara, namun pesta kembang api menjadi yang paling identik dengan malam pergantian tahun.
Rasanya belum lengkap jika kita belum menonton kembang api dilepaskan ke langit tepat tengah malam. Akan tetapi, momen tahun baru selama dua tahun terakhir terasa sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Banyak kota di seluruh dunia yang membatalkan pertunjukan kembang api, sedangkan lainnya membatasi jumlah kerumunan yang berpotensi menimbulkan penularan Covid-19. Larangan merayakan tahun baru masih berlaku hingga akhir 2021 di sejumlah daerah.
Videos by VICE
Jerman, misalnya, mengambil tindakan yang lebih tegas dengan melarang penjualan kembang api di seantero negeri. Pemerintah memutuskan untuk menerapkan kembali larangannya tahun ini, mengakibatkan hilangnya 3.000 pekerjaan, menurut laporan yang diterbitkan oleh Reuters pada awal Desember. Tak mengherankan jika banyak penggemar kembang api yang kesal dengan keputusan pemerintah.
Benedikt biasanya menghabiskan sekitar 1.000 Euro (Rp16 juta) untuk membeli kembang api buat meramaikan malam tahun baru. VICE meminta lelaki 24 tahun itu menceritakan kecintaannya pada kembang api dan rencananya untuk perayaan tahun ini. Dia meminta agar nama belakangnya dirahasiakan untuk melindungi identitas.
VICE: Apa yang kamu sukai dari kembang api?
Benedikt: Saya suka suara bisingnya, baunya dan menyaksikan kembang api meluncur di langit. Itu terlihat seperti langit yang bersinar warna-warni.
Sejak kapan kamu mulai menyukai kembang api?
Sejak saya masih kecil. Saya masih ingat ketika pertama kali menonton kembang api. Ayah sering membelikan saya petasan, dan saya diam-diam menyalakannya di pekarangan rumah. Kebiasaan ini berlanjut dari tahun ke tahun.
Bagaimana biasanya kamu merayakan malam tahun baru?
Saya pergi ke lapangan kosong sekitar pukul 10 malam dan menyalakan kembang api di sana. Tujuannya supaya tidak mengganggu orang lain. Kembang api khusus tahun baru dinyalakan saat tengah malam. Teman-teman dan sanak saudara biasanya ikut menyaksikan karena saya selalu punya pertunjukan khusus untuk mereka. Sementara orang lain menghabiskan uang untuk berlibur, merayakan malam tahun baru menjadi kesenangan terbesarku. Itu sebabnya saya selalu merencanakannya dari jauh-jauh hari, seolah-olah saya sedang merencanakan liburan.
Apakah kamu menyalakan kembang api secara profesional?
Saya mengikuti cara kerja ahli kembang api dari waktu ke waktu. Dari situlah saya banyak belajar tentang praktik ini. Kalian mendapatkan pengalaman, sertifikat dan izin untuk mengikuti kursus menjadi tenaga profesional yang menghasilkan uang. Tapi saya tidak menginginkan itu. Saya lebih tertarik menyalakan kembang api yang hanya bisa diperoleh orang profesional untuk kesenangan pribadi.
Apa maksudnya?
Kembang api memiliki empat tingkatan: F1 hingga F4. F1 buat anak-anak, F2 kembang api biasa, dan kembang api F3 untuk lapangan terbuka yang sulit diperoleh. Lalu ada kembang api F4, yang hanya bisa diperoleh di pasar gelap bagi orang awam. Saya memegang lisensi untuk membeli F3. Kembang api itu yang biasa nyalakan untuk teman-teman.
Jenis kembang api apa yang paling kamu sukai?
Saya sangat menyukai white strobe, kembang api yang mengeluarkan percikan putih. Saya juga suka Golden Lances, kembang api yang ledakannya membentuk benang emas panjang yang berkilau di langit.
Pernahkah kamu terluka saat menyalakan kembang api?
Saat muda dulu, Malam Tahun Baru belum bisa disebut sebagai perayaan kalau jari saya tidak mengalami luka bakar. Tapi sekarang saya hanya menggunakan kembang api yang dijual legal. Petasan yang bisa meledak di tangan biasanya hanya ditemukan di pasar gelap, dan itu sangat membooming.
Bagaimana perasaanmu jika pemerintah tak hanya melarang penjualannya, tapi juga menyalakan kembang api?
Entah ya, saya mungkin akan menangis. Mereka akan merenggut kesenangan terakhirku setelah semua yang harus saya korbankan tahun ini — bukan hanya untukku, tapi untuk semua orang.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE Germany.